1. Bukan pertemuan pertama

64 9 0
                                    

Nadine

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nadine

"kak, hari ini masuk sekitar lima ratus pesanan nih. Yang kemarin aja belum di packing semua. Disa sama Hera lembur habis-habisan tuh."

Aku tertawa kecil menanggapi curhatan Yeni. Sembari melepas tas selempang yang menggantung di pundak, aku menjatuhkan tubuhku pada bean bag empuk kesukaanku. Lantas aku melihat jam dinding yang menempel tepat di hadapanku. "Semangat ya adik adik, bentar lagi makan siang. Aku traktir mau?"

"Mau dong Kak," Disa menyahut. Wanita muda yang baru lulus SMA itu terlihat sibuk mengemas barang-barang bersamaan dengan Hera. Sementara Yeni sibuk mencetak resi.

Mereka bertiga adalah karyawanku. Semuanya baru lulus SMA. Aku mempunyai toko online yang menjual tas kanvas home made. Awalnya aku hanya iseng mencoba jualan online di salah satu aplikasi, hanya aku dan Mama yang menjalankannya. Namun ternyata banyak yang membeli dan aku kewalahan mengurusnya, hingga akhirnya aku mencari orang yang bisa membantuku. Dengan seadanya, aku menyulap sebuah ruko kecil tidak jauh dari rumah menjadi tempat jualan, yaitu sebuah ruangan berbentuk studio tempatku berada sekarang.

Saat jariku sedang sibuk menekan-nekan pilihan makanan di aplikasi, sebuah notif chat muncul yang tanpa sadar membuat senyumku merekah lebar.

David❤️
Aku baru sampe rumah.
Kamu udah makan siang?

Please jangan di hujat nama David yang ku save di WhatsApp. Plus emoticon love merah yang menyakiti mata. Aku sendiri tidak tahu kenapa, kalau sudah bucin pasti alay. Segera ku balas chat pacarku itu dengan senyum masih tertahan di bibir.

Cukup lama menunggu sampai muncul lagi chat dari David.

David❤️
Aku lagi nge-game yang, sama Jean.
Nanti aku telepon ya, love you

Aku mengernyit. Tidak biasanya David main game di jam seperti ini. Sekarang baru jam 11 siang, dan dari jadwal yang diberitahukannya kemarin, hari ini dia ada bimbingan dengan dosen skripsinya. David memang masih kuliah. Kita berdua seangkatan, bedanya dia mengambil Hukum sedangkan aku mengambil Ilmu Komunikasi di kampus yang sama. Kita bertemu saat pertama kali masuk kuliah. Ngomong-ngomong aku sudah lulus tahun lalu. David sendiri belum, karena dia begitu sibuk dengan urusan yang menurutku tidak lebih penting dari skripsinya. Seperti traveling kesana kemari, mendaki gunung dari gunung satu ke gunung lainnya, intinya dia foya-foya.

Apakah aku membiarkannya?

Sebagai pacar, tentu saja aku sudah lebih dari seribu kali memberitahukannya. Pernah dulu kita sampai ribut besar hanya karena David lebih mementingkan traveling ke labuan bajo daripada menyelesaikan skripsinya. Padahal semuanya untuk masa depannya sendiri. Aku tidak suka dia bergantung kepada harta orang tuanya itu. Terlahir dengan sendok emas.

Lama-lama aku jadi capek sendiri.

"Kenapa, Kak?" Sepertinya Yeni menyadari air mukaku yang berubah. Yang tadinya nyengir lebar, sekarang terlihat sedang menahan kesal.

Nearby Relations Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang