Masih Februari

172 23 2
                                    

Bukan rahasia sebenarnya betapa manjanya anak sulung keluarga ini. Betapa ayah dan ibunya memperlakukan dirinya seperti layaknya seorang putri.

Tapi hari itu, di tengah bulan Februari untuk pertama kalinya dia ditinggal sendiri dengan dua adiknya.

Ibunya berpesan untuk menjaga mereka untuknya.

"Kak, kalau mau makan beli aja ya? Kalau mau masak hati-hati nyalain kompornya. Aduh tunggu deh mama telponin nenek suruh nginap disana"

Dia hanya menggeleng saja, membiarkan ibunya ribut menelpon sana sini untuk menemaninya di rumah.

"Kak, nenek mau nginep malam ini. Kakak pulang deh keburu sore kasian adek-adeknya di rumah"

Dia mendongak, melepas tangan Papa yang sedari tadi bertaut dengan miliknya dan mengangguk.

"Oke" katanya.

"Pa, aku pulang dulu"

Ayahnya yang nyaris tertidur langsung membuka mata dan tersenyum. Tangannya disodorkan untuk disalimi.

Tak lupa tangan besar itu mengusap kepalanya sayang. Sebuah kebiasaan yang tidak pernah terlupakan.

"Hati-hati sayang"

Dia tersenyum sebelum ikut pamit juga dengan ibu dan adik ayahnya yang saat itu menemani.

❄️❄️❄️

Pulang ke rumah yang dia temui adalah adik bungsunya yang mencebik.

"Jelek banget" katanya menggoda tapi lanjut membiarkan anak yang baru berumur sebelas tahun Desember lalu itu memeluknya.

"Kenapa kok lemes?"

Adiknya menggeleng membuatnya mendesah dan mengusap punggung anak itu.

"Udah makan gak? Mau kakak masakin telur? Mama gak bisa pulang"

Anak itu berdecak.

"Adek kan gak bisa makan telur"

"Eh?"

Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Merasa kikuk melupakan hal yang penting.

"Astaga, maaf kakak lupa. Mau makan mie aja? Kakak tambahin sosis sama bakso deh. Tapi makan ya?"

Dengan ogah-ogahan adiknya mengangguk.

"Tunggu bentar, kakak ganti baju bentar ya"

Dia melenggang masuk meninggalkan adiknya yang mulai duduk di kursi meja makan. Menunggunya yang hendak memasak.

Di tengah acara memasaknya, adiknya mulai membuka suara.

"Terus kapan mama pulang?"

Dia menoleh sekilas.

"Besok kalau Papa udah dioperasi, dek"

Anak itu mencebik.

"Kak"

"Iya?"

"Perutku sakit, dari tadi ke kamar mandi terus"

Dia berbalik cepat.

"Hah?"

Melihat adiknya yang lemas dia bergegas, mematikan kompor dan buru-buru melihat wajah adiknya yang memang agak pucat.

Nafsu makannya habis tak bersisa.

"Adek diperiksa dokter ya?"

Ini pertama kali baginya, jadi dia hanya mengikuti intuisinya saja. Meraih tangan adiknya dan membawa anak itu ke klinik di dekat rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Flower Bloom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang