"Alam semesta berada dibawah kendaliku, kekuatan agung ini adalah simbol kebesaran ku, tundukkan kepalamu kepada sang suci ibu dari seluruh kehidupan, yaitu aku. " -Aqiel'Leardo Kaidan
Tinggalkan jejak vote and comment
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-Tandai jika ada typo- . . Happy reading . .
"Hei tenanglah aku bisa membuat kita tiba di ibu kota dengan cepat dan sat set."
"Bagaimana cara nya, kami tidak memiliki gulungan teleportasi lagi."
"Aku tau, kalian pegang erat kedua tanganku dan pejamkan mata kalian."
Mendengar perintah Aidan membuat keduanya sedikit ragu namun tetap melakukannya, Aidan melihat sekelilingnya dirasa aman dirinya langsung saja membuat lingkaran waktu yang dimana mirip dengan teleportasi namun dapat memindahkan lebih dari satu objek berbeda dengan teleportasi yang hanya dapat memindahkan satu objek.
"Portal waktu."
Sebuah lingkaran jam berputar diatas tubuh mereka bersamaan dengan cahaya kuning yang menyelimuti tubuh ketiganya dan menghilang.
TAKK
BRUUKK
"Hump!.. Hueekk! "
"Hahh.. Hah... "
BRUKK!!
Ketiganya berhasil mendarat dengan sempurna, baik Aidan, Darell maupun Ashter ketiganya sama sama merasa mual, pusing dan lemas. Aidan sendiri sungguh tidak tahu jika efeknya akan seperti ini.
"Hah.. Hah.. Apa itu tadi, rasanya tubuhku seperti tersedot." Darrel terduduk lemas di atas tanah sembari menetralkan deru nafas ya.
"Huekk!.. Uhmp! Itu tadi sungguh pengalaman terburuk yang pernah saya alamin." Ashter kembali memuntahkan isi perutnya.
Sedangkan Aidan hanya tersenyum lebar dan menggaruk lehernya yang tak gatal.
"Ehehe... Maaf, kan yang penting kita bisa cepat sampai." ucap Aidan dengan wajah tanpa dosanya.
Setelah mengeluarkan seluruh isi perut mereka, dengan sedikit lemas akhirnya ketiganya kembali melanjutkan perjalanan mereka hingga netra mereka menatap sebuah tembok besar yang dijaga oleh para kesatria, ah ibu kota. Ternyata benar mereka sampai dengan sangat cepat dan itu semua berkat bantuan Aidan.
Saat ketiganya ingin memasuki gerbang, salah satu prajurit yang bertugas menjaga gerbang menghampiri mereka.
"Tunjukkan tanda pengenal kalian." lalu Ashter menunjukkan plakat yang memiliki ukiran pedang dan naga hitam. Simbol dari keluarga bangsawan Dexterville.
Penjaga tersebut membulatkan matanya dan menunduk, memberi salam.
"Salamm.. Kepada duke muda Dexterville, ma-maafkan saya yang tidak mengenali anda." ucap penjaga tersebut dengan terbata bata.
Darell hanya mengangguk dan mulai memasuki ibu kota, Ashter dan Aidan berjalan dibelakangnya.
Aidan terpukau menatap keindahan ibu kota kerajaan Amoraxe. "Ini sangat indah... Bahkan udara nya sangat segar tanpa adanya polusi maupun asap kendaraan." batin Aidan
Darell menatap Aidan yang tampak berbinar menatap keramaian yang ada, ia tersenyum tipis melihat betapa senang ya dirinya.
Aidan sendiri menatap suasana ibu kota yang sangat ramai, banyak aneka barang dan makanan yang belum pernah Aidan lihat dan udara yang bebas dari asap polusi dan kendaraan yang berlalu lalang kini hanya ada udara segar dan kereta kuda sebagai alat transportasi.
Hingga lagi dan lagi Aidan dibuat takjub akan bangunan didepannya, sebuah kastil istana yang sangat besar namun baginya yang hidup dizaman yang serba dikelilingi bangunan megah cukup merasa biasa saja namun tetap merasa takjub.
Aidan terus berjalan mengikuti kemana Darell melangkah, mata nya fokus menatap setiap interior istana yang ia masukin, Aidan akui bangunan tersebut sangat indah bahkan memiliki taman yang sangat luas.
Kini ketiganya telah sampai didepan pintu besar yang dilapisi oleh emas dan dua kesatria yang berjaga langsung membukakan pintunya mempersilahkan mereka masuk.
Ruangan yang dipenuhi oleh para bangsawan yang hadir dan juga satu orang yang memakai pakaian yang berbeda dengan duduk diatas kursi singgasana yang terdapat dinding kaca dengan ukiran matahari.
"Kami memberi hormat kepada sang matahari, pemimpin tanah suci Amoraxe semoga dewa matahari selalu menyinari anda. " dengan serentak Darell dan Ashter mengucapkan salam kepada sang penguasa, namun berbeda dengan Aidan. Ia hanya diam dan menatap tanpa ada niat.
Suasana menjadi hening setelahnya, baik Darell maupun para bangsawan yang hadir didalam ruangan tersebut menahan nafas mereka, bagaimana tidak Aidan sama sekali tampak tidak peduli meskipun nyawanya berada diujung tanduk.
SRINGG!
"Beraninya kau yang rendahan tidak memberi salam kepada yang mulia raja." sebuah pedang dingin yang diarahkan kepada Aidan tidak membuatnya takut melainkan menatap pria didepannya.
Semua orang yang hadir menatap Aidan dengan berbagai pandangan. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara dan lebih memilih melihat apa yang akan terjadi antara Aidan dan Lucas tangan kanan raja.
Aidan sendiri hanya diam hingga hal yang mengejutkan terjadi dimana dirinya menyentuh ujung bila pedang Lucas dan seketika pedang besi tersebut berubah menjadi es dan hancur.
KREAK
PYARR
Pedang tersebut retak dan hancur hanya dengan sekali sentuh oleh Aidan. Semua orang yang hadir terkejut melihat bagaimana Aidan menghancurkan pedang tersebut hanya dengan sekali sentuh.
Melihat pedang kesayangannya hancur dengan mudah membuat Lucas marah namun sebelum ia melampiaskan amarahnya lehernya terasa tercekik bahkan tubuhnya terasa ditimpa beban yang berat.
Menatap Aidan yang mana dirinya sudah lebih dulu ditatap oleh iris biru yang menatap tajam dirinya.
"Beraninya kau mengarahkan pedang mu padaku, kau menyebutku rendahan bukan? Padahal sang rendahan ini datang dengan maksud yang baik loh tapi apa yang aku dapat kan, hanya hinaan yang menyakitkan. " ucap Aidan dengan dramatis bahkan ia mengelap matanya yang tidak ada air matanya.
"Ah Darell sepertinya aku menarik ucapanku tadi, aku menolak menyembuhkan putra mahkota kalian, toh kalau mati bukan aku yang rugi. "
"Ah coba aku hitung yah, 1.. 7.. 20.. Ah benar, hanya tersisa 26jam dan setelahnya racun itu akan memakan hidup hidup dirinya dan dia akan mati. " entah bagian mana yang lucu namun Aidan tertawa saat menyebutkan kalimat tersebut.
Menatap tajam Lucas yang terlihat tersiksa Aidan lebih memilih untuk meninggalkan ruangan tersebut, lagian dirinya sudah tidak ada urusan apapun.
Saat Aidan ingin melangkah keluar, seorang pria berlutut dan memohon kepada nya.
DUK
"Tuan saya mohon ampuni bawahan saya, saya mohon selamat putra saya, saya akan menuruti apapun kemauan anda asalkan anda bisa menyembuhkan putra saya, saya akan memberikan apapun yang anda mau."...