Kepulangan Ajeng ke kampung halamannya kabarnya tersebar dengan cepat setelah ia terlihat di hari pemakaman putrinya. Banyak orang yang kemudian datang mengunjunginya dalam rangka menunjukkan belasungkawa mereka. Akan tetapi, Ajeng tidak ingin menemui siapapun. Saat ada orang yang datang ke rumah, ia akan mengurung dirinya di kamar dan menolak bertemu dengan tamu-tamu itu. Bahkan walaupun tamu itu adalah Mika dan Milka, sahabatnya semasa SMA.
Mika dan Milka yang saat ini sedang menempuh pendidikan di luar kota jauh-jauh kembali ke kampung hanya untuk bisa bertemu dengan Ajeng. Namun, langkah mereka terhenti sampai di depan kamar Ajeng saja. Mika dan Milka hanya dapat bertemu dengan Ayah dan Ibu Ajeng. Dari mereka, mereka mengetahui semua yang telah terjadi pada Ajeng.
"Seharusnya waktu SMA saya paksa Ajeng putus dengan Alan kalau tahu akhirnya akan seperti ini," kata Mika yang hatinya seolah membara tak terima dengan hal buruk yang harus Ajeng alami
"Tapi kamu tidak tahu, kami juga tidak. Satupun dari kita tidak ada yang tahu masa depan akan bagaimana dan karena itu tidak bisa mencegah hal-hal buruk untuk terjadi," kata Ayah Ajeng. Berusaha tenang. "Saya pun merasa bersalah. Seandainya waktu itu Ajeng tidak saya beri izin untuk berpacaran dengan Alan maka mungkin nasibnya tidak akan seperti sekarang ini.”
"Kita cuma bisa berandai-andai dan itu tidak ada gunanya. Om, tante, Bang, sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita menemani Ajeng di masa tersulit hidupnya.”
Semuanya setuju dengan ucapan Milka. Semuanya sudah terlambat. Berandai-andai tidak lagi ada artinya. Kesadaran ini membuat mereka berhenti menyalahkan diri sendiri dan merelakan apa yang telah terjadi. Mereka pun berjanji untuk fokus saja pada Ajeng saja. Membantu sebisa mereka agar Ajeng tidak pernah merasa sendirian lagi.
Mika dan Milka berjanji untuk sering-sering datang mengunjungi Ajeng apabila sedang ada waktu luang, dan Rama juga Retno berkata bahwa rumah mereka selalu terbuka untuk menyambut kedatangan si kembar itu.
Kehidupan di rumah Ajeng berjalan seperti biasa dalam kesunyian. Makan pagi, makan siang, dan makan malam biasanya Rama dan Retno lalui berdua saja, Ajeng lebih suka makan dan melakukan kegiatan lainnya di kamar. Kadang-kadang, Retno sampai berpikir bahwa di rumah itu dia hanya tinggal bersama suaminya saking jarangnya Ajeng berkumpul bersama mereka. Hendak memaksa Ajeng untuk keluar kamar pun rasanya Rama atau Retno tidak mau karena takut membuat Ajeng semakin frustrasi.
Rama dan Retno berpikir untuk beberapa waktu Ajeng bisa melakukan apapun yang diinginkannya sampai dia benar-benar merasa lebih baik. Saat itu pasti tiba, Rama dan Retno yakin. Saat itu pasti, saat di mana Ajeng akan keluar dari kamarnya seperti ketika anak mereka itu belum mengenal Alan.
•••••
Setelah kunjungan Mika dan Milka tidak ada lagi teman dekat Ajeng yang datang untuk menemuinya. Hanya ada beberapa tetangga sekitar dan keluarga jauh yang datang, itupun mereka tidak pernah bertemu dengan Ajeng.
Akan tetapi, suatu hari, tiba-tiba sebuah motor berhenti tepat di depan rumah Ajeng. Sang pengendara turun dari motornya dan berjalan memasuki halaman rumah Ajeng sambil memeriksa sekeliling. Kedua tangan orang itu sejak turun dari motor tak berhenti menggosok-gosok pahanya sendiri yang terbungkus jeans. Begitu tiba di tangga yang menghubungkan tanah tempatnya berdiri dengan pintu rumah Ajeng, orang itu terlihat tak yakin akan sesuatu dan sempat berbalik badan, berpikir untuk pergi saja.
Namun, kemudian dia mengingat tujuan utamanya datang ke rumah ini. Dia ingat perasaan tidak tenangnya karena perasaan bersalah yang terus menggerogotinya. Dia ingat jika dirinya mau tenang maka dia harus menemui Ajeng, sekarang.
Sementara orang itu masih belum yakin apakah dirinya ingin mengetuk pintu rumah Ajeng atau tidak, Retno muncul dari samping rumah dengan tangan yang penuh sayuran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu bilang, kamu cinta sama aku - TAMAT
Teen FictionTW // 18+ physical violence, bullying, harsh word, drugs. "Ya Alan, aku cinta sama kamu, gimana caranya untuk membuktikan hal itu?" tanya Ajeng dengan berat hati pada akhirnya. "Seks." Ajeng tidak tahu apakah seharusnya ia menuruti keinginan Alan ma...