"Yang benar saja, Bi. Masa Shaka harus menikah dengan gadis seperti, Aruna. Shaka ini menginginkan pasangan yang bisa menjadi rumah untuk Shaka dan majelis untuk anak-anak Shaka, nggak mungkin gadis seperti Aruna bisa seperti itu, Bi."
"Apa yang sal...
Sebelum baca sebaiknya vote dulu, ya. Nggak susah dan nggak bayar kok, kalian tinggal klik bontang yang ada di sebelah fitur komentar. Terima kasih.
-oOo-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Darimana saja kamu, Nduk?" tanya wanita paruh baya berusia enam puluh lima tahun yang mendapati sang cucu perempuan baru pulang saat jam menunjukkan waktu pukul 23.15 WIB.
Gadis berusia sembilan belas tahun itu tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi di dalam mulutnya. "Habis main, Nek. Nenek belum tidur?" tanya sang gadis.
"Bagaimana Nenek bisa tidur, Aruna, sementara cucu perempuan nenek belum pulang. Dan sekarang saat pulang cucu nenek malah dengan penampilan seperti cowok." Nenek Rima menatap gadis di hadapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Maaf, Nek. Habisnya aku bosen di rumah terus."
"Kalau kamu bosen di rumah terus, kenapa waktu Nenek minta kamu untuk kuliah kamu nggak mau?"
"Ya ... mau gimana lagi, Nek, otakku udah nggak bisa nampung materi-materi itu semua."
Nenek Rima mengembuskan napas panjang, ia kemudian duduk di sofa yang tidak jauh dari mereka. "Sebenarnya kamu kenapa, nduk-nduk. Semenjak kedua orang tua kamu berpisah kamu berubah, padahal dulu kamu itu anak yang sangat manis, ceria dan baik hati. Kenapa sekarang berbanding terbalik, kamu seperti berubah 180 derajat."
Aruna terdiam, ia menatap ujung kakinya yang masih berbalut sepatu kets. Ia sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.
Dulu Aruna memang sangat baik, selalu mendapat juara kelas dan selalu disanjung oleh semua orang. Namun, semua itu tidak pernah membuat kedua orang tuanya melihatnya. Bahkan mama dan papanya tidak pernah menanyakan apa dia sudah makan atau belum, bagaimana dengan hari-harinya atau apa dia bahagia. Mereka berdua selalu sibuk dengan dunia mereka dan tidak pernah memperdulikan dirinya. Hal yang paling membuat Aruna sakit adalah ketika kedua orang tuanya memutuskan berpisah tanpa memikirkan akan bagaimana perasaannya.
"Aruna nyuwun ngapunten, Nek," ucap Aruna pelan dan langsung pergi masuk ke kamarnya.
Nenek Rima menatap punggung Aruna yang sudah menghilang. Ia kemudian mengembuskan napas panjang dan menatap foto yang terpajang di atas nakas. "Sepertinya aku tidak ada pilihan lain selain melakukan pesan dari kamu, Mas. Ukhuk ... ukhuk ... ukhuk ...," ucap Nenek Rima pelan.
-oOo-
Aruna menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menenggelamkan wajahnya di bantalnya. Sebenarnya Aruna sudah bosan dengan hidupnya dan ingin sekali mengakhiri hidupnya itu. Namun, jika mengingat neneknya, ia tidak sanggup.