Entah sudah berapa kaleng bir yang telah ditandaskan. Ada yang belum dibuka, ada juga yang habis berserakan di atas dan di bawah meja. Wajah Sagi sudah memerah tanda dia sudah kehilangan sebagian kesadarannya. Sagi mencoba untuk mempertahankan kesadaran yang tinggal sebagian itu agar ia bisa pulang dengan selamat.
"Heh lo nangis?!"
Sagi tersenyum dan menggeleng. Kembali meneguk kaleng bir hingga habis. Ramgio menatap sahabatnya dengan tatapan prihatin. Dia membuang napas karna lelah dengan Sagi. Sejak tadi ia berbicara panjang lebar taunya Sagi sudah hampir kehilangan kesadarannya. Ini mah boro-boro masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Keluar dari rumah untuk bertemu dengan Ramgio yang sudah bersiap untuk tidur. Untung Ramgio manusia baik hati langsung mengiyakan permintaan sahabatnya. Sagi datang ke rumah Ramgio sambil membawa dua kaleng bir, keduanya duduk di taman rumah Ramgio sambil Sagi bercerita tentang masalah rumah tangganya. Bir kloter pertama habis tidak sampai sepuluh menit, Ramgio masuk kedalam rumah dan mengambil stok bir nya.
Sagi bercerita bagaimana hubungannya dengan sang istri, ingin disudahi tapi tak sanggup ingin dilanjutkan pun tak sanggup. Semua keluh kesahnya dia curahkan sampai tak sadar sudah berapa kaleng bir milik Ramgio dia habiskan. Bagaimana perasaan dia ketika melihat istrinya dulu dan sekarang, ingin melangkah untuk mengakhiri hubungannya tetapi teringat dengan anak semata wayangnya.
Ramgio memberi saran, jika masih ada rasa sayang dan rasa cinta apa salahnya jika kembali diperjuangkan, masalah rumah tangga mana mungkin habisnya. Tapi jika sudah tidak ada rasa sayang dan rasa cinta, untuk apa dipertahankan hanya untuk menyakiti satu sama lain.
"Sadar gak sih kalian berdua itu secara ga langsung nyakitin Marsel? Setiap anak pasti pengen punya keluarga yang harmonis, percakapan hangat di meja makan, canda tawa di ruang keluarga, lo mau bahagiain Marsel pake gaya apapun juga percuma kalo gak bisa ngasih itu."
"Marsel, hik, gue bakal lakuin apa aja buat Marsel.. Gue mau jadi papa yang hebat buat dia" Sagi menunduk menjatuhkan kepalanya karna tak kuat untuk membuatnya tegak berhadapan dengan Ramgio.
"Ya kan gue udah bilang, kalo...
Sebuah isakan mengintrupsinya.
...Heh lo nangis?!"
Sagi mengangkat kepalanya dan menggeleng dengan senyum.
"Enggak kok"Sudut bibir atas Ramgio ditarik keatas ketika mendengar suara 'hik' dan tarikan ingus Sagi. Dia membuang nafas lelah dan Sagi tetap melanjutkan minum bir nya. Ramgio bangkit dari duduknya.
"Udahan lah anjir pulang sana pulang" Usir Ramgio.
"Gak mau"
"Balik anjir gua anter ayo bangun" Dia mengangkat paksa tubuh sahabatnya yang sangat berat ini. Sagi menahan badannya dengan berpegangan pada meja, dia menggeleng sambil isakan nya yang makin keras.
"Gak mau pulang" Tangisannya menjadi.
"Kenapa gak mau pulang?! Gece bangun anjir gue anterin"
"Gak bisa gue mabuk!!" Tangisan Sagi makin keras dan Ramgio sudah tidak memaksanya bangkit lagi.
Karna tidak tahu apa yang harus dilakukan akhirnya Ramgio kembali duduk. "Terus lo mau gimana"
"Marsel.. Maafin papa gak bisa jadi papa yang baik" Monolog Sagi sambil menarik ingusnya. "Marsel papa sayang banget sama Marsel"
"Haihhh karunya" Ramgio kembali menatap prihatin.
"Vanessa.." Ucapannya terjeda oleh cegukan. "Gue gatau harus apa sama Vanessa"
KAMU SEDANG MEMBACA
alright
FanfictionThrough all the mistakes I'm scared of the fact that you're leaving I know that we both had our reasons alright-keshi write in bahasa little bit angst, family issues