HEWIR

Prologue

Tubuh gadis itu gemetar saat melihat sesosok berdiri di hadapannya. Seorang wanita gemuk mengenakan pakaian dinas harian guru yang ketat menatap ke arahnya dengan tajam. Hidungnya mendengus-dengus seperti kerbau marah, seolah-olah siap menyeruduk. Wajah wanita itu memerah setelah satu tangannya menggebrak meja di hadapan Etu. Tak ayal, guru tersebut mengomel dengan gaya bahasa suara yang keras.

Etu hanya bisa menunduk dan mengira-ngira apakah tindakan yang sudah dia lakukan itu salah atau tidak. Pasalnya, dia tidak tahu bagaimana cara menilai ekspresi guru bimbingan konseling di hadapannya ini. Kini, Etu benar-benar menyesal setelah melaporkan hal yang sudah menimpa dirinya.

Namun, jika tidak begitu, kepada siapa lagi dia harus mengadu? Etu benar-benar kebingungan. Kepalanya dipenuhi dengan suara-suara teriakan tak tentu. Dia merasa bahwa seonggok otak sialannya akan meledak saat itu juga. Etu bukanlah pribadi yang depresi, tetapi seluruh hal yang menimpa dirinya bisa dikatakan terlalu berat untuk seukuran remaja tujuh belas tahun.

Ruangan yang hanya berukuran tiga kali tiga meter itu pun terasa sesak. Seperti dada Etu yang sakit saat mendengar perkataan dari seorang satu-satunya yang bisa dia harapkan. Benar, Etu tidak mendapat dukungan apa pun dari siapa pun. Gadis yang malang, hidupnya menyedihkan.

Kejadian tidak mengenakan selalu menimpa dirinya. Ini bahkan bukan sekali atau dua kali Etu mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari siswa-siswa di sekolah. Sejak dia masuk sekolah bahkan, perundungan dan kekerasan sudah dia dapatkan. Normalisasi terhadap hal tersebut benar-benar memuakkan. Sebagai seorang dengan paras yang cantik, bagi Etu, itu adalah sebuah kutukan tak terelakkan. Etu membencinya.

"Ibu ... Etu pindah sekolah aja, apa ibu bisa tolong Etu buat pengurusan berkasnya? Etu udah gak kuat di sekolah ini." Mata gadis berambut hitam panjang tersebut menatap sendu seakan meminta tolong pada sosok guru di hadapannya.