Galuh dan Lala pikir, setelah mereka sampai di kost, akan ada beberapa manusia — ya minimal Jihan lah — yang menunggu penjelasan mereka berdua. Tetapi, kenyataannya hampir setengah dari penghuni kost an hilang. Hanya tersisa Juan, yang nampaknya baru kembali dari rumah. Dan Juan pun, nampak tidak tau apapun apa yang terjadi di kampus. "Loh, tumben lu berdua bareng? Itu si Lala habis nangis, ya? Lu apain?"
Juan benar tidak tau apa yang baru saja terjadi ternyata.
"Yang lain pada kemana?" Mengabaikan pertanyaan Juan, Galuh malah balik bertanya. Demi deh, ini kost tumben sepi.
"Marcel ada di atas, Jeff sama Cici baru pergi berdua ga tau kemana. Dhika, gue ga tau. Bella kayaknya pergi keluar bareng Yuna, si Mentari ada di kamarnya."
"Jihan?"
"Gue di sini," baru saja Juan mau menjawab. Jihan muncul, keluar dari kamar mandi dengan penampakan muka nya yang berubah berwarna hijau.
"LU KENAPA ANJIR?"
"BUSET? INI KENA KUTUKAN JADI HULK?"
Lala yang melihat itu hanya melongo dengan mata melotot. "Itu dia maskeran doang, njir." Ucapnya membuat Galuh dan Juan ber-o-ria.
Namun sedetik kemudian, Juan tersadar sesuatu, "tumben lu maskeran? Biasanya juga kudu diingatin Mentari baru gerak."
Galuh dan Lala mengangguk setuju dengan antusias. "Mau pacaran ya lu? Cie," celetuk Galuh iseng.
Kalau ada Andhika disini pasti sudah jadi heboh, tapi sayang, Andhika entah pergi kemana.
"Emang ga boleh gue maskeran?" Jawab Jihan salah tingkah, wanita itu menggaruk bagian belakang lehernya dengan pandangan yang tak tentu arah.
"Heleh, ga usah malu-malu gitu ih Teteh," goda Galuh lebih semangat. Jarang-jarang ia bisa melihat Jihan jadi salah tingkah begini.
Jihan berdehem beberapa kali sebelum pandangan mengarah ke Lala. "Lu gimana? Ga kenapa-kenapa kan?"
Belum sempat Lala menjawab, Juan sudah menyambar duluan. "Iya tuh, Lala kayak habis nangis, kenapa lu?" Tanya laki-laki itu sembari duduk di sofa ruang tengah.
Mengikuti jejak Juan, Galuh, Lala dan Jihan juga duduk di sofa. Ke empat manusia itu duduk saling berhadapan. Galuh sudah siap untuk kena marah apabila ia harus menceritakan kejadian nya dari awal sampai akhir. Ia tau, tindakannya sangat gegabah dan bisa berakibat berkepanjangan, dan ia pun tau resiko apa yang harus di tanggung. Toh, memang dari awal Galuh melakukan nya secara sadar. Tidak ada yang namanya khilaf.
"Gue gapapa kok," jawab Lala santai. Gadis itu berusaha terlihat biasa saja, ia tidak mau menambah lagi kecemasan bagi teman-temannya. Walau Galuh bilang tidak apa, tetap saja, setiap manusia punya kecemasan sendiri kan. Lala tidak mau menambahkan hal itu kepada teman-temannya.
Jihan menyipitkan matanya, "jangan bilang gapapa kalau lagi kenapa-kenapa. Gue udh tau semua beritanya dari Bobby, kok. Sebenarnya gue mau marah ke Galuh karena sembrono banget, tapi karena Mentari sudah percaya sama lu, gue juga akan percaya sama lu, Lala."
Lala terdiam, begitu pula dengan Juan dan Galuh. Sedangkan Jihan melihat teman nya itu satu persatu, dan saat mata gadis itu bertatapan dengan mata Galuh, Galuh langsung membuang muka ke arah lain. Jihan menghela nafas pendek melihat kelakuan teman nya itu. Tindakan Galuh memang sembrono, seandainya saja pada saat itu ada beberapa pihak yang dapat melakukan pertikaian menggunakan kekerasan, yang kena bukan hanya Galuh, bisa jadi seluruh festival kena, dan mau tidak mau BEM serta Senat yang harus bertanggung jawab, karena ini proker mereka.
"Emang ada apa?" Tanya Juan, nampaknya laki-laki itu masih clueless.
Jihan memandang Juan tak percaya, "lu ga tau menfess yang tadi sempat rame?"
"Enggak, gue sibuk di rumah dari pagi. Bantuin Juang ngerjain tugas, terus langsung cabut ke kost, ini aja baru buka hape. Udah di takedown ya?"
Jihan mengangguk, "iya sudah. Ada menfess yang ngatain Lala, ga pantes itu kalimatnya. Intinya, Lala ga cocok maju buat jadi ikon kampus saat festival nanti. Ada juga yang bilang, dia ga pantas soalnya bukan anak Duta Kampus," jelas Jihan.
"Dan menfess itu dikirim dari antek-antek nya si Kristal," sambung Galuh dengan nada sinis.
"Buset, tau darimana lu itu dari antek-antek nya si Kristal?"
"Berantem dia tadi di lantai 3 Gedung B," belum sempat Galuh menjelaskan, Jihan sudah memotongnya lebih dulu.
Galuh cemberut sedangkan Juan ternganga. Mata laki-laki itu yang memang sudah besar jadi tambah besar karena, seperti yang sudah dibilang, Galuh termasuk manusia yang sangat jarang berdebat apalagi berantem. Wajar jika Juan sampai terkaget seperti itu.
"Lu berantem?" Tanya nya pada Galuh.
"Ga sih."
"Lah kata Jihan lu berantem?"
Galuh membuang nafasnya kasar, "bukan berantem, debat doang."
"Ada Yuna tadi sama lu?"
Kali ini alis laki-laki itu terangkat, raut wajahnya berubah menjadi bertanya-tanya, "kenapa sama Yuna?"
"Kalau ada Yuna kan bakal di video, jadi gue bisa lihat," ucapnya enteng sambil mengangkat bahu.
Jika saja Jihan tidak gerak cepat, maka hal yang terjadi selanjutnya adalah pergulatan Galuh dengan Juan. "Udah anjir, malah gelud. Itu sekarang fokus ke Lala lu berdua. Lu lagi Galuh, yakin lu maju jadi partner dia? Bukannya lu bilang mau nolak tawaran kampus kemarin?" Jihan kembali memandang Galuh dengan tatapan serius.
"Gue belum nolak, ya mumpung nemenin si bocil, gue bisa cari cewek baru, ya kan?" Jawabnya dengan tengil.
Juan muntah.
Jihan mendelik.
Lala terkekeh.
"Gue ga peduli, lu mau cari cewek baru atau gimana yang pasti jagain si Lala. Awas aja lu malah main-main disana," kata Jihan serius.
Galuh mengangguk sambil tersenyum, "aman, lu bisa percayakan Lala ke gue."
Suara pintu terbuka menarik atensi mereka, seketika satu ruangan itu terdistraksi dan langsung menoleh ke arah pintu masuk. Dari sana muncul Bella dan Yuna. Tapi nampaknya Bella sedang dalam kondisi tidak baik, raut wajahnya muram dan sepertinya ia habis menangis. Tak lama kemudian Yuna menyusul dibelakang nya dengan terengah-engah.
Baru saja Jihan ingin menanyakan apa yang terjadi, tapi Bella langsung melesat masuk ke kamar nya. Menutup pintunya dengan kencang dan mengunci nya.
"Nangis lagi, nangis lagi," celetuk Juan asal. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya lalu tanpa kata apa pun, pergi menuju lantai dua.
Galuh yang melihat itu hanya diam dan menipiskan bibir nya, ia tidak ingin berkomentar lebih banyak, begitu pula Jihan dan Lala.
Namun, "Bella kenapa, Yun?" Tanya Jihan pada akhirnya pada Yuna.
Yuna, gadis itu, tersenyum getir sembari menjawab, "Ibu kandung Bella kecelakaan."
Guys aku ganti cover ya hehehe, sama mengingat tentang isu yang sedang terjadi di Palestina, aku mau bilang untuk visualisasi anak-anak ditiadakan dulu ya. Jadi untuk kedepannya, satu orang yang belum muncul disini, dan anak-anak BEM tidak akan memiliki visual dulu.
Jangan lupa pencet tanda bintang!
Oke, terima kasih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Pojok Kanan [ TAMAT ]
Teen FictionSebenarnya tidak ada yang spesial dengan kost di pojok gang itu, hanya kost biasa yang diisi oleh mahasiswa-mahasiswa tingkat atas. Tapi, memang iya tidak ada yang spesial? start: 02/04/2024 end: 03/06/2025 ©yawnzonu 2024