Agen - 27

58 10 7
                                    

Meski semalam berantakan bak tsunami datang memporak-porandakan daratan, pagi tetap harus berjalan.

Di rumah Agan, tidak ada berisik seperti pagi-pagi biasanya. Agan bangkit dari tempat tidur untuk shalat subuh. Semalaman tidak bisa tidur gara-gara ada masalah baru yang jadi perkara utama kantung matanya gelap.

Pagi itu dia cuma bisa berdo'a kepada Tuhan supaya dijauhkan dari masalah, marabahaya dan berikan dia rejeki yang melimpah. Satu lagi, dia berdo'a supaya hubungannya dengan Gia kembali membaik.

Sebab mereka berdua masih berdiri di atas jembatan yang tidak pasti. Jembatan rapuh dan kapan saja bisa runtuh.

Komunikasinya dengan Gia pun turut berkurang. Bahkan tidak ada pesan manis di whatsApp seperti biasanya. Gia ataupun dia sama-sama memberikan ruang untuk istirahat.

Ingat kata Karni Ilyas:

Kita rehat sejenak!

Setelah shalat subuh, Agan pun mandi dan rapi-rapi. Hari ini dia berangkat ke agen ketika matahari belum muncul ke permukaan. Dia jadi orang pertama yang buka folding gate agen.

Agan bahkan menjadi orang yang pertama kali menata barang-barang ke rak, menyapu agen dan mengepel agen. Titi dan Dinda yang menjadi karyawan selanjutnya yang datang pun sampai terheran akan kedatangan putra mahkotanya Abah Joko itu.

Tidak biasanya soalnya. Biasanya 'kan Agan datang di jam 10 atau jam 12.

Dan yang paling epic-nya lagi, hari ini adalah hari MINGGU.

Yang mana hari minggu adalah hari liburnya Agan.

Dinda menelisik, aneh betul. Pasti ada yang tidak beres, nih.

"Eh, eh—si Agan, kok, tumben dateng hari Minggu begini? Biasanya 'kan dia ngerem di rumah."

Dateng-dateng si Ilyas bertanya heboh pada Dinda dan Roni yang sudah ada di dalam ruangan.

"Lah, barusan kita omongin tuh anak." balas Dinda sambil menata teh botol ke dalam kulkas.

"Kaget gua tiba-tiba dia lagi ngasir." tambah Ilyas lagi.

"Gua rasa dia abis berantem sama Abahnya. Gara-gara nyalonin camat kali, ya?" tebak si Roni yang mana hampir 60% tebakannya benar.

"...bisa jadi. Soalnya kagak mungkin kalo berantem sama Mbak Gia, mereka 'kan abis jalan-jalan kemaren." timpal Dinda dengan spekulasinya lagi.

Mereka bertiga buru-buru menutup mulut saat pintu terbuka dan nampaklah Agan bersama dengan kardus yang ada di tangan kanannya.

Spekulasi-spekulasi yang datang dari Roni, Dinda dan Ilyas bercampur dengan muka datar Agan membuat atmosfir ruangan jadi lebih dingin dan canggung. Paham tidak, sih, rasanya habis membicarakan seseorang, eh, orang itu tiba-tiba datang?

Rasanya jadi aneh, canggung dan terasa ada desiran asing yang datang.

"Lu pada kagak beli sarapan?" tanya Agan dengan suara pelan dan dalam. Menandakan kalau dunia Agan lagi tidak baik-baik saja.

"Nih mau beli. Lu mau nitip kagak?" tanya Roni pada Agan sambil mengambil kunci motornya.

Agan tidak menggubrisnya dan sibuk mengambil laptop yang ada di ranselnya.

"Gan, ditanya Roni tuh." sahut Ilyas.

Agan menoleh dan menggeleng cepat.

"Oh, oke..." cicit Roni seraya berjalan keluar ruangan.

"Ilyas, lu punya nomer admin agen yang ada di Tambun, nggak?" tanya Agan pada Ilyas.

"Ada—si Gustaf, kan?"

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang