Chapter 1: Bagai Angin yang Sporadis

15 1 0
                                    

Setelah beberapa saat, Candra terbangun dilorong sebuah kerajaan. Ketika terbangun suasana sudah amat gelap, malam telah terbit, bulan menapakkan diri bagai mentari. Candra perlahan bangun dan memeriksa apakah ada luka ditubuhnya. Setelah memastikan semua baik baik saja, ia pergi menjelajahi istana tersebut.

Istana itu begitu megah sampai sampai Candra tak mampu berucap. Lorong yang dilaluinya amat panjang sampai sampai cahaya tak mampu menggapainya. Jendela jendela usang semakin membuat suasana menjadi sedikit horor, tapi inilah yang diinginkan Candra selama ini. Jauh dari kebisingan, tenang tak seperti ibukota.

Candra berjalan perlahan mengikuti lorong tersebut yang membawanya entah kemana. Sepanjang jalan, ia  hanya melihat sianr bulan yang sedikit menerangi  jalannya. Tak ada bunyi bunyian maupun orang lain disana. Dan pada saat itu Candra baru teringat dengan  kompas yang diberikan kakek itu. Ia mengeluarkan kompasnya dari dalam saku dan mulai menggunakannya. Candra sebenarnya hanya bisa pasrah dan pesimis bahwa kompas tua itu tak dapat dipakai lagi, karena wadah kompas itu sudah karatan dan tak menjamin apakah masih bisa digunakan. Diluar dugaannya, jarum kompas menunjukkan ke arah utara, menandakan bahwa kompas masih dapat befungsi.

Candra berjalan mengikuti arah kompas dan berakhir didepan pintu gudang senjata. Pintu tersebut sangat besar, tinggi dan nampak sangat tua, sampai sampai Candra harus mendongak untuk melihatnya. Ia dengan nekat mendorong paksa pintu tersebut dan berhasil membuka pintu sebesar itu meskipun sedikit. Kemudian Candra masuk kedalam ruangan tersebut dan melihat begitu banyak  tumpukan senjata yang sudah lama tak terpakai.

"Oh waw, jadi ini ya, yang orang orang katakan sebagai gudang senjata. Sungguh berbeda dengan bayanganku" Gumam Candra sembari melirik keseluruh ruangan.

Baginya tak yang spesial diantara senjata senjata itu. Malahan ia terlihat tak tertarik sama sekali dengannya. Ia terus menyusuri tumpukan demi tumpukan untuk mencari sesuatu yang bisa ia gunakan sebagai perlindungan diri. Tak ada satupun senjata yang mampu menarik perhatiannya dan akhirnya, Candra memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan. 

Ketika Candra akan melangkahkan kakinya keluar, tiba tiba mata tertuju pada sebuah busur panah yang ada didekat pintu keluar. Busur itu memiliki warna gradasi biru tua dan biru muad yang indah dipandang. Tali busurnya yang berwarna biru muda begitu tipis dan halus, sampai sampai nyaris tak terlihat. Pada bagian tengah pegangan terdapat batu Kyanite yang begitu indah ddan memanjakan mata.

"Diantara semua senjata yang ada disini, inilah yang paling menarik. Aneh, kenapa senjata seperti ini ditinggalkan begitu saja?, atau ada hal lain yang menjadi alasan mengapa ini semua ditinggalkan?"  Gumam Candra. 

Dengan hati hati, Candra mendekat ke busur itu. Ia tak yakin apakah yang ia lakukan itu benar. Secara mendadak, hawa dingin kembali muncul, sama seperti ketika ia mendapatkan kompas dari sang kakek. Tangan bergetar tetapi tetap memaksakan diri untuk mengambil, kakinya tertahan tapi tetap memaksakan diri untuk berjalan, sekujur tubuhnya seakan menolak untuk mengambil, sama seperti waktu itu. Pandangan Candra mulai kabur, keringatnya menjadi dingin, ia seakan tak mampu untuk menggapai busur itu. Saat ia hampir jatuh pingsan, tangannya sudah menggenggam busur tersebut. Kepalanya pusing, tapi ia coba untuk bertahan. Pada akhirnya, Candra keluar dengan sebuah busur tanpa anak panah. 

💐

30 menit berlalu dan masih tidak ada tanda tanda kehidupan didalam istana. Lorongpun semakin lama semakin tak berkesudahan . Candrapun  mulai kehabisan tenaga. Ia sudah tak mampu lagi berjalan. Rasa lapar dan hauspun mulai menggerogotinya. Pandangannya mulai kabur sekali lagi. 

Pada kritis seperti itu, dari kejauhan nampak seorang perempuan tinggi yang sedang menghapirinya. Candra tau bahwa sang perempuan sedang memanggilnya, tapi pendengarannya juga mulai tidak jelas. Tepat ketika sang perempuan sampai, Candra sudah tersungkur, menandakan bahwa tubuhnya sudah tak lagi kuat untuk menopang dirinya. Candra pingsan, tepat ketika ia menemukan orang lain yang mungkin juga terjebak.

BUMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang