Ruangan beraroma obat-obatan itu dipenuhi dengan aroma wangi bunga melati. Di atas ranjang, Ayah Amar terbaring lemah, wajahnya pucat pasi. Keringat dingin membasahi keningnya. Di sampingnya, Ibu Ayu setia mengusap keringat sang suami dengan lembut.
Di sekeliling ranjang, keluarga Ustadz Abdullah berkumpul. Ustadz Azmi, adik Rayyan, duduk termenung, raut wajahnya tampak muram. Aisyah, kakaknya Nazira, mengusap air mata yang menetes pelan dari sudut matanya.
Nazira, dengan wajah polosnya, sibuk menggoda sang kakak.
“Ciye, yang mau nikah,” canda Nazira, suaranya berbisik namun ceria.
“Apa sih, Dek!” jawab Aisyah sambil mencubit pelan hidung Nazira di balik cadar.
“Hehe, Nazira di tinggal sendirian dong kalau Kakak Ais menikah,” ucap Nazira dengan nada polos.
Aisyah hanya menggeleng. “Iya, Kakak akan meninggalkan gadis nakal kaya kamu.”
Tatapan Nazira beradu dengan tatapan Ustadz Rayyan. Jantungnya berdebar kencang. Pandangan Rayyan tajam, penuh wibawa, dan...entah mengapa Nazira merasa ada sesuatu yang menarik di balik tatapan itu.
“Dih, tumben diem itu anak ya bu,” seru Aisyah.
“Iya sayang, dia paling heboh,” jawab Ibu Ayu.
Nazira menundukkan kepalanya, tak berani menatap Rayyan lagi. Ia merasa malu dan canggung.
Suasana hening sesaat, lalu dipecahkan oleh suara Ustadz Azmi yang mendadak menggelegar di ruangan.
“Maaf, Abi. Azmi tidak bisa menikahi Aisyah sekarang.”
Semua orang terkejut. Ibu Ayu langsung mengenggam tangan Aisyah, sedangkan Aisyah menunduk menahan tangis.
“Kenapa? Apa ada masalah yang Abi tidak ketahui?” tanya Abi Abdullah, ayah Azmi, dengan nada cemas.
Rayyan menggeleng. “Tidak, Abi. Azmi tak enak hati karena harus mendahului Abang Rayyan menikah.”
“Aku tidak apa-apa, Azmi,” jawab Rayyan, suaranya tenang namun tegas.
“Tapi aku sudah memutuskan hal ini. Aku menghormati Abang,” ucap Azmi.
“Baiklah, kalau begitu saya juga akan menikah,” ujar Rayyan tiba-tiba. Semua orang semakin terkejut.
“Apa kamu sudah punya calon, Rayyan?” tanya Abi Abdullah.
Rayyan menggeleng. “Rayyan akan menikah adiknya Ustadzah Aisyah kalau di izinkan, Abi.”
Hening seketika. Nazira, gadis berusia tujuh belas tahun, yang ingin menyaksikan akad sang kakak, terkejut.
“Kenapa harus sama Zira, Ustadz?” tanya Nazira polos, menundukkan kepalanya.
“Jika kamu mengizinkan, saya akan menikahi kamu bersamaan sama mereka hari ini juga,” ucap Rayyan, tatapannya menatap Nazira dengan tegas.
“Ya Allah, Zira gak mau menikah sama Ustadz Rayyan yang menakutkan itu,” gumam Nazira pelan.
“Bagaimana sayang!! Apa kamu mau menikah dengan Ustadz Rayyan?” tanya Ayah Amar, ayahnya Nazira, dengan nada cemas.
Nazira menatap kedua orang tuanya. Lalu beralih menatap Aisyah, kakaknya, yang sudah terisak pilu."Ayah, Zira masih sekolah. Terus, Ustadz Rayyan guru Zira di pasantren ayah," jawab Nazira, suaranya bergetar menahan tangis. "Zira gak mau menikah sekarang."
"Zira mau menerima pernikahan putra pertama ummi," ucap Ummi Maryam, ibunya ustadz Rayyan dan ustadz Azmi, dengan tegas.
Nazira menatap kedua orang tuanya, rasa kecewa dan ketakutan bercampur jadi satu. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak dia inginkan.
"Nak, bagaimana? Ini permintaan ayah sayang, ayah gak minta kamu nak yang lain, hanya saja kamu mau kan menerima Ustadz Rayyan sebagai suami kamu. Apa ayah harus meninggal dulu baru kamu mau," ucap Ayah Amar, suaranya bergetar karena sakit.
"Ayah, jangan berkata seperti itu. Zira akan menerima pernikahan ini demi kalian, agar Kakak bisa menikah dengan Ustadz Azmi," jawab Nazira, menundukkan kepalanya.
"Alhamdulillah," ucap semua orang serempak.
Suasana rumah sakit itu berubah mendadak. Dari suasana sedih, beralih menjadi suasana sibuk menyiapkan pernikahan mendadak. Semua berlangsung cepat dan sederhana, sesuai permintaan Nazira.
Acara ijab qobul berlangsung bergantian, pertama Ustadz Rayyan, lalu disusul Ustadz Azmi. Semua pasangan pengantin diboyong ke rumah Ustadz Abdullah.
Di tengah hiruk pikuk persiapan resepsi, Nazira menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menenangkan diri, mencoba menerima takdir yang tiba-tiba menimpanya.
Di suasana resepsi yang meriah, Nazira berusaha menikmati setiap detik yang berlalu. Namun, ia tak bisa menghilangkan rasa cemas dan sedih yang menyergap hatinya. Ia masih tak percaya bahwa ia sudah menjadi istri dari guru yang selalu ia hormati di pasantren.
"Zira, kamu kenapa?" tanya Ustadz Rayyan.
Nazira menunduk, tak berani menatap suaminya. "Tidak apa-apa, Ustadz," jawabnya dengan suara gemetar.
"Jawab jangan bohong," ucap Rayyan, suaranya tegas.
Nazira menelan ludah. Ia tak berani berbohong pada suaminya. "Zira merasa sedih, Ustadz," jawabnya jujur.
Rayyan menatap istrinya dengan perhatian. Ia tahu bahwa Nazira belum siap menjadi istrinya. Namun, ia bertekad untuk membahagiakan Nazira dan menunjukkan bahwa pernikahan ini bukan kesalahan.
"Zira, jangan sedih. Ini takdir kita. Kita harus menerimanya dengan ikhlas," ucap Rayyan, suaranya lembut menenangkan.
Nazira menatap Rayyan dengan mata berbinar. Ia merasa terharu dengan kata-kata suaminya. Ia tahu bahwa Rayyan akan selalu ada untuknya.
"Ustadz," panggil Nazira, suaranya gemetar. "Kenapa Zira harus menikah dengan Ustadz?"
Rayyan menatap istrinya dengan serius. "Zira, ini bukan soal mau atau tidak. Ini soal kewajiban dan kepatuhan pada orang tua. Dan selain itu, aku ingin melindungi kamu, Zira. Aku ingin kamu bahagia bersamaku."
Nazira menatap Rayyan dalam-dalam. Ia merasa terharu dengan kata-kata suaminya. Meskipun pernikahan ini terjadi secara mendadak dan tidak sesuai dengan keinginannya, ia merasa ada sesuatu yang menarik dari Rayyan.
"Zira percaya pada Ustadz," ucap Nazira dengan suara yang sangat lembut. "Zira akan berusaha menjalani kehidupan baru ini dengan ikhlas."
Rayyan tersenyum hangat menatap istrinya. "Aku senang mendengarnya, Zira. Aku akan selalu ada untukmu."
**Di sisi lain, Amelia berdiri sendiri di sudut ruangan. Tatapannya menatap Rayyan dan Nazira yang sedang berbincang mesra. Rasa sakit menyerang hatinya. Ia masih mencintai Rayyan, meskipun hubungan mereka sudah berakhir.
"Kenapa harus dia?" gumam Amelia dengan suara gemetar. "Kenapa harus dia yang mendapatkan Rayyan?"
Amelia menunduk, menahan air mata yang menetes pelan. Ia merasa terluka dan kecewa. Namun, ia tahu bahwa ia harus menerima kenyataan ini. Rayyan sudah menjadi milik Nazira.
"Aku harus kuat, Amelia," gumamnya menenangkan diri. "Aku harus melupakan Rayyan dan mencari kebahagiaan ku sendiri."
Amelia menghapus air matanya dengan lembut. Ia bertekad untuk tetap kuat dan menjalani hidupnya tanpa Rayyan.
**Di sisi lain, Aisyah menatap adiknya dengan cem cemas. Ia merasa takut jika Nazira akan terluka dalam pernikahan ini. Rayyan adalah seorang ustadz yang berwibawa dan memiliki banyak penggemar. Aisyah takut jika Nazira akan menjadi korban dari perasaan Rayyan yang mungkin tak terungkap.
"Dek," panggil Aisyah, suaranya gemetar.
"Iya, Kakak," jawab Nazira. "Ada apa?"
"Kamu yakin dengan keputusanmu ini, Dek?" tanya Aisyah, suaranya penuh kekhawatiran.
Nazira tersenyum sedikit. "Insya Allah, Kak. Zira akan berusaha bahagia dengan Ustadz Rayyan."
Aisyah menatap adiknya dengan mata memperhatikan. Ia takut jika adiknya akan terluka dalam pernikahan ini. Namun, ia tak berani menentang keputusan orang tuanya.
"Dek," ucap Aisyah lagi. "Kakak cuma ingin mengatakan bahwa Kakak selalu ada untukmu. Jika kamu terluka, kamu bisa bercerita pada Kakak."
Nazira menatap kakaknya dengan mata berbinar. "Terima kasih, Kakak. Zira tahu bahwa Kakak selalu menyayangi Zira."
Di sisi lain, Azmi berbisik pada Rayyan. "Abang, aku tahu bahwa Abang masih mencintai Amelia. Kenapa Abang harus menikahi Zira?"
Rayyan menatap adiknya dengan tatapan yang dalam. "Azmi, ini bukan tentang cinta. Ini tentang tanggung jawab dan kehormatan keluarga. Aku tidak bisa membiarkan Abi menanggung rasa salah karena pernikahan ini gagal. Dan aku juga tidak ingin menyakiti hati Nazira."
"Tapi, Abang," ucap Azmi, suaranya penuh kecemasan. "Apakah Abang yakin bisa membahagiakan Nazira? Abang masih mencintai Amelia."
Rayyan menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi aku akan berusaha untuk mencintai Nazira sepenuh hati. Aku akan memberikan semua yang terbaik untuknya."
"Abang," ucap Azmi lagi. "Aku takut jika Abang akan menyakiti hati Nazira. Dia masih muda dan polos. Ia tidak layak menanggung beban ini."
Rayyan menatap adiknya dengan mata yang lembut. "Aku mengerti kekhawatiranmu, Azmi. Tapi aku berjanji akan melindungi Nazira. Aku akan menjaganya sepanjang hidupku."
"Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan untukmu, Abang," ucap Azmi, suaranya penuh keharuan.
"Amin," jawab Rayyan, suaranya gemetar.
Suasana di rumah Ustadz Abdullah semakin meriah. Namun, di balik keramaian itu, tersimpan sejuta rasa yang bercampur baur dalam hati setiap orang. Ada kebahagiaan, sedih, cemas, dan juga ketakutan. Semua terkait dengan pernikahan mendadak ini, pernikahan yang ditakdirkan oleh Allah SWT.

YOU ARE READING
ISTRI DADAKAN USTADZ
De TodoSeorang gadis yang bernama Nazira Kania Azzahra Syam yang berumur 17 tahun ia yang pulang dari pondok pesantren ingin menyaksikan akad nikah sang kakak. malah dirinya juga akan menikah dengan ustadznya sendiri.