Williem Alaska Kasandra , Anak seni yang berpindah dari ributnya ibu kota ke pendesaan yang penuh dengan namanya kedamaian. Awalnya dia mengira bakal biasa saja dan siapa sangka perpindahan tanpa kerelaannya ini ternyata menjadi memori istimewa dala...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" Ehem "
Kehadiran Alice yang tiba-tiba membuat aku tersadar, cepat-cepat aku berlagak santai, mataku melilau mencari fokus lain yang bisa ku jadikan alasan, aku yakin dia pasti akan membahas itu nantinya.
" Tuan Muda tidak usah berpura-pura "
Dia mengambil tempat disebelah ku, menyandarkan dagu dan tangannya di pagar balkoni, memandang kearah yang sama.
" Tuan Muda memerhatinya sejak tadi ya? "
Tebaknya, dan tebakannya benar. Aku juga tidak tahu sejak kapan aku melakukan hal itu dan untuk apa aku melakukannya juga aku tidak tahu tapi tidak dengan Alice, dia tahu ada sesuatu yang memercik.
" Ada ada saja kamu Alice. Aku hanya menikmati indahnya sore hari ini kebetulan saja kakak kamu disitu " Jelasku menafikan, entah untuk menyembunyikan tingkah, aku membelakangi pemandangan yang barusan ku katakan indah itu, menyandarkan punggungku di pagar balkoni putih yang menjadi pembatas halaman belakang dan dapur rumah ibu.
Alice hanya diam tidak merespon, meninggalkan garis halus dibibirnya dia terus merenung ke depan dimana disana ada senja yang sudah mahu berpamitan dan ada Fyeen yang berdiri di pagar halaman antara kawasan kebun apel sepertinya juga melakukan hal sama.
Alice membiarkan aku dan dia menikmati keindahan senja itu dalam keheningan, menikmati suasana cerah kejinggaan yang terus menghamparkan diri di desa Nebraska.
Suasana yang terus menerus membuat aku jatuh cinta dengan desa ini, kedamaian yang menagihkan rasa betah, cukup untuk membuat marahku mereda ketika mengingat kembali apa yang berlaku ketika aku di kota.
Terima kasih kepada Alice, bocah desa ini.
Walaupun banyak yang masih yang perlu ku pelajari tentang apa yang sebenarnya terjadi, salah satunya mempelajari tebak-tebakkan yang dicipta oleh ibu tentang desa ini tapi syukur hari demi hari aku bisa berdamai dengan permasalahan itu, menyelesaikannya dengan lebih rasional atau lebih tepatnya menemukan ketenangan didalam permasalahan utama.
Sejujurnya setelah mengenalnya aku kuat mempercayai sebuah istilah tentang Dewasa itu bukan tentang umur.
Ya, dalam hal itu aku kalah
- -
" apakah kau sudah gila Alice? "
Kepalanya digelengkan dengan santai, menandakan tidak. Ya tidak, apa yang baru direncanakannya sebentar tadi tidak gila mungkin baginya itu biasa saja tapi bagi aku mungkin perkara itu kedengaran cukup gila.
Aku harus berhadapan dengan perempuan dingin yang tidak pernah ku kenali selama ini, yang dengan jelas Alice menceritakan aku menjadi orang pertama dalam daftar hidup orang yang paling dibencinya, aku masih ingat bagaimana reaksi Alice meyakinkan aku tentang hal itu.
" bagaimana bisa aku melakukannya? " tanyaku yang sama sekali tidak menemu jalan terbaik agar Alice membatalkan rencana gilanya ini.
" cara Tuan Muda berbicara seperti bayi yang baru dilahirkan " Alice berjalan kearah pintu, membutakan diri melihatku yang sudah frustasi. Perasaanku terbelah bahagi, aku senang tapi dalam masa yang sama aku ketakutan jika mengingat kembali tentang sikap Fyeen yang terlihat cukup suram dan dingin ketika bertemu denganku.
Aura dia dan Alice bagaikan langit dan bumi.
" Tuan Muda hanya perlu menghantarnya dan menjemputnya itu saja. Tiada apa yang perlu dikhawatirkan, Tuan Muda terlihat cemas sekali"
Jika itu orang lain mungkin aku bisa saja tapi ini Fyeen. Bahkan mendengarnya berbicara saja bisa ku hitung dengan jari, senyum ku yang tidak pernah dibalasnya juga menjernihkan lagi pernyataan Alice tentang bagaimana besarnya rasa bencinya yang puncanya saja aku masih belum tahu kenapa?
Kini Alice menyuruhku menghantar Fyeen untuk melakukan rawatan susulan selepas kejadian kemarin. Menempuh perjalanan yang memakan masa selama 32 menit untuk ke tempat pemeriksaan dan di mobil hanya akan ada aku dan dia.
Aku dan Fyeen !
'Alice si perempuan gila'
Langit seperti mewakili karakter Fyeen, cuaca diluar jendela yang gelap seperti sebentar lagi akan hujan justru membuat aku semakin ketakutan. Udara didalam mobil seperti menusuk setiap urat ketenangan yang ada dalam mental dan fisik ku, pengalaman gelap pertama yang ku alami selama hampir 24 tahun aku bertemu dengan ramai orang.
Dia membiarkan matanya terus menatap suasana diluar jendela mobil atau sesekali akan memandang kedepan mungkin karna lehernya terasa leguh, manakala aku coba untuk fokus dengan pemanduan, memerhati setiap gerakkan jarum jam ditangan yang terasa cukup lama putarannya. 30 Menit terasa setahun, suasana dingin diluar sama sekali tidak memberi efek pada adrenaline ku untuk berhenti menghasilkan butir-butir keringat.
Aku tahu dia marah, tapi jelas ini bukan salahku melainkan salah adiknya sendiri yang mengatur perjalanan hari ini, Alice beralasan pergi menghantar temannya di bandara dan tidak dapat menemani Fyeen dimana hal itu sama sekali tidak diketahui oleh Fyeen pada awalnya, semua itu jelas keliatan ketika aku menjemputnya, dia kaget dan menatap aku dan Alice seakan dia mahu menelan kami hidup-hidup.
" Hi "
Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan tapi aku harus mematikan suasana tegang antara aku dan Fyeen.
" Hey, kamu namanya siapa? " tuturku berani yang membuatnya berpaling dan aku, mati terkaku ditempat.