"Anda mungkin salah orang, Tuan, saya bukan pangeran..."
Suara langkah kaki kuda menyamarkan kalimat Sasuke, apalagi orang yang coba diajaknya bicara berada dipaling depan barisan.
Naruto melirik ke belakang, melihat Sasuke yang sedang menengok keluar jendela kereta untuk mengajaknya mengobrol. Namun dengan cepat pria muda berambut pirang memalingkan wajahnya kembali menghadap depan, agar tetap fokus menjaga laju kudanya.
"Nanti akan hamba jelaskan setelah kita sampai di istana, Yang Mulia."
"Saya bekerja di puri sebagai pelayan, Kakashi adalah ayah saya dan Kiba adalah kakak saya."
Naruto tersenyum mendengar remaja polos tersebut bercerita, kemungkinan besar cerita yang ia sampaikan adalah cerita karangan yang memang sengaja diciptakan untuk merahasiakan statusnya sebagai anak Kaisar, bahkan lucunya orang-orang menyembunyikan kebenaran itu juga dari dirinya sendiri.
Merasa pria berbadan tegap tak lagi mengacuhkannya, Sasuke membenarkan posisi duduk dalam kereta, kereta itu bergoyang mengikuti irama tapak kaki kuda, dahinya berkerut memandangi pemandangan sawah di jalanan yang ia lewati, kereta itu melaju tanpa ia tau pasti menuju kemana.
Sementara diwaktu yang sama, pada posisi paling depan ada Naruto yang juga tenggelam dalam pikirannya. Naruto berpikir anak yang ada dalam kereta hanyalah anak biasa yang tiba-tiba menjadi pangeran akibat keberuntungan, sementara dirinya harus berjuang dengan amat keras untuk mencapai apa yang dia mau.
"Jenderal, Pangeran kabur!"
Seruan itu mengejutkan Naruto, langsung membangunkannya dari lamunan. Ketika wajahnya menengok ke samping, ia mendapati Sasuke berlari pontang-panting menuju ke sebuah desa terdekat melewati ladang persawahan.
"STOP!!"
Naruto mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk menghentikan laju kuda seluruh rombangan, lalu mengarahkan tangannya menunjuk Sasuke yang sedang berlari, "Kejar!"
Seluruh kuda berbelok arah, berhamburan menuruni sawah. Begitu pula kuda hitam Naruto yang sempat tergelincir di tanah becek sawah, namun dapat berdiri tegak kembali untuk bergabung dalam mengejaran.
Rombongan berkudanya agak bar-bar, menambrak apa saja yang menghalangi jalan kuda, orang-orang yang sedang berlalu lalang pun terpaksa menghindar untuk menyelamatkan diri.
Sebenarnya mereka sudah kehilangan sejak Sasuke ketika memasuki desa, anak itu pandai menikung dan mengecoh para pengejar agar kesusahan mengejarnya, tapi Naruto yakin Sasuke tidak akan lari jauh hanya bersembunyi di suatu tempat saja di desa itu.
Jenderal bermarga Namikaze itupun mulai memerintahkan anak buahnya untuk mengobrak-abrik pasar, kalau perlu mengecek satu-persatu rumah yang ada di desa itu.
Para prajurit mengeluarkan pedang dan mengancam para penduduk, jika mereka berusaha menyembunyikan seseorang maka mereka akan mati.
Lapak mereka di obrak-abrik, barang jualan mereka ada yang tak sengaja dihancurkan. Ketika salah satu prajurit menemukan Sasuke yang bersembunyi dibalik gerobak salah satu penjual di pasar, orang-orang sudah mulai marah dengan perlakuan semena-mena orang-orang dari istana itu.
Seorang pria berbadan gendut menuntut ganti rugi atas guci-guci jualannya yang dihancurkan oleh para prajurit. Ia mendatangi Naruto dengan berani dan berkata nyaring, ia menuntut ganti rugi yang setimpal untuk guci-gucinya yang pecah dikarenakan tindakan para prajurit yang bar-bar.
Naruto mendengarkan keluh-kesah pria berbadan gempal itu sampai selesai, namun setelah itu ia mencabut pedang dan menebas kepala sang pria sampai terpenggal. Kemudian ia berseru, "Ada yang ingin minta ganti rugi lagi?"
Semua orang terdiam, pasar yang ramai itu hening seketika. Naruto berputar-putar di atas kudanya, merasa situasi sudah berhasil dikendalikan ia mendatangi anak-anak buahnya yang sedang memegangi Sasuke agar tidak kabur lagi.
Pedang berdarah itu masih Naruto pegang, ujung runcingnya ia arahkan ke wajah Sasuke, "Kamu ingin dibunuh juga?"
Sasuke memejam, ia menangis, sampai-sampai Sasuke merasa basah di selangkangannya karena pipis di celana. Ini pertama kalinya ia melihat pembunuhan di depan matanya sendiri.
Pemuda yang memiliki warna mata safir itu menyuruh anak buahnya untuk menaikkan Sasuke ke atas kudanya, sementara ia sendiri melingkarkan tangannya lalu mengarahkan pedang ke leher Sasuke yang telah berada di depannya.
"Diam atau pedang ini yang akan berbicara padamu?"
Merasa sangat tertekan Sasuke terpaksa mengiyakan karena sangat ketakutan.
***
Dengan perlahan Sasuke duduk ke dekat futon ayahnya, pakaian lusuh dari puri telah berganti menjadi pakaian kerajaan yang indah berbahan sutra.
Sasuke tidak percaya kalau pria paruh baya tak berdaya di depannya ini adalah ayahnya, selama ini ia mengira bahwa Kakashi lah ayahnya.
Tangan keriput sang Kaisar memegangi pipi Sasuke. "Maaf, tidak pernah mengunjungimu..."
Sasuke menangis, bukan karena takut, melainkan karena ia merasa tak dapat berbuat apa-apa, ia sendiri baru saja mengetahui kalau dirinya adalah pangeran dan datang ke istana disaat raja telah dalam keadaan sekarat.
Naruto hanya menonton pertunjukkan romantis ayah dan anak itu dari belakang, kedua tangannya dilipat ke depan, menonton sambil menyunggingkan senyum misterius.
Naruto pasti akan membunuh Pangeran ke 19 juga, tapi bukan sekarang... belum saatnya...
Naruto hanya ingin memastikan Kaisar meninggal dengan tenang dan mempercayakan kerajaan di tangannya sampai hari dimana hari kematian Kaisar akan tiba...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Ke-19 | (NaruSasu)
RomanceDia membuat peluangku menjadi seorang Kaisar semakin sulit... [ narusasu ]