Bagian 1

5 1 0
                                    

Aku tersenyum melihat bingkai foto yang kini berada di genggaman tanganku. Ku usap halus sembari terus mengingat-ngingat siapa saja yang ada dalam foto tersebut. Hingga akhirnya mataku berhenti pada satu sosok pria yang tak asing, dia kakak kelas sekaligus seseorang yang pernah dekat denganku.

Seketika perasaan yang tidak bisa aku definisikan muncul, seolah-olah ingin membawaku kembali pada masa masa itu. Bayangan tentang peristiwa manis yang pernah kami lalui mulai bermunculan kembali. Dan sialnya membuatku ingin mengulang lagi.

Ah, mari ku ceritakan sedikit dari kisah masa lalu kami. Yang sebenarnya tidak terlalu manis, tapi rasanya jika harus di lupakan juga sangat aku sayangkan.

☆☆☆☆

5 tahun yang lalu, tepat saat aku lulus dari SMP. Aku ikut ujian di beberapa SMA yang sudah dari lama aku inginkan, plus satu sekolah hasil rekomendasi dari ibuku. Yang sebenarnya sekolah itu tidak menjadi salah satu impianku, karena yang aku dengar sekolah itu terlalu agamis hehe.

Bukan pesantren sebenarnya, hanya sekolah sma seperti biasa tetapi pelajaran tentang agamanya lebih banyak. Alasanku tidak mau masuk kesana sebenarnya bukan karena aku malas bertemu dengan pelajaran agama, hanya saja aku ingin merasakan bagaimana rasanya bersekolah di sebuah sekolah negeri.

Sebab dari dulu, bahkan sejak tk orang tuaku selalu saja menyekolahkanku di sekolah swasta. Dan menentang keras ketika aku bilang ingin sekolah di sekolah negeri. Padahal menurutku harusnya mereka bangga punya anak yang ingin masuk sekolah negeri, karena pasti biayanya akan lebih murah hehe.

Ku seret lemas kakiku dengan mulut yang terus menggerutu sambil mengikuti langkah ibu. Hari ini jadwalku untuk tes masuk ke sekolah pilihan ibu. Malas sebenarnya, tapi akan jauh lebih malas kalau nantinya harus mendengarkan ibu ngomel ngomel karena tidak di turuti kemauannya.

Sesampainya disana, ibu menyuruhku untuk menunggu di depan ruang kelas yang sebelumnya sudah ibu beri tahu padaku. Sedangkan ibu, malah asyik mengobrol bersama salah satu guru yang ada, ternyata itu teman lamanya. Pantas saja mereka terlihat begitu akrab.

Tak lama setelah aku menunggu di depan kelas itu, namaku di panggil oleh siswi perempuan yang sepertinya bagian dari panitia tes kali ini.
Aku masuk ke salah satu ruangan disana, ruang kelas nomor 6.

Masih terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang kulihat sedang sibuk membaca buku yang mereka bawa. Pikirku, mungkin mereka sedang mereview materi yang akan muncul di soal-soal tes nanti.

Tak lama, suara langkah sepatu mulai terdengar mendekat. Nampaklah dua orang berjas merah masuk kedalam kelas. Tak lupa disusul dengan suara desisan pintu kayu yang baru saja ditutup.

Mataku tertuju pada salah satu dari mereka. Laki-laki berjas merah, dengan rambut rapih dan mata elangnya. Kulitnya putih bersih, disertai dengan beberapa bekas jerawat yang terlihat sedikit memerah di pipinya. Tidak terlalu tinggi, namun matanya yang tajam membuat ia terkesan seperti orang yang menyeramkan dan dingin.

Mata kami tak sengaja bertabrakan, beberapa detik hingga aku yang lebih dulu memutuskan. Ah aneh sekali, mengapa rasanya jantungku berdetak lebih cepat dan tidak karuan.
Aku menarik nafas sembari menetralkan detak jantungku agar kembali normal, sambil meremas rok yang ku pakai agar rasa gugupku agak sedikit memudar.

Tak lama suara intrupsi dari depan memudarkan sedikit fokusku, ternyata dia yang berbicara

"Halo teman-teman, selamat pagi"

Ucapnya, sambil menatap ke depan tanpa disertai senyuman. Ah pasti ini tipe-tipe kakak kelas yang sombong, pikirku. 

Tak lama menjeda, ia kembali bersuara

" Perkenalkan nama saya Muhammad Zulfi Kautsar, biasa di panggil Zulfi. Dan disebelah saya ada teman saya yang bernama Farhan" ucapnya sambil menunjuk salah seorang yang berada tepat di sebelahnya

"Haloo teman-teman, saya Farhan Alfian. Kalian bisa panggil saya Farhan atau Fian." Ujarnya sambil menampilkan senyuman lebar.

Sepertinya kak Farhan ini memang tipe kakak kelas yang supel dan juga ramah, tidak seperti Kak Zulfi yang menurutku dominan lebih pendiam dan jika ada sesuatu yang tidak penting mungkin ia tidak akan banyak bicara.

"Kami berdua ditugaskan menjadi perwakilan anggota osis yang akan membersamai kegiatan kalian pada pagi hari ini. Seperti yang teman-teman ketahui hari ini kita akan melaksanakan beberapa test untuk menentukan siapakah diantara teman-teman yang nanti bisa menjadi bagian dari sekolah ini". Suara Kak Zulfi kembali kudengar

Dia terus berbicara, tapi aku lupa dia berbicara apa saja. Hingga akhirnya dia membagikan kertas ujian beserta dengan soal yang sedari tadi dipegang. Aku yang duduk di bangku paling depan, otomatis akan menjadi orang pertama yang menerima soal yang dia bagikan. Lalu akan aku bagikan kembali ke orang orang yang ada di belakangku.

Saat dia mendekat dan memberikan kertas, perasaanku kembali terasa seperti sebelumnya. Tapi ku coba ku tutupi dengan senyum dan tangan yang bergetar saat menerimanya.

"Terimakasih kak" ucapku sambil menunduk"

"Sama sama, kerjakan yang benar dan teliti ya."

Ucapnya sambil terus mempertahankan raut wajahnya yang datar.

Aku ambil satu lembar kertas soal beserta dengan kertas jawabannya, setelahnya baru aku mulai membagikan ke belakang dan mengerjakan soal yang telah berikan.
Aku baca dan kerjakan satu persatu soal-soal yang tertulis disana, sambil sesekali mencuri-curi pandang padanya yang sedang duduk di depan sambil berbicara dengan ka Farhan.

Saat semua soal selesai ku kerjakan, ku masukkan semua alat tulisku ke dalam tas, lalu berdiri sambil menenteng tasku sebelum melangkah ke depan dan mengumpulkan lembar soal.

Ku letakkam lembar soal dan jawabanku di meja yang berada persis di hadapannya, membuat dia yang sedang berbicara mendongkakan kepalanya melihatku. Beberapa saat ia membolak-balikan kertas jawabanku hingga akhirnya bertanya

" udah yakin sama jawabannya?"

"Sudah kak" jawabku

"Yakin?" Sekali lagi dia memastikan

"Yakin kak" jawabku dengan penuh keyakinan

"Yasudah, kalau kamu sudah selesai. Kamu boleh keluar. Tapi ini jangan lupa, catat dulu nomor handphone kamu disini, biar masuk grup kelas ini" katanya sambil menyodorkan secarik kertas.

Dengan bingung aku ambil kertas yang dia berikan sembari melemparkan pertanyaan

"Grup apa memangnya kak?"

"Ya grup kelas ini, dua hari kedepan pengumuman tes pertama bakal di umumin. Soalnya abis itu bakal ada psikotest. Jadi nanti di grup ini bakal di share semua tentang informasi psikotest nanti" jawabnya dan kurespon dengan oh saja.

Mulai ku tuliskan beberapa digit angkat disana, nomorku. Kembali ku serahkan setelah selesai padanya sambil berpamitan untuk keluar kelas duluan

"Ini kak, saya pamit duluan" ujarku sambil menunduk

"Eh sebentar" katanya membuat langkahku tertahan

"Kenapa ka?"

"Siapa nama kamu?" Tanyanya sambil menatap

"Eh, nama saya kak?"

"Iya, nama kamu"

"Salsabila Natasya, panggil aja Caca kak" ucapku sambil sedikit kebingungan 

Ia mengangguk lalu sedikit ku dengar suara ia berdesis

"Hati-hati di jalannya ya, Caca"  Katanya sambil tersenyum tipis.

Laki - Laki di ruang 6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang