kurasa pantas bagi seseorang memukul kawan-kawannya yang melakukan pemaksaan terhadapnya. tidak! kurasa memukul saja tidaklah etis. setidaknya aku harus memberonta dan melaporkan mereka ke pihak kepolisian. bagaimana aku tidak kesal? seharusnya sekarang aku tengah melakukan rutinitasku, kegiatan yang jauh lebih bermanfaat dibandingkan bersebelahan dengan empat kawan gila yang menyeretku kemari. jauh dari bawah kesadaran, aku sudah dapat menebak dari gerak gerik mencurigakan mereka, niatan membosankan mereka sebenarnya adalah mengalihkan aku dari jejeran buku yang telah sabar menanti hari ini, waktu yang sudah kusiapkan sejak sepekan lalu.
baiklah, untuk hari ini saja. aku akan melihat apa yang mereka ingin tunjukkan. orang-orang yang dilahirkan untuk sibuk seperti mereka, sebaliknya masih sempat menginjak lantai bernuansa coklat kehitaman. peralihan warna sebab berangsur tahun tak diselimuti oleh setipis saja kain, hanya disiram terus menerus oleh kedinginan malam dan jejak para pengunjung Restorant. sang pemilik restorant adalah warga pribumi asli, perawakan kakek jawa yang biasa kulihat dilingkunganku kerja. berbadan kurus, namun tak sampai nampak garis tulang-tulang nya. hanya memang sudah usianya keriput menggelambir ditubuh, maka dari perbedaan itu, kami dapat menebak-nebak bahwa usianya telah lebih dari 75 tahun. atau tiga kali kurang sedikit, dari usiaku. ia tak sendiri. seorang pria muda, terlihat seperti remaja sepuluh tahun lebih muda dariku, membantu mengantar pesanan para tamu ke meja-meja. tak seperti lantai, meja disini sangat terawat. tidak ada noda, bahkan corak tahun tak mampu menyentuh lapisan luar kayu.
tak hanya aku yang bernuansa warna kelabu sebab meninggalkan bacaanku, lainnya terpancar dari paper menu membendang menarik pandangan panjangku. seolah bak sepanjang tahun aku mengamati rentetan menu dari a sampai z, setidaknya pilihan acak saja tak ingin ku pesan. sebab rasa? bukan karena rasa makanan. sebab sekilas tak sekali duakali para konsumen wanita, bermondar-mandir melempar tawa kecil. tak jarang saling bergeli menggeliat memandang satu sama lain. mereka tak salah, sebagai manusia dengan kepribadian berbeda-beda, mereka sudah pantas tersipu. benar, mereka tak salah. sebab apa? sebab tepat disebelah kiri ada Dito. pria yang sedari awal menempelkan punggungnya di sofa, melempar senyum memukau nya ke para gadis. mungkin wajah setengah arabnya itu sedang ia jual. tak seperti keluarga keturunan arab yang sering kudengar kisahnya. tak jarang akan ada perjodohan untuk anak-anak, maka tak perlu lagi menjual wajah seperti nya saat ini. nasib buruk pria ini karna dia tak akan dijodohkan. keputusan yang ayahnya ambil sejak membantah untuk ikut kembali ke arab, lalu bersih kukuh menikah dengan wanita pribumi asli. wanita anggun dari jawa timur. lihatlah ke anggunan ibunya tak dapat dito warisi. dan sekarang dia sedang menggoda para tamu gadis. setidak nya sikapnya dapat menjadi pelaris tak diundang untuk pemilik Restorant. jika tidak, sudah pasti meja ini tak lagi atas namaku. dan sepatuku akan berada diatas keset depan reostorant.
ku kedipkan mataku beberapa kali, dibandingkan biasanya ini dua kali lebih sering. apa aku tidur saja disini? tak kukira udara disini semakin menyempit. hidungku saja tak cukup membuka jalan udara untuk sampai pada paru-paru sehatku. kesehatan organ yang juga menjadi prioritas utamaku. kusediakan beberapa waktu rutin setiap hari untuk berolahraga. dan pikiran ku untuk mengatur pola makan, agar diwaktu yang akan datang kesehatan tak pernah menjadi masalah dihidupku. sudahlah! aku telah mencapai batasku menahan rasa bosan.
koran harian terjemur elok, bersebelahan. berada persis disudut depan ruangan, sebaris dengan pintu masuk. rupanya engkau tak terlihat, sedari aku berjalan masuk kemari. kelabu hampir merenggut secercah sisa warna dariku. oh aku terselamatkan dari kesia-sia an. setelah kubawa sekoran berita harian. kusilangkan kakiku. kudangakkan wajahku agar nyaman untukku membaca deretan setiap kata. dan bentangkan dua belah kertas. sejajar dengan mataku.
"brother. tak bosankah kau terus menerus bertemu tulisan?"
"hemm" tidak, tidak perlu kujawab dengan serius. toh pria itu takkan mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGER
RomanceDipertemukan lewat kebetulan-kebetulan yang terlalu sering menjadi kebetulan hingga tidak bisa dianggap lagi sebagai kebetulan melainkan adalah takdir. Namun, ketika keduanya mencintai setelah gejolak hati yang membingungkan dan pertarungan dengan r...