Termenung duduk di salah satu kursi tunggu sendirian tanpa seseorang disebelahnya dengan hati yang gundah. Jari jemarinya tidak henti-hentinya mengusap dan bergerak dengan gusar, yang menggambarkan bahwa tidak ada ketenangan yang menyelimuti nya selama dua jam terakhir.
Tulisan LED diatas pintu ruang operasi itu sama sekali belum padam sejak tiga jam operasi dijalankan. Gadis berusia dua puluh empat tahun itu tidak henti-hentinya memanjatkan doa kepada yang diatas untuk keselamatan seseorang yang ada didalam sana.
Gracia menatap kosong ke arah tembok kosong yang bersebrangan dengannya. Tatapan nya sudah tidak ada artinya lagi, dalam hati ia bingung harus melakukan apa dan berkata apalagi atas peristiwa yang terjadi malam ini. Semuanya terdengar gila, bahkan bagi dirinya sendiri.
Seseorang yang selama ini selalu ada untuknya, selalu ada ketika ia dalam masa kesulitan menghadapi suatu persoalan secara external maupun internal. Seseorang yang sudah ia anggap sebagai sosok figur kakak baginya, kini sedang dalam ambang batas hidup dan matinya di dalam ruang operasi.
Dua jam yang lalu ia masih dengan tenang duduk di ruang rekaman dan sedang menyiapkan nafas untuk kembali merekam lagu terakhir single album miliknya. Namun, semua itu terpecah sudah. Mendengarkan berita dari salah satu staff yang mengatakan Veranda mengalami kecelakaan membuat nya seketika kalang kabut.
Tanpa berpikir panjang, Gracia segera melepas jiwa raganya di ruang rekaman dan tubuhnya secepat mungkin melaju ke rumah sakit, tempat dimana Veranda dilarikan.
"Gracia!"
Gracia menoleh ke arah suara yang memanggil nya dengan nada menggema dari lorong rumah sakit ini. Ia segera beranjak dari kursinya dan memeluk seorang wanita paruh baya yang berlari kearah nya dengan wajah penuh air mata.
Sudah tak bisa lagi menahan perasaan yang mencekik dirinya sendiri, akhirnya air matanya kembali keluar untuk kesekian kalinya. Sebuah lirihan kini terdengar.
"T-tante, kak Ve-"
"Stt.. Yakinlah, dia pasti baik-baik saja." Wanita yang sedang ia peluk saat ini merupakan ibu dari Veranda. Wanita itu datang jauh-jauh dari luar kota saat mendengar putri semata wayang nya mengalami peristiwa yang begitu menyakitkan, tentu saja bagi seorang ibu seperti Reyna.
Reyna mengelus punggung Gracia dengan halus dan lembut, membuat tangis Gracia yang terdengar begitu memilukan itu semakin menjadi-jadi. Sampai suara pintu yang kini berada di belakang mereka terbuka, membuat Gracia segera menarik diri dari pelukan.
Tak berbeda jauh dengan Reyna yang segera menghampiri seorang dokter dengan jubah operasi nya keluar dari dalam ruangan operasi. Dengan air muka tak tenang, segera ia bertanya mengenai putrinya.
"Dok. Gimana keadaan anak saya? Dia baik-baik saja, kan?" Pertanyaan Reyna segera menyergah.
Gracia menatap penuh harapan pada dokter tersebut. Berusaha untuk menguatkan seluruh hatinya untuk mendengar berita yang akan keluar dari mulut sang dokter.
Ketika dokter tersebut mengalihkan pandangan kepadanya, dan melakukan kontak mata dengannya selama beberapa detik, disitulah Gracia sudah tidak menemukan lagi harapan yang tergambar. Hingga pada akhirnya dokter tersebut menundukkan pandangan nya, dan menggeleng.
"Kami segenap pihak rumah sakit berduka cita atas kepergian putri Anda. Maafkan kami, kami sudah melakukan yang terbaik."
.
.
.Hari permakaman terjadi di pagi harinya. Seakan alam juga mendengarkan kabar akan ada sesuatu yang menyedihkan terjadi, langit pun ikutan muram. Awan mendung menyelimuti langit biru diatas sana. Tak ada lagi sinar matahari yang terlihat menyinari permukaan bumi pada hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Señorita
RomanceKehilangan sosok kakak dalam hidup Gracia memang membuat nya begitu terpuruk. Namun, tidak ia sangka bahwasanya kejadian itu kembali membuka kenangan lama yang sudah tidak ada dalam memori nya selama ini. "Siapa kamu?" - Gracia "Ge, kamu tidak ingat...