Chapter 2

57 1 0
                                    

Setelah perdebatan antara kakak beradik, suasana makan pun menjadi hening.

Setelah selesai makan, tiba-tiba seorang gadis cantik menghampiri mereka semua.

"Assalamualaikum, Ummi, Kyai," sapa Amelia, ustadznya.

"Waalaikumsalam," jawab semua orang.

Zira hanya menatap gadis cantik di hadapannya dengan penuh tanda tanya, merasa akrab tapi tidak yakin mengapa.

"Zira, mengapa kamu terlihat bingung?" tanya Ustadz Rayyen.

"Eh... Ustadz, tidak apa-apa, hanya sedikit bingung, dia siapa?" tanya Zira.

"Oh, dia mantan tunangan Abang Rayyan," ucap Ustadz Rayyen.

"Oh, begitu," jawab Zira sambil menundukkan kepalanya dengan perasaan sedih dan cemas.

"Kenapa, Dek? Kamu terlihat tidak nyaman," bisik Aisyah.

"Iya, Kakak. Zira tidak nyaman di sini. Bolehkah Zira kembali saja ke dalam mobil?" jawab Zira sambil menatap sang kakak.

Ustadz Rayyan menatap ke arah istrinya yang kecil. "Mau kemana?"

"Boleh, Ustadz. Maaf, saya akan pergi ke mobil dulu," jawab Zira sambil menundukkan kepalanya.

"Tetap di sini," ucap tegas Ustadz Rayyan.

"Zira tidak nyaman, Ustadz. Saya merasa tidak nyaman di sini," jawab Zira sambil menundukkan kepalanya karena merasa takut.

"Apa yang terjadi, Nak?" tanya Ummi Maryam.

"Tidak apa-apa, Ummi," ucap Ustadz Rayyan.

"Ummi, bolehkah Zira pindah ke tempat lain?" ucap Zira.

"Boleh, Nak, silakan," ucap Kyai Abdullah.

"Terima kasih, Abi," jawab Zira sambil tersenyum.

"Jangan panggil Kyai, Nak, panggil Abi saja," ucap Kyai Abdullah.

"Baik, Abi. Assalamualaikum," jawab Zira sambil pergi.

"Waalaikumsalam, Nak."

Zira berjalan menuju meja yang kosong tidak jauh dari tempat duduk keluarga Kyai Abdullah.

"Lagi mikirin apa?" tanya Ustadz Rayyan pada istrinya.

"Tidak mikirin apa-apa, Ustadz," jawab Zira sambil menundukkan kepalanya.

"Jawab jangan bohong," ucap Rayyan.

Zira menatap suaminya dengan ragu dan bertanya, "Ustadz, bolehkah saya bertanya?"

"Tentu, tanya saja," jawab Rayyan.

"Apa Ustadz masih mencintainya, Ustadz Amelia?" ucap Zira sambil menatap mata tajam suaminya.

"Saya tidak mencintainya," jawab Rayyan.

"Maafkan Zira jika pertanyaan tadi membuat Ustadz tidak nyaman," ucap Zira sambil menatap tajam suaminya tanpa cela.

"Tidak apa-apa. Sudah sebaiknya kamu minum ini," jawab Rayyan sambil memberikan minuman pada istrinya.

"Tapi, Ustadz..." ucapan Zira langsung dipotong oleh suaminya.

"Minumlah sedikit saja." jawab Rayyan.

Dari kejauhan, seorang wanita terdengar menangis.

"Kenapa menangis, Ustadzah?" tanya Ustadz Rayyan pada Ustadzah Amelia.

"Siapa yang menangis?" jawab Ustadzah Amelia.

"Apa cemburu, melihat orang yang Ustadzah dulu cintai malah bersama perempuan lain."

Sementara itu, Zira hanya tersenyum hambar di balik cadarnya.

"Zira, kamu kenapa?" tanya Ustadz Rayyan.

"Aku tidak apa-apa, Ustadz," jawab Zira.

"Dek, kamu kenapa?" tanya Ustadzah Aisyah.

"Zira tidak apa-apa, Kak," jawab Zira.

"Apa kamu merasa tidak nyaman, Dek? Apakah karena kehadiran Ustadzah Amelia?" ucap Ustadzah Aisyah.

"Tidak, Kakak. Zira hanya ingin pulang saja," jawab Zira.

"Kenapa kamu ingin pulang begitu cepat, Zira?" tanya Ustadz Rayyan.

"Hmm, sejujurnya, Zira merasa tidak nyaman dengan kehadiran Ustadz di antara kalian semua," jawab Zira sambil menundukkan kepalanya.

"Maafkan Kakak, Dek. Ini semua karena Kakak," ucap Ustadzah Aisyah.

"Kakak, jangan salahkan diri Kakak. Ini semua sudah takdir Zira menjadi istri dari guru sendiri," jawab Zira sambil menatap sang kakak.

"Tidak, ini salah Kakak. Jika Kakak tahu bahwa kamu tidak nyaman, Kakak akan mengundurkan pernikahan kami," ucap Ustadzah Aisyah.

Rayyan sangat kesal melihat adiknya yang terus mengganggu sang istri.

"Rayyen, jangan ganggu istriku," ucap Rayyan dengan nada datar sambil menatap tajam sang adik.

"Apa sih, Kakak," jawab Rayyen.

"Ustadz," panggil Zira.

"Ada apa, Zira?" tanya Rayyan pada sang istri.

"Udah, Ustadz, jangan berdebat," ucap Zira sambil menatap sang suami.

"Iya, Sayang, maaf," jawab Rayyan sambil tersenyum hangat sambil mengelus kepala Zira di balik hijabnya.

Rayyan menundukkan kepalanya saat melihat adik iparnya.

"Ustadzah Aisyah, tolong bawa suamimu pergi dari sini." Ucap rayyan.

"Iya, Ustadz, saya akan membawa suamiku pergi dulu. Dasar Mas Rayyen suka menggoda mereka," gerutu Aisyah sambil menarik tangan suaminya.

"Ustadz, sudah waktunya pulang," ajak Zira sambil menatap sang suami.

"Baik, kita semua pulang sekarang," ucap Rayyan.

"Terima kasih, Ustadz," jawab Zira sambil memeluk suaminya.

Rayyan membalas pelukan sang istri. "Sama-sama, Zira."

"Hehe, iya, Ustadz, yang dingin," jawab Zira sambil tersenyum lebar di balik cadarnya.

Ustadzah Aisyah, sang kakak, menghampiri sang adik.

"Dek," panggilnya.

"Iya, Kakak, ada apa?" tanya Zira sambil menatap sang kakak.

Ustadzah Aisyah memandang wajah polos sang adik. "Apakah kamu yakin akan mewakili pesantren untuk lomba di sana? Apakah Ustadzah Amelia juga akan ikut ke sana?"

"Insha Allah, aku yakin, Kak. Ini adalah keputusan pesantren untuk menjadi wakil peserta di sana," jawab Zira sambil menatap sang kakak.

Entah mengapa hati Aisyah merasa gelisah melihat sang adik.

"Tapi, Kak, aku tidak yakin kalau kamu akan bertemu dengan mantan tunangan suamimu setiap hari," ucap Ustadzah Aisyah.

"Insya Allah, aku akan kuat, Kak, menghadapi kenyataan," jawab Zira

Ketakutan Ustadzah Aisyah melihat adiknya sakit hati saat mantan tunangan suaminya kembali.

"Tapi, Dek, Kakak tidak ingin melihat kamu sakit hati nantinya," ucap Ustadzah Aisyah.

"Hmm, sudahlah, Kakak, buang pikiran negatif Kakak," jawab Zira sambil memeluk sang kakak.

"Tapi, Dek," ucap Ustadzah Aisyah sambil memandang wajah cantik sang adik.

"Sudahlah, Kak, ayo kita pulang," jawab Zira.

"Baiklah, Dek," ucap Ustadzah Aisyah.

Zira tahu akan kekhawatiran yang dirasakan oleh kakaknya. Zira yakin akan mampu menghadapi segala tantangan dalam rumah tangganya nanti.

"Senyum dong, Kak," jawab Zira.

"Dek, tapi kamu..." ucap Ustadzah Aisyah sambil memperhatikan sang adik yang akan kabur.

"Hehe, maaf," jawab Zira.

"Hati-hati, Dek," ucap Ustadzah Aisyah.

"Kabur takut," jawab Zira sambil bercanda dan berlari ke pelukan suaminya.

"Hati-hati, Kamu, Dek," ucap Ustadzah Aisyah.

"Ampun, Kak."

"Itu hukuman untukmu, Dek."

"Ih, curang."

"Mana ada curang."

ISTRI DADAKAN USTADZWhere stories live. Discover now