11 Is it Fate?

94 11 9
                                    

Takdir itu lucu, suka bermain-main dengan hidup manusia. Mungkin mereka menikmati saat-saat orang yang menderita karenanya, tertawa saat orang-orang terpojok karenanya, turut bahagia saat mempertemukan dua insan yang tak seharusnya bertemu.

Ketika ada pengharapan, kadang kala sang tak takdir tak mau repot campur tangan. Memilih menjadi penonton setia di pojok sana, mungkin juga sambil menikmati berondong jagungnya dan segelas cola. Meski banyak yang mengumpat kejam, mereka tak peduli. Sebab bukan mereka yang punya hati.

Lantas sekarang, apa yang hendak mereka lakukan pada kedua orang ini?

***

"Duh, artis mau syuting. Besok pake baju apa, yaa?" cicit seorang perempuan, mendadak centil. Siapa lagi yang suka cuap-cuap kalau bukan penghuni sebelah meja Tara, Reni.

"Ya elah, direkam buat profile kantor doang, pake baju kayak biasa lo ke kantor, lahh. Masa iya, lo mau pake ball gown?" Maya yang berada di sisi kiri meja Tara berceletuk.

Reni langsung dumel membalas perkataan Maya. "Nggak ball gown juga, Maemunah! Dikira gue mau fashion show?!"

Tara yang posisi mejanya menengahi kedua wanita tersebut, kadang-kadang pusing dengan cicicuit mereka. Tapi tanpa kehadiran kedua wanita itu, hari-hari di kantor jadi hampa. Maka yang bisa ia lakukan tiap kali Maya dan Reni berdebat hanya tersenyum lelah, pasang earphone, atau tebalin kuping alias pura-pura tuli.

"Makanya nggak usah jadi ratu rempong! Kita bukan jajaran eksekutif, kena sorot ujung rambut aja udah bagus," kata Maya menimpali.

Omong-omong soal syuting dan sorot, kali ini yang diributkan mereka adalah dokumentasi untuk company profile yang diadakan mulai besok. Dua hari lalu semua pegawai termasuk tim produksi dikumpulkan untuk meeting sebelum pulang. Rapatnya tidak berlangsung lama. Hanya sebuah pengumuman kepada para pegawai.

"Coba tolong perhatiannya sebentar." Suara Fendi, manajer mereka yang tegas dan berwibawa, menjadi pembuka satu sore itu.

"Belum lama Pak Dany bilang mau bikin company profile sekaligus dokumentasi buat kantor kita, berupa video dan foto. Katanya semua sudah diatur dan disiapkan. Jadi besok lusa kita bakal kedatangan tim dokumentasi. Saya harap semua meja rapi, kantor bersih, yang mau dandan silakan," jelas Fendi lagi.

Para pegawai mulai riuh berbisik-bisik. Campuran gelombang suara yang tidak terdengar jelas seketika mengudara.

"Tolong tenang dulu. Dokumentasinya ini selama dua hari. Jadi tolong, jaga keadaan kantor benar-benar rapi. Hasil videonya akan masuk website dan Youtube perusahaan," Fendi menambahkan. "Udah, itu aja."

Begitulah yang diumumkan, hingga beberapa pegawai wanita sibuk membuat bookingan di salon untuk hair spa, maskeran, meni-pedi, dan sebagainya. Tetapi Tara tidak termasuk. Seperti yang Maya bilang tadi, mereka hanya staf biasa, paling-paling cuma disorot selewatan saja. Atau malah cuma kebagian mejeng punggung. Jadi Tara tidak ambil pusing dan langsung pulang seperti biasa.

Tetapi pada hari dokumentasi, Tara dibuat terbengong-bengong sejak menginjakkan kaki di ruangan. Yang biasa datang di jam pas-pasan atau bahkan telat seperti Mawar, sudah duduk cantik di bangkunya. Nyaris semua teman-teman kantor Tara berpakaian kelewat rapi.

"Kalian ..." Tara sampai kehilangan kata-kata.

Ada yang memegang cermin untuk mengecek penampilan, ada juga yang menggunakan kamera depan ponsel sekalian selfie. Tidak terkecuali Maya, si pengkhianat.

Ke mana Maya yang bilang 'pakai baju kayak biasa aja ke kantor'?

"Pagi, Tara ..." sapa beberapa staf dekat mejanya.

ANNOYING ROOMMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang