Lagi-lagi seperti ini, aku melihatnya dari jauh, bermain basket. Peluh-peluh keringat sudah hampir membuatnya terlihat seperti orang yang baru selesai mandi. Aku menggigit bibir bawahku, menahan hasrat untuk berlari ke tengah lapangan dan memberikannya sebuah handuk dan sebotol air minum.
Hahh, memang siapa aku? Bahkan aku yakin 99,99% bahwa dia tak akan mengenalku. Mana ada anak famous sepertinya mau repot-repot mengingat anak yang bahkan tidak membawa benefit baginya dan kehidupannya. Nah kan, selain seorang gadis cupu yang tidak famous ternyata aku juga seorang cewe sakratis.
Dan jangan lupakan kata pengecut yang harus memang terkait dalam diriku. Ya, dari kelas sepuluh, ah bahkan dari insiden itu, aku sudah menyimpan rasa padanya bahkan aku sudah memastikan bahwa ini adalah cinta, bukan sekedar kagum. Dia cinta pertamaku. Namun apa daya, sampai kelas sebelas semester dua ini pun aku tetap tak melangkahkan kakiku untuk meninggalkan gelar secret admire. Yah, masih mending secret admire yang bermodal untuk menaruh surat ataupun bunga di lokernya, sementara aku? Aku hanya memandangnya setiap jadwal basketnya, itupun memandang dari pintu masuk ruang olahraga indoor. Pengecut, eh?
Bukan apa-apa, aku hanya sadar diri bahwa aku bukan siapa-siapa jika disandingkan dengan puluhan-bahkan ratusan- perempuan di sekolah internasional ini, dan hampir semuanya menyukai si badboy tampan itu. Gimana bisa aku bersaing dengan mereka semua? Memikirkannya saja membuatku menundukkan kepalaku.
"Clau?"
Aku mengerjapkan mataku dan menengadah melihat seseorang yang memanggilku, Thia. Jess Clarynthia tepatnya. Hanya aku yang memanggilnya Thia, dan dia menyetujuinya. Sementara yang lain, memanggilnya Jess, ya anggaplah itu nama famousnya. Dia satu-satunya sahabatku yang baru masuk saat kelas sebelas. Yah bisa ditebak bahwa kelas sepuluhku adalah hal suram tanpa teman dekat. Thia cocok dengan kriteria sahabat yang sering kubaca di wattpad. Thia selalu terbuka denganku, bahkan aku yakin dia tak pernah punya rahasia dengank. Walaupun aku tak pernah mengeluarkan semua unek-unekku seperti dia, tapi dia tak pernah memaksaku untuk bercerita, itulah yang kusuka darinya.
"hoi, malah bengong, mana My LucKy man udah main belom?"
"Udah, udah banjir keringet malah" Ucapku membuat Thia terkekeh, dia habis ijin keluar untuk telepon, sebelumnya kami-ah lebih tepatnya hanya Thia- kesini untuk melihat LucKy man-nya.
My LucKy Man. Thia mencantumkan julukan itu kepada lelaki yang tengah bermain sebagai point guard basket SMA High Internasional School. Katanya, julukkan itu ia beri karna Si LucKy man-nya selalu membawa keberuntungan buatnya. Itu dimulai saat lusa sore, Thia yang sedang menunggu supirnya di halte sudah lebih dari dua jam, tapi saat si LucKy man datang dan berdiri tepat di sampingnya, tiba-tiba saja supirnya datang. Jika menurut kalian ini kebetulan? Ya, menurutku juga begitu.
Tapi kemarin pagi, Thia kembali bercerita bahwa mobilnya mogok di tengah jalan, sopirnya sudah mengotak atik selama 15 menit namun tak ada hasilnya, tetapi pas saat si LucKy man sedang jalan melewati mobilnya, pas sekali pak supirnya berhasil menghidupkan mesin. Dan yang ini membuatku sedikit mempercayainya. Ya, sedikit, karna aku masih berpikir realistis bahwa zaman sekarang sudah tak ada lagi orang ataupun barang pembawa keberuntungan.
Seperti seorang bijak bilang, That's not a lucky, that's bless.
"eh, eh tapi gue denger-denger dia itu ternyata badboy tau, Clau"
Ya, dia memang badboy. Si LucKy man-nya Thia adalah Prince Charming nomer satunya SMA HIS, calon kapten basket, jago berantem, anggota osis di bidang olahraga, sering mengikuti olimpiade bahasa inggris, sering bolos tapi yang mengherankan nilainya selalu diatas kkm dan dia juara umum jurusan IPS, sayangnya dia seorang PLAYBOY yang gak bisa menyandang kata single barang sehari aja. LucKy Man-nya Thia.
Luckas Nathanael Ellardion.
Nama famousnya; Nathan.
Kenapa aku mengetahui semua tentangnya? Karna dia adalah cinta pertamaku dan aku adalah secret admirenya. Intinya, aku dan Thia menyukai lelaki yang sama. Dan Thia sudah pasti tak mengetahui bahwa aku menyukai LucKy man-nya. Bukannya jahat, justru aku memikirkan perasaan Thia dengan berencana melupakannya, selain demi Thia, aku juga tak mau berharap lebih trus menerus. Tak mau lebih lama berperan sebagai pungguk yang merindukan bulan.
"hm"
"Eh Clau! Gue masih gak percaya lo udah hampir dua tahun sekolah disini, tapi gak kenal dia"
Aku bohong, Thia. Maaf.
"kamu kan tau aku kayak gimana orangnya"
Thia meringis pelan, "iya sih, ah lo sih kebanyakkan di perpus. Gue yakin, mbak Tuti pasti ampe muak liat lo kesana mulu tiap hari"
Aku memutar kedua bola mataku, dia selalu berkata seperti itu jika bersangkutan dengan perpus. Tapi aku yakin dia hanya bercanda, karna toh mbak Tuti selalu tersenyum saat aku datang dan membantunya merapikan perpus.
"eh, kamu gak mau mendekatinya?" tanyaku mengalihkan pembicaraan, tapi sialnya kata yang keluar dari mulutku membuatku menahan nafas, membayangkan bahwa cowo itu akan kembali melepas status singlenya(lagi) dengan sahabatku, entah kenapa dadaku malah berdenyut sesak. Yah walaupun sudah biasa, karna itu adalah efek samping saat mendengar statusnya menjadi 'berpacarang dengan'
"Maulah, tapi entar aja dimulai dari pestanya Dinda?" Ucapnya sambil menyeringai. Entahlah aku tak mengerti arti seringaiannya baik atau buruk tapi yang pasti saat ini aku hanya mengangguk-anggukkan palaku lemas.
"ehm, btw lo ikut kan ke pesta Dinda? Ayolah kali ini aja Clau, pesta si Rara semester kemaren aja lo gak dateng, masa gak dateng juga di pesta Dinda? Lagian gak ampe malem kok, Clau"
Sudah jelas, "Tidak"
Thia berenggut kesal karna tak pernah berhasil membujukku ke pesta. Bukan apa-apa tapi aku hanya tak suka keramaian. Sangat menganggu.
"Yaudah deh, ayok pulang!" Thia menyeretku ke halte, dan aku hanya bisa pasrah jika dia beralasan nebeng lagi, entah kenapa dia sering nebeng akhir-akhir ini. Aku bukan terbeban atau apa, hanya saja aku takut ada yang tidak beres dengan mobil pink hello kitty miliknya yang dua hari ini tak pernah dia bawa. Yasudahlah, dia pasti cerita sendiri. Toh, rumah kami satu arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Cry
Teen FictionCewe biasa yang jatuh cinta diam-diam kepada Prince Charmingnya SMA High Internasional School, dan Oh siapa sangka, jika cintanya terbalas?