RIMBUN 9. MENEMUKANMU

246 56 23
                                    

Haloo,

Nunggu lama banget, ya? Hehehe, maaf 😁

Ini kukasih apdetan biar seneng.

Enjoy!

¤ r i m b u n ¤


Mata itu masih merah dan sembab, kini Bentang benar-benar menyadari bahwa badannya seringan bulu. Dia tak tahu dengan apa mereka berdua kembali, hanya saja ketika Samsyir mengajaknya pulang, tiba-tiba mereka sudah ada di depan kamar kost Bentang. Pemuda cantik itu masih terngiang kerangka tubuhnya sendiri; tersangkut menyedihkan di antara rerimbunan. Rasa sakitnya sekarat itu masih bisa dia rasakan dengan nyata. Bagaimana dia merintih, menjerit tanpa suara yang berarti, memohon dengan penuh perasaan, hingga pada akhirnya hanya kepasrahan yang bisa dia lakukan.

Dia melihat kaca jendela kamarnya dan tak menemukan pantulan dirinya di sana. Dirinya benar-benar sudah mati. Dia tak tahu bagaimana dunia ini bekerja, jika yang lain tak menyadari keberadaannya, lalu kenapa teman-teman sekelasnya masih bisa melihatnya?

Lalu dia teringat pada keinginan terakhirnya sebelum Izrail menarik jiwanya; dia ingin jasadnya ditemukan dan dikuburkan dengan layak. Sepertinya arwahnya menampak di depan teman-temannya karena dia ingin mereka menemukannya, dia ingin teman-temannya tahu bahwa dia sudah tiada.

"Bentang, kayanya ada orang di dalem." Ujar Samsyir, menyadarkan Bentang dari lamunan.

Yang lebih kecil menoleh, kepalanya menunduk lalu dapati sebuah sepatu di depan pintu. Keningnya berkerut, siapa yang datang?

Dia masuk begitu saja menembus pintu, dan sekali lagi dia baru sadar bahwa selama ini dia tak pernah membuka pintu itu, dia selalu menembusnya. Lampu kamarnya pun tak pernah menyala, sehingga selama ini yang dia saksikan hanya bayangan semu, hanya ilusi.

Mata Bentang dan Samsyir membola, keduanya melihat seorang pria sedang duduk diam dengan wajah sendu sambil membaca sebuah buku diary. Itu buku diary milik Bentang. Kamar itu kini telah bersih, Simran membersihkan dan merapikannya.

"Mas Simran," suara Bentang tercekat, dia bersimpuh tepat di depan kakaknya dengan air mata yang jatuh lagi. "Mas, Bentang di sini."

Tangannya terulur, menyentuh pipi kakaknya. Tapi Simran tak merasakan apapun, pria itu masih diam sambil membaca buku diary Bentang dengan tekun, tak terganggu sedikitpun. Air mata Bentang jatuh bercucuran, dia memeluk kakaknya sangat erat tanpa dapatkan balasan. Dia menangis menggerung-gerung di perpotongan leher Simran.

"Mas gak tau apa yang sudah terjadi pada kamu, Ben, Mas datang mau meminta maaf dan memastikan kamu baik-baik saja, tapi sampai malam pun Mas belum bertemu denganmu. Kamu di mana? Kamu masih sangat marah pada Mas Simran, ya?" Monolog itu membuat tangisan Bentang kian menyakitkan, kepalanya menggeleng brutal.

Sang adik membalas, "aku di sini, Mas, aku di depan Mas Simran. Mas Simran jangan minta maaf, aku yang harus minta maaf. Mas Simran ... Mas Simran ... aku ... aku ...." kalimatnya tak usai, dia kembali menangis, lebih kencang dari sebelumnya.

Rasa bersalahnya itu membuat dadanya semakin sesak, sesalnya membumbung tinggi tanpa bisa dia utarakan pada orang yang dia maksudkan. Samsyir masih di sana, melihat kekasihnya menangis tersedu-seduh sembari memeluk kakaknya erat-erat. Dia mengulum bibir, menggigit bagian dalamnya guna menahan tangis. Badannya sedikit berbalik, tak mau melihat betapa menyedihkannya sosok Bentang kini.

RIMBUN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang