Tangan menengadah menghadap langit-langit dan tubuh bergerak melantunkan irama suci di kesunyian malam. Sikap berdirinya seakan-akan yakin akan kemenangan yang harus ia raih. Aku—pendosa kotor rendahan—bersujud memohon kepada Sang Cahaya. Tubuhku bergetar menopang rasa cemas yang melumpuhkan. Di luar kesadaran, serangan mendadak menyerangku dengan buas. Makhluk dubius merasuki tubuhku dan mengalir di dalam darahku. Kuhirup napas sedalam mungkin hingga jantung membawa darahku ke seluruh tubuh. Ia hidup di sana membangun singgasana untuk bersenang-senang. Debaran jantungku semakin keras berlomba-lomba dengan lantunan irama suci yang sama kerasnya.Aku berharap Sang Cahaya setidaknya berusaha berbisik pelan dalam sujudku, "Panggilan suci-Ku tidak pernah salah. Aku memanggilmu sengaja karena memang begitulah seharusnya. Engkau makhluk yang hendaknya mencari dan meminta hanya dari-Ku Sang Cahaya yang suci. Ikutilah lantunan irama suci di dalam hatimu! Jangan berhenti. Jangan pernah."
Akan tetapi, ah, aku terlanjur tergoda dengan makhluk dubius yang tinggal di dalam diriku! Buah terlarang sudah terlanjur kugigit bersamaan dengan lantunan irama suci yang terhenti secara mendadak atau memang sejatinya sengaja aku hentikan. Malam itu pikiranku membentuk gumpalan-gumpalan kecil berupa awan kelabu yang berkabut. Makhluk dubius yang terkutuk telah mengambil alih kesadaranku, memakan bangkai tubuh ini hidup-hidup. Tubuhku perlahan mulai lumpuh, awan kelabu menghiasi kesunyian malam, dan daya pikirku melemah hingga rasanya akal sehatku telah direnggut habis-habisan oleh makhluk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggilan Suci
SpiritualAku berharap Sang Cahaya setidaknya berusaha berbisik pelan dalam sujudku, "Panggilan suci-Ku tidak pernah salah. Aku memanggilmu sengaja karena memang begitulah seharusnya. Engkau makhluk yang hendaknya mencari dan meminta hanya dari-Ku Sang Cahaya...