RIMBUN 10. KELOPAK BUNGA YANG MEKAR

305 65 33
                                    

HALLOOOOO, PAKABS??

Duh, jadi malu lama banget gak apdet cerita membagongkan ini 🙈 Semoga kalian masih inget alurnya ya.

Selamat membaca!

¤ r i m b u n ¤

"DOKTER! BENTANG MEMBUKA MATA!"

Suara yang sangat berisik itu menggaung di telinga, mengisi kesunyian dan sayup-sayup yang biasa dia dengarkan tanpa bisa ditanggapi. Buram menjadi pemandangan pertama, cahaya yang selama ini tak mau hadir pada penglihatan kini menembus retina, membentuk bayangan yang perlahan-lahan jelas dan terang. Tangan besar nan hangat yang tadi dia rasakan melingkupi tangannya sudah tiada, berganti kehampaan.

Bising tadi berubah menjadi bisik-bisik, beberapa bagian tubuhnya disentuh, dipastikan bahwa tak ada yang salah dengannya. Wajah seorang asing mendekat, menyorotkan lampu pada matanya hingga pupilnya membesar dan mengecil sebagai respon bahwa dirinya masih hidup dan telah sadar. Dia berjengit dan mengerang kecil ketika lututnya diketuk, jari kakinya menjentik bersamaan dengan itu.

Bayangan buram tadi benar-benar telah jelas sekarang, senyum orang-orang di depannya menyapa dirinya. Ada air mata yang menitik bersamaan dengan seruan syukur dari mulut mereka yang mengelilinginya. Hingga satu nama yang dia ucapkan sebelum dirinya direnggut kegelapan kembali menampak.

"M-Mas Simran."

Orang yang disebut namanya mendekat kala orang-orang berseragam putih itu memberinya jalan. Matanya merebak, tangannya terulur menggenggam tangan mungil yang telah lama tak bergerak.

"Ini Mas Simran, Bentang, Mas ada di sini." Ujar pria bernama Simran, mengencup tangan Bentang berkali-kali hingga tangan itu basah oleh titihan air matanya.

Dua orang lainnya turut mendekat, Bentang bisa mengenali mereka berdua dengan sangat baik. Gerungan tangis salah satunya masih terngiang-ngiang di telinganya, dan satu yang lebih tinggi jelas tak akan pernah dia lupakan. Lindung dan Samsyir, mereka ada di sana, air mata sudah berlinang di pipi Lindung, sementara Samsyir menahannya mati-matian agar tak mengalir.

Mas Simran melepas genggamannya untuk berbicara dengan dokter. Bentang tak tahu apa yang mereka bicarakan, dia hanya terus diam sambil mencoba membawa dirinya mengingat apa saja yang sudah terjadi. Jujur saja dia bingung, mengapa dirinya terbaring di tempat ini? Bukankah dia dan Samsyir melebur menjadi serpihan debu dan dedaunan yang beterbangan?

"Aku ... kenapa?" Itu pertanyaan pertama yang dilontar Bentang, dia ingin mencari penjelasan, dia ingin tahu apa yang sudah terjadi padanya hingga membuatnya terbaring di sini.

Lindung mendekatinya, menarik kursi kemudian menggenggam tangannya sangat erat. Air mata itu diabaikan, dibiarkan terus mengalir selagi Lindung menjawab pertanyaan sahabatnya.

"Lo koma, Ben, dua tahun."

Bibir Bentang dengan cepat terkatup, matanya membola oleh rasa terkejut yang tak bisa dia sembunyikan. Koma? Dua tahun? Dan mengapa dirinya bisa koma?

Seolah tahu dengan apa yang dipikirkan Bentang, Samsyir memgambil alih obrolan untuk menjelaskan pada Bentang perlahan-lahan.

"Bus yang kita tumpangi saat kunjungan industri itu mengalami kecelakaan, Ben, teman-teman kita semua selamat, yang terluka parah cuma kamu dan aku, sisanya luka ringan tapi sebagian besar baik-baik aja."

"Sopir busnya meninggal." Bentang menyeletuk, teringat sesuatu.

Lindung dan Samsyir kompak mengangguk. Sejatinya dua orang itu nampak bingung, dari mana Bentang tahu bahwa supir bus yang mereka tumpangi meninggal? Tapi tak mau mempertanyakan itu dulu, mereka berdua memilih untuk menjelaskan kembali apa saja yang sudah terjadi pada Bentang, pada mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RIMBUN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang