Enambelas

35 10 102
                                    

Saka

Hana sekarang mulai menemukan hobi baru selain belajar. Dia mulai melipat origami. Aneh banget, padahal ada gue yang bisa dia pandangi tapi dia malah milih kertas warna warni itu. Dia lagi bikin bangau bangau kecil warna warni.

Sekarang setiap hari kebiasaan kami emang nongkrong di warung mpek mpek Mbak Windi. Itu karena Hana nggak mau gue ganggu kalau di sekolah. Jadi dia janji kalau pulang sekolah bakal selalu bareng gue dan kita bakal makan mpek mpek Mbak Windi.

Nggak tiap hari juga sih kami makan mpek mpek, bisa bisa panas dalem. Kadang cuman beli esnya aja, kadang beli indomie, kalau indomie gue aja sih soalnya Hana nggak boleh kata Mamahnya. Nggak ngerti gue, kenapa cewek umur 17 tahun masih banyak nggak bolehnya.

Dia hari ini makan roti tawar seperti biasa. Pinggirnya dulu yang dimakan baru tengahnya. Lalu kalau sudah habis dia lanjut melipat origami.

"Helowww ada gue loh di sini!" ucap gue akhirnya sambil melambai lambaikan tangan di depan wajahnya.

"Apa sih Sak, nih gue setelin lagu ya buat lo, jangan ganggu gue main origami." Hana malah membuka Youtube, menyetel kembali lagu Payung Teduh, Di Atas Meja.

"Kenapa lagu sedih ini!"

"Kan udah gue bilang lo paling cocok sama lagu ini!" sewot Hana.

"Nggak ya, emang tiga bulan begini gue pernah seharipun lupain lo?"

"Katanya kan cowok emang cuman ngejar tiga bulan doang, love bombing."

"Siapa sih yang bilang gitu? Sini gue samperin!"

"Gaya banget!"

"Han Han, tinggal terima gue apa susahnya."

"Sak Sak tinggal berhenti ngejar gue aja apa susahnya."

"Kok lo jahat, katanya lo izinin gue ngejar lo!" protes gue lagi.

Hana mendecak, menyerahkan satu origami bangau berwarna putih untuk gue. "Nih nih buat lo, diem ya jangan gangguin gue."

Gue mendecih saja, tapi tetap memasukkan bangau kertas tadi ke kantong seragam gue.

"Minta dong yang warna kuning," ucap gue sambil menyodorkan tangan, Hana dengan cepat menyerahkan satu buah kertas origami berwarna kuning. Cewek ini beneran nggak mau diganggu.

Gue mulai cengengesan, ikutan membuat origami berbentuk love dengan kertas kuning tadi.

"Hai, terimalah hatiku." Gue menyodorkan origami tadi ke Hana.

"Alay!" ucapnya sembarangan, tapi tetap dia ambil tuh origaminya. Gue perhatikan lagi rautnya.

Eh, pipi Hana memerah.

"Han jangan gengsi gitulah kalau udah mulai naksir gue," ucap gue meledek. Telunjuk gue mulai menoel noel bahunya.

"Nggak ya!" Hana mundur, menyimpan origami gue di tasnya.

Gue mulai bosan. Biasanya memang gue sering menemani Hana belajar sih kalau sore begini. Kadang gue hanya memandangi wajahnya, kadang gue main ml, kadang gue moto motoin dia, lebih sering sih mainin apa yang ada di kotak pensilnya.

Gue kembali mengeluarkan sticky note bergambar koala jelek dari kotak pensil Hana. Menuliskan 'Han lo kapan mau jadi pacar gue?' lalu dengan iseng menempelkan di dahinya.

"Apa sih Saka!" Hana melepaskan kertas tadi begitu saja tanpa membacanya. Cewek itu kembali melipat origami.

Gue dengan iseng kembali menuliskan 'Cewek ini punya Saka' lalu kembali menempelkan di dahinya.

Hana mendecak, merebut sticky note dari tangan gue lalu ikutan menulis di sana. Gue maju mengintip, tapi Hana malah menutupi dengan tangannya. Lalu setelah menulis ia ikutan menempelkan sticky note di dahi gue.

Gue meraihnya, melihat tulisan 'awas ada playboy kelas kakap!' di sticky note tadi. Gue terkekeh, mungkin dia pikir gue akan kesal. Padahal jantung gue makin nggak karuan karena dia. Lucu banget sih Han!

"Hey mana ada playboy, di pikiran gue kan cuman ada lo!"

Hana nggak menjawab, dia lanjut menulis sesuatu lagi di sticky note lalu kembali menempelkan di dahi gue.

'Saka Kepedean Wahyu, juara satu ngomong tanpa mikir dulu.'

"Tapi juara juara satu di hati lo juga kan?" ledek gue, Hana cuman mendecih.

"Lo kok nggak pernah latihan renang sih?"

"Cie mulai perhatian," ledek gue lagi.

"Gue nanya karena males aja harus ketemu lo tiap hari."

"Jahat!"

"Kok gue liat lo cuman latihan weekend doang, emang boleh ya mau lomba tingkat nasional nggak latihan?"

"Lombanya diundur jadi Maret tahun depan. Gue malem juga latihan kok!"

"Lah nggak masuk angin? Kenapa nggak pulang sekolah aja?"

"Kan gue mau ketemu lo."

Hana diam lama, ia terlihat berpikir. Lalu tiba tiba Hana mulai mengemasi origami dan sticky note kami. Dia masukkan dalam kantung plastik bening.

"Lo mau kemana?" tanya gue bingung.

Hana menatap gue, seperti ingin bicara tetapi ragu untuk membuka mulutnya. Meski akhirnya ia tetap membuka mulut. "Lo kenapa sih sampai segitunya, kadang gue sampai ngerasa kalau lo serius sama gue."

"Kan memang," jawab gue cepat. Gue nggak mengerti semeragukan apa diri gue sampai Hana nggak pernah percaya gue naksir dia beneran.

"Yaudah sekarang lo mau ngapain?"

"Hah apanya?" tanya gue bingung, takut juga sih Hana tiba tiba natap gue tepat.

"Ya lo kan mengorbankan waktu lo buat gue, jadi gue akan kooperatif, lo mau kita ngapain?"

Oh, cewek ini sepertinya ngerasa bersalah karena gue jadi latihan malam tiap hari. Padahal kan emang gue nggak mengorbankan apa pun, ini kan emang kemauan gue. Sejauh gue mengenalnya, Hana memang orang yang sangat menghargai waktu. Tiap kita janjian, dia nggak pernah tuh telat. Padahal gue tahu sesebel apa dia sama gue dulu.

Biasanya kalau makan mpek mpek dan gue dianggurin karena dia belajar pun gue nggak keberatan. Dia mau pulang bareng gue aja gue udah seneng. Kalau nggak belajar juga dia tetep ngobrol dengan gue meski isinya berantem dan bujukan supaya gue kuliah. Baru hari ini aja tuh dia mainan origami. Meski galak begitu, Hana orang baik. Gue tahu itu, dia orang yang tahu cara menghargai orang lain.

"Sebenernya gue cuman mau bareng lo sih, kita ngapain aja terserah. Tapi mumpung ditawarin gini, gue mau apa ya," gue jadi berpikir, nggak mau melewatkan kesempatan.

Hana masih menatap gue menunggu. Gue jadi degdegan gini.

"Mau pacaran."

"Nggak yang itu ya Sak!"

"Yah padahal kan itu cita cita gue dari lahir!"

"Pulang aja deh ayok!"

"Eh Han, mau jalan jalan," jawab gue akhirnya.

"Eh bentar ada semut!" dia menunjuk pipi kiri gue, gue otomatis menyentuhnya tapi nggak menemukan semut.

Dia mendecak, jadi maju dan mengambil semut dari wajah gue. "Eh lo pindah duduk sini aja deh, banyak semut disitu!" Hana menunjuk dinding sebelah bangku gue dimana banyak semut merambat. Gue menurut, berpindah ke sebelahnya.

"Btw tadi lo ngomong apa?" tanya Hana lagi, dia menoleh ke arah gue. Tanpa sengaja bahu kami bersentuhan, gue menahan napas sesaat. Sumpah gue nggak pernah selemah ini di sebelah cewek sebelumnya. Tapi sekarang, jantung gue bahkan nggak bisa tenang barang sedetik.

"Hah? Oh mau jalan jalan."

"Kemana dah udah sore gini?"

"Alun alun mau nggak?"

***

Seribu Harapan HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang