Malam Berdarah

2 1 0
                                    

Seoul, 2019. Pukul 08.00.

Hong Ha-yoon. Gadis dengan penampilan berantakan. Jaket hitam yang dikenakannya kemarin telah berubah warna menjadi abu-abu. Wajahnya memancarkan rasa lelah yang tak terhitung. Matanya sembab sebagai tanda ia telah terjaga sepanjang hari. Dengan langkah lesu gadis itu turun dari mobil sambil menenteng ransel masuk ke dalam rumah.

Tangannya yang sudah siap menekan PIN pada pintu masuk berhenti. Ha-yoon menarik kembali tangan kanannya. Ia lalu mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Kepalanya juga mendongak melihat CCTV yang telah rusak di atas sana.

"Ada apa ini?" Tanya Ha-yoon lirih pada diri sendiri.

Seketika jantungnya berdetak tak beraturan. Rumah yang biasanya penuh dengan suara lantang kedua orang tuanya tiba-tiba sunyi pagi ini. Pintu rumah juga CCTV mereka seolah sengaja dirusak. Diiringi detak jantung yang semakin tak karuan, Ha-yoon melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Ha-yoon hanya bisa ternga-nga begitu tangannya berhasil membuka daun pintu dengan sempurna, tubuhnya seolah membeku. Hatinya seperti mati rasa. Ia tak tahu keadaan apa ini. Dengan mata kepalanya sendiri Ha-yoon menyaksikan ayah dan ibunya berlumur darah di depan televisi. Adik laki-lakinya juga sama mengenaskannya, remaja itu tergeletak dengan leher tersayat tepat di depan pintu kamarnya. Botol soju yang telah pecah berhamburan hampir di seluruh ruang tamu.

Tangan Ha-yoon yang masih gemetaran mencoba merogoh ponsel dari saku celananya. Beberapa kali ponselnya jatuh ke lantai karena tangannya sulit dikendalikan. Namun gadis itu akhirnya bisa menghubungi polisi dan melaporkan kejadian mengenaskan yang terjadi di rumahnya.

Hanya butuh sepuluh menit sampai anggota dari kepolisian Yongsan tiba di kediamannya. Ha-yoon yang tadinya hanya diam mematung seketika meraung saat melihat polisi berjalan mendekatinya.

"Ayah! Ibu! Mereka——" Belum sempat Ha-yoon menuntaskan kalimatnya yang tersendat karena isak tangis, seorang polisi wanita datang memeluknya.

Air mata Ha-yoon jatuh semakin deras. Tubuhnya kini lemas hingga tak kuat untuk menopang berat badan sendiri. Ha-yoon kemudian dibawa ke Kantor Polisi Yongsan, Seoul. Keadaan di rumahnya sudah tak lagi kondusif. Para tetangga juga wartawan berdatangan. Mereka datang untuk meliput dan memberi dukungan pada Ha-yoon. Namun banyak juga yang datang hanya untuk memuaskan rasa penasaran mereka.

***

Di Kantor Polisi Yongsan, Ha-yoon diberi secangkir kopi hangat untuk menenangkan diri. Polisi juga tak langsung menginterogasinya. Mereka memberi ruang pada Ha-yoon yang masih terkejut dengan apa yang ia lihat pagi ini. Namun gadis itu tak sedikitpun menyentuh kopi yang telah disediakan. Matanya menatap lurus dan kosong ke arah luar pintu kantor.

"Sepertinya dia sangat terpukul." Ucap Kim Gyeong-min, kapten tim yang menangani kasus pembunuhan orangtua Ha-yoon.

Kim Gyeong-min juga rekan wanitanya, Lee Minji, memang memperhatikan gerak-gerik Ha-yoon sejak tadi. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk meminta keterangan dari Ha-yoon yang terlihat sangat memprihatinkan.

"Apa sebaiknya kita biarkan dia untuk sendiri lebih lama hari ini?" Lee Minji melontarkan pertanyaan baru untuk menanggapi pertanyaan Gyeong-min sebelumnya.

"Gadis ini bisa saja berpikiran untuk bunuh diri jika dibiarkan sendirian. Kau lihat saja, tatapan matanya tak lagi menunjukkan semangat untuk menjalani hidup." Gyeong-min mulai berspekulasi.

"Lalu kita harus bagaimana? Meminta keterangan gadis itu sekarang hanya akan membuatnya semakin terluka dengan kejadian traumatis hari ini. Sementara penyelidikan juga tidak bisa dilanjutkan tanpa keterangan darinya." Minji kembali menyeruput ice americano di tangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The People I KilledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang