Chapter 1

85 7 0
                                    

Abin kecil dengan penuh semangat berlari ke jalan raya menghampiri penjual permen kapas diseberang jalan.

"Abang, Abin mau permen kapas" ucapnya sambil menoleh ke arah sang kakak, Asta, yang tertinggal di belakang sana.

"Abin, tungguin abang, jangan menyebrang sendirian" baru saja Asta mengatakan itu, seketika terdengar suara yang keras. Abin tertabrak mobil ketika hendak menyeberang.

"ABIN!!!"

Abin terbangun dari tidurnya dengan badan penuh keringat. "Lagi-lagi mimpi itu" ucapnya sembari mengelap keringat di keningnya.

"Mas Abin sudah bangun mas? Bibi bawakan sarapan" ucap Bi Nur yang merupakan ART di rumahnya.

"Iya, Bi. Masuk aja" Bi Nur yang mendengar persetujuan dari Abin pun segera masuk. Melihat Abin yang sedang duduk di ranjang dengan baku yang basah, Bi Nur pun tersenyum tipis. "Mas Abin mimpi lagi?" Abin yang mendengar itu hanya menjawab dengan anggukan kecil.

"Tidak usah dipikirkan, mas, lebih baik mas Abin siap-siap untuk ke sekolah sekarang. Setelah itu makan sarapannya"

"Iya, Bi.

Setelah Bi Nur pergi, Abin menatap sandwich yang dibawa Bi Nur tadi dengan tatapan sedih. "Abin kangen masa-masa itu, Bi" ucapnya lirih.

Setelah bersiap dan memakan sarapannya, Abin segera berjalan menuruni tangga untuk menyapa keluarganya di meja makan. Baru berjalan beberapa langkah, ia dapat mendengar keluarganya yang tengah berbincang di meja makan.

"Wahh, anak mama ternyata populer, bangga banget dehh"
"Jadi gimana? Kamu nerima ajakan jalan cewe itu?"
"Jangan diterima, nanti Nasya cemburu"

Kira-kira seperti itulah perbincangan keluarganya yang Abin dengar. Dapat ia simpulkan kalau abangnya sedang menceritakan ada gadis yang menyukainya dan mengajaknya untuk jalan. Mama dan papa juga mendengarkan ceritanya dengan antusias penuh. Melihat itu membuat Abin mengurungkan niatnya untuk menyapa mereka. Ia memilih untuk langsung pergi saja tanpa berpamitan.

"Abin, sini dulu" ucap Amora, mamanya ketika ia melihat Abin turun dari tangga. Abin pun yang niatnya ingin langsung pergi saja, memilih untuk berjalan menuju meja makan.

"Ada apa, Mah?"

"Kamu dekat sama Nasya?" Tanya Amora langsung.

"Iya"

"Mulai sekarang jangan dekat-dekat dengan dia" Sambung Roni, papanya.

"Mah, Pah, apaan sihh, Asta seneng kali kalau Abin deket sama Nasya, Gak usah dengerin Mama Papa, yah, Bin" ucap Asta sang kakak.

"Aku gak bakal deketin kak Aysa lagi kok, tenang aja, aku pamit ke sekolah dulu" baru saja Abin membalikkan badannya, Amora kembali memanggilnya. "Abin, kamu ingat kan hari ini ulang tahun nenek?" Tanya Amora dan Abin yang mendengar itu hanya diam ditempatnya tanpa berbalik sedikitpun.

"Gak usah datang, kamu di rumah saja" sambung Amora.

"MAMA!!" Asta yang mendengar itu langsung menggebrak meja sampai membuat Roni dan Amora kaget.

"Iya, Abin gak datang" ucap Abin setelah itu ia pun pergi dari sana.

Abin terus mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang. Ini masih pagi jadi dia tidak perlu khawatir akan terlambat. Setelah beberapa menit mengayuh sepedanya, Abin berhenti di depan sebuah rumah dengan dua lantai dengan pagar berwarna putih. Ia segera mengambil ponselnya di tas lalu mengetikkan sebuah pesan disana.

Abin
Kak, aku udah
Di depan


Kak Asya
Okee tunggu,
Gue turun sekarang

Rumah Ternyaman Untuk Abin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang