"Eh, anjing gue kira setan, bangsat!"
"Jangan berisik. Ntar yang lain bangun."
Blaze tidak menjawab. Dia berbalik untuk mengunci pintu yang habis ia lewati dan kemudian berjalan menuju kursi.
Saat ini jam telah lewat dari tengah malam dan kedua bocah kembar tengah keluarga elemental masih belum terlena di pulau kapuk mereka masing-masing.
"Gue kira lo 'dah tidur."
Di dapur yang hanya mendapat penerangan dari lampu yang terpasang di sepanjang bawah kabinet, Ais tengah menuangkan bubuk kopi ke dalam cangkirnya. Dia sama sekali tidak mengedarkan fokusnya dari kegiatannya itu ketika bicara, membuatnya hanya mendapatkan kekehan kecil sebagai jawaban.
Akhirnya dia menoleh dan menatap tajam kembarannya itu. "Lo cabut?"
Blaze hanya merotasikan matanya seraya berdehem mengiyakan.
"Kok bisa?"
"Lewat pintu belakang."
"Kemana aja lo? Jam segini baru balik."
Blaze berdecak, sebal. "Kepo banget sih lo. Lagian lo juga belom tidur jam segini. Terus ntar subuh baru tidur deh sampe sore. Begadang aja terus." Ledeknya. Nada bicaranya juga mulai naik.
Menanggapi itu, Ais mengubah posisinya untuk menghadap Blaze yang membuang muka darinya. "Gue nanya lo abis dari mana. Ngapa jadi nyalahin gue?!" Ucapnya, tak terima.
"Ya lagian lo juga sama aja kayak gue."
"Setidaknya gue enggak keluyuran malem-malem kayak lo. Gue tebak lo pasti nyebat, 'kan?"
Brak!
Blaze akhirnya berbalik, balas menatap nyalang pada Ais.
"Sembarangan kalo ngomong! Gue cuma nongkrong di angkringan situ doang, ya. Dan gue ga pernah ikut-ikutan nyebat!"
Ais tidak menganggapnya serius. Dia tau persis sikap kembarannya itu. Dia marah, dia jujur. Ais kemudian berbalik dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
"Sampe abang-abang pada tau, mampus lo."
"Ya, ya, yaa. Eh, bikinin gue juga dong."
"Ogah. Tuh, kalo mau air panasnya masih ada."
"Cih, males banget."
Blaze mulai mengeluh meski dia tetap bangkit untuk membuat kopi yang sama dengan Ais. Sementara Ais mengaduk kopinya dan meletakkannya di meja makan sebelum beranjak menuju kulkas.
"Pantes aja lo begadang terus. Tiap malem minumnya kopi."
"Gue ga bisa tidur, Laze."
"Ya, lo ga bisa tidur malah minum kopi, bego! Bukannya merem malah makin ngejreng 'tu mata."
Ais tidak menjawab lagi. Sekarang di tangannya telah ada sebungkus cemilan keripik yang bungkusnya telah terbuka. Dia mengambil cangkirnya dan hendak berbalik sampai Blaze menghentikannya.
"Mau kemana?" Tanyanya.
"Kamar."
"Mau ngapain?"
Ais tampak berpikir sejenak sambil menatap aneh orang yang bertanya itu. "Nonton." Jawabnya.
"Ish, bukannya tidur lo. Udah jam berapa 'ni!"
"Ah, iya, iya. Berisik."
"Eh, gue ikut dong."
"Lah, tadi nyuruh tidur."
"Please lah, gue ga bisa tidur. Lagian gue yakin lo juga ga bakal tidur."
Ais hanya menghembuskan nafas kasar dan langsung pergi meninggalkan Blaze. Blaze juga langsung meraih cangkirnya dan segera mengejar adik kembar kesayangannya itu sambil cengengesan tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insomnia | Ais
FanfictionLibur pasca kelulusan. Ais dan Blaze kini telah lulus dari sekolah menengah mereka dan akan segera masuk ke sekolah menengah atas. Mereka telah memutuskan untuk masuk ke sekolah yang sama dengan ketiga kakak laki-laki mereka. Jadi, tak ada yang perl...