Bab 08

12 2 0
                                    

Pagi-pagi sekali Ayana sudah sampai di Kafe. Melihat pelanggan seperti kemarin membuat Ayana semakin bersemangat untuk membuka Kafe.

Ayana mulai membersihkan lantai kafe, menyusun kursi dan meja agar kembali rata. Semalam dia tidak sempat untuk membersihkan kerena harus berbelanja bahan masakan.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, tapi tetap saja Aksa tak menampakkan batang hidungnya. Jadi mungkin memang percuma saja Ayana menasehati Aksa, tampaknya sampai mulut berbusa pun lelaki itu tidak akan pernah sadar.

Tadi pagi-pagi sekali Alfi mengabarkan bahwa dia akan datang siang. Sebab lagi-lagi dia harus kuliah. Melihat semangat Alfi yang ingin kuliah sambil bekerja membuat Ayana terkagum-kagum. Andai saja semangat Aksa seperti Alfi. Ayana pasti sangat senang sekali.

Beberapa saat kemudian Ayana mendengar mobil Aksa berhenti di halaman Kafe. Lelaki itu masuk dengan santainya dan memandang kursi-kursi ya g sudah berjejeran rapi.

"Waw, udah rapih aja nih. Kamu yang rapihin?"

"Kamu nanya?" Mata Ayana melirik Aksa tajam. Dia melangkah dan terus berjalan menuju dapur. Diikuti oleh Aksa yang terus dibuat bingung oleh sikap Ayana yang seperti itu.

"Kenapa sih sinis banget jawabnya."

Ayana sama sekali tak bersuara, dia mengambil kresek hitam yang berisikan sampah dan memilih membuangnya. Ayana tak ingin merusak mood nya karena ulah Aksa yang tak mau sadar diri.

"Ay, aku ngomong loh ini. Aku di sini malah kamu diemin." Tangan Aksa berhasil mencekal pergelangan tangan Ayana. Tapi dengan cepat Ayana menepisnya.

Tetap tak menjawab, Ayana meninggalkan Aksa begitu saja.

"Ay, semalam aku telfon kenapa nggak diangkat? Aku sampai hubungi kamu 20 kali loh." Aksa terus membuntuti Ayana sampai tong sampah yang ada di depan Kafe.

"Iya, aku salah karena kemarin aku nggak nepatin janji buat pergi sebentar. Aku nggak bisa ninggalin Salsa, dia sakit, Ay. Aku nggak tega ninggalin dia sendirian."

"Terserah kamu."

Aksa hanya memerhatikan Ayana yang memasukkan kresek ke dalam tong sampah. Sikap Ayana yang seperti ini betul-betul membuat Aksa menjadi bingung.

"Hari ini, hari ini aku janji nggak bakal biarin kamu sendirian lagi di Kafe. Kemarin Kafe pasti ramai banget, ya?"

Langkah Ayana terhenti saat Aksa menghalangi, hampir saja tubuh mereka bertubrukan jika Ayana tak mundur kebelakang. Aksa hanya terkekeh pelan. Dia tidak akan berhenti mengikuti Ayana kemanapun sebelum perempuan itu mau memaafkannya.

"Minggir Aksa, ini bukan saatnya bercanda. Terserah kamu mau di sini, mau ke tempat Salsa atau mau ke Pluto sekalipun aku nggak peduli. Lagian aku nggak sendiri, ada Alfi yang jauh lebih bisa diandalkan."

"Kok kamu gitu sih?"

"Ya terus aku harus apa? Kamu juga lebih mentingin pacar kamu kan? Yaudah, pacaran aja sampai kamu puas. Nggak usah urus kafe kamu. Nggak usah sukses bareng-bareng kalau pada kenyataannya kamu sendiri nggak pernah mau serius." Ayana mendorong tubuh Aksa ke samping.

Postingan saat Aksa tertidur di kamar Salsa masih saja terbayang di benaknya. Membuat rasa jengkel Ayana semakin menjadi. Ingin marah pun rasanya percuma, memberi nasihat kepada Aksa pun juga tidak ada gunanya.

"Yaudah, gini aja. Sebagai permintaan aku, aku bakal bikinin kamu makanan. Kamu pasti belum makan, kan?"

Aksa tak mau menyerah, dia akan terus berusaha untuk melunakkan Ayana kembali. Diperlakukan seperti ini oleh Ayana sangat tidak enak. Aksa merasa menjadi serba salah.

AyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang