"Dunia harus tau dia istimewa"
᭝ ᨳଓ ՟
Suara alarm yang nyaring membuatku terpaksa membuka mata. Aku meraih ponselku di nakas dan bergegas menekan tombol off. Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah setelah tiga hari menjalani ospek.Aku melihat bayanganku di cermin, tersenyum kecil melihat penampilanku hari ini. Kemeja biru yang kupakai terasa nyaman di kulit, warnanya kontras dengan rok putih panjang yang menjuntai hingga mata kaki. Aku merapikan sedikit kerah kemeja, memastikan semuanya rapi sebelum berangkat.
Setelah puas dengan penampilanku, aku mengambil tas dan bersiap untuk memulai hari. Setiap langkah terasa lebih ringan ketika aku merasa percaya diri dengan apa yang kupakai. Kemeja biru dan rok putih panjang ini memang pilihan yang tepat.
****
"Hai, boleh kenalan?" sapa seseorang yang ada di hadapanku dengan wajah tersenyum.
"Tentu saja," jawabku.
"Namaku Hiraya Manawari, kamu bisa panggil aku Raya," ucapnya.
"Aku Kirana Rembulan Nirmala, biasa dipanggil Bulan," balasku sambil tersenyum kecil seraya menjabat tangannya.
"Nama yang sangat indah, sangat cocok denganmu, Bulan."
Sekali lagi, aku hanya tersenyum. Bukan maksud sombong, tapi aku bukan tipe orang yang mudah berbaur dengan orang lain.
Kini aku dan Raya, teman baruku, sedang menikmati nasi goreng yang dibuat oleh Mamih Tari, begitulah panggilan yang diberikan para mahasiswa dan beberapa dosen kepada ibu kantin itu.
"Wah, nasi goreng ini benar-benar enak. Nggak rugi deh aku menyelesaikan tugas matematika lebih awal," ujar Raya dengan wajah puas. Aku hanya menganggukkan kepala, setuju dengan pendapatnya.
Raya benar-benar berbeda denganku. Itulah yang ada dalam pikiranku sejak kami mulai berteman beberapa jam yang lalu.
****
Sore ini aku sedang menikmati donat buatan mamaku sembari mengerjakan tugas yang ku dapat di hari pertama kuliah.
"Aish, susah sekali soal yang ini. Aku tanya ke siapa ya?" gumamku.
"Ah, Raya!" Aku bergegas mengambil ponselku lalu mengirimkan pesan pada Raya. Sesuai perkiraanku, Raya cukup mahir di mata kuliah ini. Farmasetika sudah seperti makanan sehari-hari bagi dia yang lulusan SMK Farmasi.
Setelah bergelut dengan segala tugas yang ada, kini aku sudah berada di minimarket yang tak jauh dari rumah. Mama memintaku membeli beberapa bahan makanan karena stok di rumah sudah habis.
"Bayam, lada, ayam, apalagi ya?" ucapku sembari mendorong troli.
"Oh, tepung!"
Aku mencoba meraih sekotak tepung yang berada di rak paling atas, sedikit kesusahan karena badanku pendek.
Dugh!
"Aduh maaf maaf, saya tidak sengaja," ucapku pada seseorang yang ku tabrak.
Orang itu hanya memandangku cukup lama dengan tatapan dingin, lalu pergi begitu saja.
"Cih! Sombong sekali cowok itu," decakku.
****
"BULAN KAMU LOLOS!" teriak Raya sembari berlari menghampiriku.
"Hah? Lolos apaan?" tanyaku.
"Ih! Masa kamu lupa? Ini kamu lolos seleksi HIMA," ujarnya sambil menunjukkan pamflet pengumuman yang ada di ponselnya.
Aku baru ingat kalau aku mendaftar ormawa seminggu yang lalu, lebih tepatnya Raya yang mengajak agar aku ikut mendaftar menemaninya.
"Lalu bagaimana denganmu?" tanyaku padanya.
Dia menggelengkan kepala, dari responnya aku langsung tau kalau hanya aku yang lolos.
"Tidak masalah buatku Bulan, setidaknya salah satu dari kita ada yang lolos." Raya tersenyum manis kepadaku.
"Apa aku mundur saja ya? Lagipula aku tidak minat mengikuti ormawa semacam itu. Aku hanya mendaftar karena kamu memintaku," ucapku pada Raya. Aku sungguh-sungguh tidak berminat, rencana awal adalah menjadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang kuliah-pulang.
"Sembarangan! Seleksi masuk HIMA itu susahnya minta ampun, kamu harusnya bersyukur bisa lolos dari ratusan mahasiswa lain yang ikut mendaftar. Lagian nggak etis tau mengundurkan diri padahal baru aja diterima, nama kamu bisa jelek di mata orang-orang. Paham nggak???" protes Raya padaku.
Aku memutar bola mata malas, yang di katakan Raya sepenuhnya benar. Nasi sudah jadi bubur, aku harus menerima nasibku menjadi mahasiswa kura-kura, iya tepat sekali kuliah-rapat kuliah-rapat.
"Hahh ... selamat datang rapat, aku sudah tidak sabar menjadi orang sibuk," sindirku.
"Ayolah, tidak seburuk itu kok. Kamu juga akan diuntungkan dengan relasi yang luas. Dengar-dengar HIMA di kampus kita lebih terkenal dibanding ormawa lain. Banyak dosen lebih suka dengan ormawa ini terutama di jurusan kita." Raya mencoba menyemangatiku.
****
"Sekian yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf ..."
Setelah kelas perkuliahan berakhir, seluruh pengurus HIMA termasuk pengurus baru, kini tengah berkumpul di aula kampus untuk mendapat pengarahan lebih lanjut.
Seusai pengarahan, aku berkumpul lagi di kantin kampus bersama teman-teman dan kakak-kakak satu divisi.
"Halo semuanya, perkenalkan namaku Haikal Yovareno, biasa dipanggil Haikal. Aku dari teori 1, salam kenal semuanya!" ucap lelaki berkacamata itu.
"Salam kenal Haikal!" sahut semua orang.
Semua orang sedang bergilir memperkenalkan dirinya masing-masing, dan sekarang giliranku.
"Halo teman-teman dan kakak-kakak, perkenalkan nama saya Kirana Rembulan Nirmala biasa dipanggil Bulan. Saya dari teori 6, salam kenal semuanya!" sapaku seraya tersenyum simpul.
"Halo Bulan, salam kenal!" sahut orang-orang.
"Namamu cantik sekali Bulan, sama seperti orangnya," seloroh kak Bintang-kakak tingkat beda 1 tahun denganku.
"Sa ae lu Tang!" sahut kak Melody, diikuti gelak tawa dari teman-teman yang lain.
Aku hanya bisa tersenyum malu menanggapi pujian sekaligus gombalan darinya.
****
"Raya, ini beneran ngerjain empat jurnal sekaligus? Mana deadline nya lusa, aku beneran pusing," keluhku karena tugas Farmasetika yang tidak ada habisnya. Sebenarnya semua tugas di setiap mata kuliah sama banyaknya, tapi entahlah kenapa aku hanya mengeluh di mata kuliah Farmasetika.
"Ya menurutmu aja deh Bul, udahlah mending dikerjain daripada ngeluh mulu. Aku mau beli makan lagi, mau nitip?" tanya Raya.
"Boleh deh, es nutrisari mangga satu sama piscok sepuluh ribu. Nih uangnya," balasku sembari memberikan uang.
"Oke, tunggu ya. Mending kamu lanjutin dulu jurnalnya, aku udah dapat setengah loh," kata Raya lalu beranjak untuk membeli makanan.
Aku menelungkupkan kepala ke meja, rasanya berat dan lelah. Terlalu banyak hal yang terjadi hari ini, dan aku belum sempat beristirahat.
Ketika aku menolehkan kepala, mataku memincing kala melihat sosok yang tak asing.
Eh itu kan-
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi untuk Bulan
Teen FictionMari bersua kembali, di tempat di mana tak ada lagi yang bisa memisahkan kita.