Agen - 28

369 39 9
                                    

Stasiun Tambun

Lari dari Duri, demi Tambun yang berseri. Debu menyambutnya dengan ramah bersama tebalnya polusi. Terik panas matahari tidak pernah absen untuk memanasi bumi Bekasi.

Agan sampai di Tambun tepat pada pukul 10.

Sesuai rencananya, dia merealisasikan bagaimana hari ini ia bergeser kota untuk beristirahat dari masalah yang menimpanya. Bukan berarti Agan lari. Dia hanya butuh merebahkan penat karena ditimpa masalah berkali-kali.
Tidak salah manusia lelah. Tidak salah juga Agan membuang lelahnya.

Masih di stasiun Tambun yang hari ini banyak pengunjung, Agan duduk di atas kursi outlet roti O' setelah memesan es coklat dan satu roti berbungkuskan kertas kuning tersebut.

Ia tengah menunggu rekannya menjemput sebab tidak ingin mengeluarkan uang buat ojek online. Soalnya agen cabang Tambun milik Abah tidak jauh dari sini. Sayang aja kalau baru nempelin bokong di jok tidak lama udah sampai di tempat tujuan.

Gustap
Gan, lu dijemput adek gua ya
Si aya

Aganta Daffa
Sapa aja dah

Gustap
Dia katanya udh sampe gan

Agan mengangkat kepala dan mengedarkan pandangannya ke seluruh parkiran stasiun. Banyak sekali orang-orang yang menjemput. Agan bahkan kelimpungan.

Matanya tetap mengedar. Ada ibu-ibu dengan satu anak, ibu-ibu sendirian duduk di atas motor tossa, cewek alay dengan kacamata hitam dan kardigan rajut warna coklat, dan lain-lain.

Jadi, yang manakah adeknya Gustaf tersebut?

Aganta Daffa
Adek lu yg mana?

Gustaf
Badannya kecil kek semut
Pake behel

Agan berdecak. Dia tidak mendapat jawabannya. Ogah sekali Agan menyuruh seluruh wanita yang ada di stasiun menyengir kuda biar tahu dia pakai behel atau tidak.

Ada-ada aja yang bernama Gustaf ini.

"Oy! Kak Agan bukan?!" Tahu-tahu di depannya ada seorang gadis yang tubuhnya imut-imut, ramping, berkulit putih dengan sweater rajut warna-warni serta celana levis sepaha—memanggil Agan dengan setengah berteriak.

Cewek itu nangkring di atas vespa matic-nya yang masih menyala.

"Sapa dah?" tanya Agan.

"Adeknya Gustap," jawab gadis itu.

"Oh, si Aya?"

"Iya."

Agan membungkus rotinya dan membawa es coklatnya. Kemudian menghampiri Aya yang siap menjalankan motornya itu. Seperti tidak sabar dan buru-buru pulang.

"Gua naik, ya, Ya?"

"Kagak boleh, bayar."

Agan yang udah mengangkat kakinya lantas diturunkan lagi.

"Ya udah, sono gih lu pulang!"

"Ya udah," Aya menarik gas motornya. Meledek Agan.

Agen Agan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang