Rebelva Reyyana O'Connel

2 2 0
                                    

"Rebelva Reyyana O'Connel!"

Suara seorang pria paruh baya terdengar menggelegar. Ia menatap seorang gadis yang sedang duduk dihadapannya dengan kaki menaiki meja.

"Ya, Ayah?" Belva menyahut dengan santai.

Sang Ayah memijit kepala nya yang tiba-tiba pusing melihat tingkah laku putri nya. "Bisa tidak kamu jangan berbuat onar? Ingat kamu sudah berumur dua puluh tiga tahun!"

Belva mendengus, "ah, Ayah! Aku cuma gabut. Nugas di Italia bikin aku stress, lagian kenapa malah nyuruh aku kesana sih?! Kurang kerjaan banget."

Huftt ... tarik napas, buang.

Kesabaran Vincent De O'Connel benar-benar teruji saat ini. "Rebelva! Tentu saja Ayah tugas kan kamu disitu agar kamu bisa memimpin perusahaan."

"Ayah! Aku tidak mau memimpin perusahaan!" Belva ngotot.

Urat-urat Vincent terlihat menegang. "Ya terus? Kalau bukan kamu siapa? Abang kamu? Abang kamu tidak tau lagi dimana!" Vincent akhirnya ngegas. Lelah sekali mengurus satu putri doang.

"Ya Ayah cari dong! Percuma punya perusahaan sampai mancanegara, terbesar di Indonesia, koneksi dimana-mana tapi timbang nyari satu orang aja ga mampu!"

Vincent melotot. Lancang sekali anaknya!

"Kamu! Besok pergi kembali ke Itali dan jangan balik sebelum setahun!"

Belva menganga, "are you kidding me, sir? Ayah gila? Aku baru balik seminggu loh! Masa udah disuruh kesana lagi!"

"Ayah tidak mau tahu! Besok sana pergi. Tiket biar ayah yang urus. Oh, jangan kabur, atau semua fasilitas ayah cabut."

Belva terkesiap. Bagaimana Vincent tau apa yang ada dipikiran nya? Sial, kalau begini, Belva harus merelakan waktu santainya untuk mengurus cabang perusahaan ayahnya yang ada disana.

•°•°•°•

Sesuai perkataan Vincent kemarin, maka di sini lah Belva berada sekarang. Bandara Soekarno Hatta. Belva cemberut dengan mata yang menatap sinis Vincent.

Pria paruh baya itu mendengus melihat tatapan putrinya. "Apa?!"

Belva semakin menatap sinis Vincent, "Ayah ga suka aku ada disini. Ayah jahat!"

Vincent menghembuskan napasnya, "dengar, Rebelva! Ayah bukannya tidak suka kamu disini, tapi Ayah melakukan yang terbaik untuk kamu. Kelak, amit-amit ayah sudah tiada, siapa yang akan ngurus perusahaan? Ini juga biar kamu mandiri, kamu tau cara bertahan hidup apabila Ayah sudah tidak lagi berada di sampingmu."

Belva menatap Vincent dengan berkaca-kaca. Ia terenyuh dengan perkataan ayahnya. Ya, Ayahnya benar, Vincent benar.

"Ayah, aku sudah mengerti mengapa kau selalu memaksaku untuk bekerja. Terima kasih ya Ayah, sudah memikirkan sampai sejauh ini, padahal, aku sendiri tidak berpikiran seperti itu. Aku akan melakukan yang terbaik, Ayah! Aku janji."

Vincent tersenyum. Akhirnya putrinya memahami alasan yang selalu Vincent pendam dalam dirinya. Karena Vincent, tidak akan selalu baik-baik saja, dikala dirinya adalah salah satu penguasa dunia bawah.

Tapi, Rebelva tidak mengetahui hal itu.

"Ayah, aku pergi dulu. Aku janji pulang dengan sukses. Itu janji ku."

Belva dan Vincent berpelukan. "Ayah tidak akan memaksamu bekerja terlalu keras, Nak."

Belva menangis, kata 'Nak' adalah kata yang Belva rindukan. Kata yang selalu Belva inginkan dari sang Ayah.

"Sudah. Jangan menangis, nanti Ayah juga nangis," ujar Vincent setelah diam-diam menghapus air mata nya.

Belva kemudian melepas pelukannya, dan mencium pipi Vincent. "Jaga diri baik-baik, Ayah," Setelahnya Belva beranjak pergi menuju pesawat yang akan mengantarnya menuju Italia. Meninggalkan Vincent yang terpaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CalvoreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang