Jenny dan Andin keluar dari mansion tepat pukul setengah delapan pagi. Saat keduanya terpapar angin yang sangat dingin, keduanya langsung menciutkan lehernya masing-masing. Sangat dingin!
Di dalam mobil, Andin memainkan ponselnya dengan bimbang.
"Kenapa tidak menelepon Sean?"tanya Jenny, lampu merah menyala dan dia pun melambatkan mobilnya dan berhenti, menunggu lampu hijau menyala.
Andin menggeleng, "Nanti saja. Sudah hampir jam sembilan, Sean pasti sudah berada di kantor."
Jenny mulai melajukan mobilnya, "Kau harus memberi kepastian padanya, Ndin. Ini adalah saranku sebagai sahabatmu. Terlalu menyedihkan buat Sean karena kau tolak terus. Jika itu aku, aku akan langsung menerimanya. Apa sih yang membuatmu tidak bisa menerima Sean? Kurang perhatian apa coba Sean padamu? lelaki yang mau berkomitmen serius dan bertanggung jawab sepertinya sangat sulit kau temui di zaman sekarang." kata Jenny, sambil memutar pelan setir ke kanan, berbelok di perempatan jalanan komersial yang padat, De Negen Straatjes.
Lingkungan ini mencakup sembilan jalan yang indah, yang pada saat ini banyak sekali turis lokal maupun manca negara berjalan-jalan ataupun berbelanja di butik-butik yang terletak di pinggir-pinggir bangunan yang tampak klasik dan antik.
Andin diam, mendengarkan.
"Aku hanya bisa memberimu nasihat ini Ndin, semua keputusan tetap berada di tanganmu. Apa pun yang kau pilih nantinya, aku akan terus mendukungmu. Dan aku percaya keputusan itu adalah apa yang menurutmu baik. Kita sudah sampai." kata Jenny mengakhiri pembicaraan. Jenny memarkirkan mobilnya di basement.
Beberapa outlet-outlet bermerk maupun lokal berdiri di kiri dan kanan sepanjang jalan di salah satu The Nine Street tersebut.
De Negen Straatjes ini terletak di daerah timur Jordan, distrik kecil tersebut jalannya dipadati beberapa kafe yang sudah buka, dan toko-toko barang antik maupun indie.
Orang-orang sibuk berjalan kaki di atas kavling dengan raut wajah cerah meski udara dingin membuat pipi dan hidung mereka memerah.
Andin yang sudah berada di depan butiknya, membuka pintu butik, dan seorang gadis berambut hitam legam sebahu menyambut kedatangannya dengan senyum cerah.
"Andin, kau datang? Pagi sekali." kata gadis keturunan asli Indonesia itu sangat ramah. Bibirnya terus tersungging senyuman yang menulari Andin juga Jenny.
"Bahagia seperti biasa, Ki. Apa sih rahasiamu, kelihatan senang terus?" tanya Jenny yang sangat penasaran.
Pasalnya setiap kali Jenny melihat Kiki, gadis yang baru berumur 19 tahun itu, kelihatan tersenyum terus.
Kiki terkikik mendengarnya, "Bersyukur, Jen. Aku selalu bersyukur di setiap kesempatan maupun keadaan. Tidak peduli betapa sulitnya hidup yang aku temui, aku menikmati dan menjalaninya. Lagipula, bersedih dengan banyak hal yang tidak kau senangi hanya akan membuatmu semakin gelisah. Apa aku benar?"
"Yah, baiklah. Kau selalu benar, aku curiga apa jangan-jangan kau ini seorang ibu-ibu yang melakukan bedah plastik yang berubah menjadi berkulit seorang gadis seperti sekarang. Jangan salahkan aku, watakmu tidak sesuai usiamu, Ki. Dan Andin pun pasti setuju dengan pendapatku." ucap Jenny sarkas.
Sedang Andin hanya memutar bola matanya mendengar keanehan sahabatnya itu.
Kiki tertawa, tidak membawanya ke dalam hati, candaan seperti ini sering dia jumpai di butik ini.
Karena sikap bijak inilah, yang membuat Andin mempekerjakan Kiki. Dia bukan hanya gadis belia yang manis dan ramah, namun aura yang dibawanya membuat orang-orang nyaman di sisi Kiki. Dan dia pun merasakan energi positif tersebut setiap harinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Musimnya Cinta
FanfictionMenceritakan tentang kisah cinta antara mantan atlet ice skating yang cantik dengan lelaki tampan yang berprofesi sebagai pengusaha developer real estate. Semua tokoh berdasarkan sinet Ikatan Cinta.