1

6 0 0
                                    


.

.

.

.

.

Tiada yang meminta seperti ini

Tapi menurut ku tuhan itu baik...

Lagu itu terus mengalun merdu di telinganya melalui sebuah earphone yang ia gunakan, tak peduli pendapat orang lain yang akan mengatakan bahwa dirinya alay, karena mendengar lagu seperti itu di pagi hari.
Intinya terserah karena dirinya hanya ingin menikmati sebuah lagu sambil bersyukur, lagipula hanya dirinya yang bisa mendengarnya.

Menapak satu persatu anak tangga menuju lantai satu, di mana semua orang sudah berkumpul. Ia menatap orang-orang yang tengah duduk di meja makan itu, tampak sangat harmonis dan bahagia. Kata orang mereka adalah keluarga, tapi entahlah.

Sebelum mendekat ke arah mereka, ia melepas earphone yang tengah ia gunakan. Lalu menarik satu kursi kosong yang tersisa.

"Akhirnya datang juga." Sindir Danica ketika melihat kursi didepannya sudah terisi.

"Kak Vierra lama banget, aku hampir telat tahu." Tak mau kalah, sang adik juga ikut berkomentar. Shana, anak perempuan yang menggunakan seragam sekolah SMP itu terlihat sangat kesal.

"Maaf." Hanya itu yang di katakan oleh Vierra, lagi pula mereka juga tak akan menerima alasannya.

"Kebiasaan, pasti semalam habis begadang jadi bangun telat." Kata sang mama, Citra.

"Ma, ini pertama kalinya aku telat."

"Pertama kalinya ketahuan kali." Kata Danica, yang ikut nimbrung.

"Terserah, padahal biasanya kalau kakak yang telat aku gak protes." Kesal Vierra, karena di hari-hari biasanya Danica selalu telat bergabung dengan mereka.

"Kamu nggak usah ganggu kakak kamu deh." Kata Citra yang sigap membela Danica.

"Tahu tuh, padahal aku baru beberapa kali telat. Itu juga karena aku sibuk nyiapin lomba-lomba."

"Tap..

"Vierra cukup!" Tegur Rahardian, sang kepala keluarga atau papanya.

"Sekarang fokus menghabiskan makanan kalian saja, sudah banyak waktu yang terbuang karena berdebat."

Vierra terdiam ia sudah biasa. Padahal tadi keluarga ini terlihat mengobrol dengan hangat, tapi setelah kedatangan dirinya semua berubah. Karena tidak sanggup dengan meneruskan sarapannya, ia berniat untuk pergi lebih dulu.

"Aku berangkat duluan."

Ia pamit dan menyalami kedua orang tuanya, meskipun mereka terlihat ogah-ogahan.

Setelah keluar ia melihat pak Anton, pekerja rumahnya yang sedang asik dengan pekerjaannya, membersihkan pekarangan rumah.

"Selamat pagi pak."

"Pagi juga non, udah mau berangkat ya?"

"Iya pak, dikit lagi mau telat nih."

"Kalau begitu hati-hati non."

Vierra berjalan ke arah bagasi rumahnya, lalu menyalakan motor vespa matic kesayangannya.

"Bye bye pak, saya duluan." Ia membunyikan klakson motornya ketika melewati pak Anton.

Dalam ia mengendarai Vespanya dengan kecepatan sedang sembari menikmati perjalanan yang masih menyisakan sedikit udara yang segar.

Jika di tanya kenapa ia tidak berangkat dengan kedua saudaranya, maka jawabannya adalah karena mereka tidak satu sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VIERRA (Buah Tanpa Pohon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang