Chapter 1

44 4 0
                                    

Pada pukul 4 sore cuacanya cenderung terasa sejuk di saat matahari masih bersinar, itu mungkin dikarenakan oleh vegetasi yang tumbuh rindang pada taman yang telah dirawat dengan baik oleh ahli botani, warna senja yang menggantung di ufuk barat masih setia memantulkan warna pada benda atau hal- hal yang tak terhalang oleh cahaya. Akibatnya pemandangan sekitar jadi makin memukau oleh bias cahaya keemasan. Opening konservatorium yang didalangi oleh perusahaan JNR Group diadakan di taman tepat berada di depan bangunan konservatorium berdiri megah. Hubungan baik bersama keluarga Anggakusuma yang dikenal dengan lahirnya pengusaha kontraktor mumpuni menjadi dalih project tersebut diambil alih oleh mereka. Dan sebagai salah satu bagian memiliki hubungan baik, mereka ikut serta dalam undangan tersebut.

Tak terkecuali beberapa partner pengusaha yang sudah bekerja sama dengan JNR Group, termasuk perusahaan security PT. Cakra Utama yang kala itu banyak memasok security dalam aktivitas bisnis JNR Group.

Rumput hijau yang terhampar indah di taman kini menjadi alas pijakan dari sepatu flat maupun alas kaki bersol tinggi. Meja yang telah diatur berdasar nama-nama tamu, dekorasi dengan konsep matang, makanan ringan dan minuman alkohol maupun non alkohol, kehadiran para calon murid konservatorium menghias acara tersebut kian meriah.

Gadis kecil berusia lima tahun bergenggaman tangan bersama kakak sepupu wanitanya, Sheryl dan Syasya, bonding keduanya begitu erat tak peduli bahwa perbedaan usia diantara mereka cukup jauh. Mata jernih milik Sheryl selalu menatap Syasya penuh kekaguman, terkadang, gadis kecil itu dengan tubuh mungil dan postur tak terbiasa bertindak kaku dengan meniru sikap elegan, sopan, halus, penuh kehati-hatian yang dimiliki  Syasya.

Tindakan gemas itu menghibur para orang dewasa yang senang melihatnya. Sewaktu acara itu akan di mulai Syasya bangkit dari kursinya dan meminta Sheryl menunggu di tempat.

Rupanya Syasya berjalan tegak ke arah panggung yang diciptakan di tengah taman di mana di sana telah tersedia sebuah piano, seperti yang telah dipelajari dan Syasya pun sudah bosan memainkannya akan tetapi tak peduli seberapa sering dimainkan lagu yang keluar kesannya selalu berbeda sesuai dengan kapasitas tekniknya dan emosi yang ia hantarkan. Pada kesempatan itu ia mendemonstrasikan kepiawaiannya.

Nada-nada yang keluar dari piano menjadikannya melodi indah, menyentuh titik sensitif bernama emosi, ikut terhanyut akan keindahannya dan nyaris yang berada di sana ikut terhipnotis kecuali ..., keluarga dari pendiri perusahaan security yang baru berusia seumur jagung.

Diantara orang-orang yang terpaku pada penampilan cucu sang pimpinan, tiga diantaranya melihat dengan kening berkerut, itu hanya suara yang kebetulan saja enak di dengar, mereka tidak terbiasa dengan ekspresi orang-orang yang menggambarkan pemujaan mendalam dalam resital tersebut.

Tiga orang yang tak relevan dengan acara seperti itu ialah, Surya Utama sang pimpinan agensi security bersama istri cantiknya, Leny Puspita, dan anak semata wayang mereka Hugo Cakra Abimana.

Akhir dari permainan itu diapresiasi berupa tepuk tangan riuh dari para tamu undangan, gema musik digantikan olehnya. Ketiga orang tersebut pun dengan kikuk ikut bertepuk tangan.

Gaduh itu kemudian tergantikan dengan teriakan dari suara gemas seorang anak gadis berusia lima tahun, "MAMAAAA AKU MAU JADI KAKAK SASAA!!!"

Bukannya merasa terganggu, orang-orang justru menertawakan aksi itu. Sudah merupakan rahasia umum bahwa pak Djani Janardana amat mencintai cucu bungsu perempuannya.

Di saat gadis kecil itu merengek ingin mendekati Syasya, sang kakek mengambil alih sang cucu dari ibunya dan menggendongnya untuk dihibur.

"Hugo, kamu lihat anak perempuan yang digendong pak Djani?"

HopelessWhere stories live. Discover now