Sepuluh

229 36 4
                                    

Langkah kaki begitu tegas menuju sekumpulan murid yang asik berbincang sambil tertawa di koridor sekolah, ia melayangkan pukulan pada salah satu murid tersebut yang sontak membuat ricuh.

"Apa apaan lo! main mukul-mukul aja!"

"Sinting lo Jun!" murid-murid itu jelas tak terima lantas mengeroyok Juna, namun ia pun tak mau kalah dan melawan murid-murid tersebut.

Hingga sebuah tangan menariknya untuk menghentikan pertikaian itu. "Jun, udah!"
ucapnya dengan nada membentak.

Jelas bukan tanpa sebab kenapa sosok mungil ini menyalak pagi-pagi. Ia melihat loker Jamal yang penuh dengan sampah dan telur busuk saat mereka baru sampai bersama.

Jamal sudah meyakinkan tentang jatuhnya ia di malam kemah bahwa itu kesalahannya sendiri. namun pagi ini menjadi bukti asumsinya benar.

"ANJING YA LO SEMUA, GUE UDAH BILANG BAKAL BIKIN PERHITUNGAN KALO GANGGU KAK JAMAL."

"Eh bangke, lo dari kemarin nuduh kita terus ya!"

"Emang itu ulah lo semua MONYET!"

"Lo punya bukti apa bray?"

Keributan itu jelas memancing para guru untuk keluar, Doni dan Yudha pun menghampiri mereka karena desas desus itu sampai dari mulut ke mulut.

"Kalian semua ke ruangan konseling." perintah guru yang mencoba melerai.

"Tindakan mereka udah kerterlaluan pak, dari yang buat kak Jamal jatuh di kemah sampe pagi ini lokernya di isi sampah!"

"Kamu punya bukti Juna? kalau mereka yang lakuin ini semua?"

Juna terdiam saat sang guru bertanya balik padanya, lalu menatap Jamal berharap ia bicara. Namun Jamal justru tak memberi pernyataan apapun.

"Terus setan yang lakuin itu semua?" jengkel Juna.

"Sumpah ya, gue bakal bikin perhitungan lu udah mukul gue tanpa sebab gini." ucap murid itu lalu pergi dengan teman-temannya.

Juna mendelik ingin mengejar naman Jamal menahan tangan Juna.

"Juna, atas tindakan kamu tadi kamu harus bikin surat permintaan maaf sebanyak 50x dan kumpulkan siang ini." final sang guru yang membuat seisi ruangan itu terdiam.

guru itu pun keluar dari ruangan konseling, tersisa Jamal, Juna, Yudha dan Doni.

"Lo kenapa sih kak? kenapa lo diem aja? mereka kan yang lakuin itu semua?"

"Udah Jun, gak usah urusin tentang itu kamu tulis aja ya permintaan maaf. Kerjain di sini aja saya temenin."

Juna tak menjawab, ia memalingkan wajahnya dengan jengkel.

"...untuk mereka, kamu gak usah urusin lagi ya? boleh gak?"

"Terus lo diem aja di gituin sama mereka? di injek-injek sama mereka?"

"Selama ini kamu juga diem aja kan? di perlakukan kayak gitu." ucapan Jamal membuat Juna membulatkan mata. Jamal membalikkan kata-katanya?

Namun bila dipikir lagi, ada benarnya juga. Kenapa justru ia sangat kesal saat kakak kelasnya ini di ganggu. Alih-alih langsung menjawab, Juna justru meneteskan air mata tak memperdulikan sosok-sosok lain yang sedang terdiam memandanginya.

"Gue gak suka... Gue gak suka liatnya lo di gituin, gue gak terima." lanjut Juna terisak.

"Iya, makasih ya. tapi untuk masalah ini biar saya aja yang urus. Boleh ya?" Jamal mengusap kepala Juna, mencoba memenangkan adik kelasnya ini. Dengan kasar Juna pun menghapus air matanya dan mengambil peralatan tulisnya untuk membuat surat permintaan maaf.

Arjuna [JaeRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang