1. Each life

3 1 0
                                    

Pagi disibukan dengan jadwal yang padat untuk pemotretan, orang-orang sibuk kesana kemari pada setiap pekerjaan mereka dan di dalam ruangan agak besar itu tidak terlalu terang hanya berfokus pada pencahayaan lampu Fill light yang menyoroti seluruh tubuhku sedang berpose di depan kamera sesuai instruksi, berpose begitu lihai tanpa kaku karena pada dasarnya akuㅡKim Haena, memang seorang modeling Fashion milik brand ternama yang aku dambakan sejak masa remaja, malah menjadi sorotan utama diantara para model lainnya. Ya itu yang di katakan banyak orang dan berita yang menyuarakannya.

Pekerjaan modeling hanya hal mudah bagiku selama bertahun-tahun lamanya, begitu indah dengan gaun bewarna hijau Emerald dibaluti polesan make-up bold di wajahku. Usai satu jam lamanya, pemotretan sesi terakhir selesai kemudian asisten mengantarkan aku ke samping untuk istirahat sejenak, meminum air dingin yang diberikan olehnya. Beberapa saat setelah istirahat, segera aku dibantu untuk berganti pakaian kembali menjadi setelan santai, jadwal pemotretan sudah selesai dan kini berpamitan kepada para crew. Lift sampai di lantai satu, sambil berjalan menuju lobby sesekali mengecek ponsel, takut ada informasi darurat setidaknya aku kan masih di luar. Tepat beberapa langkah aku bertemu dengan Manajer Lee Heon.

"Ah, Haena.." Kami seperti biasa selalu cipika-cipiki karena memang Manajer Lee hampir seakrab itu denganku, "Kau baru saja selesai potret ya?"

Mengangguk sebagai jawaban, "Ya aku baru selesai tadi, Manajer Lee sengaja kesini?"

"Aku ada urusan lain dengan berkas-berkas jadi harus datang untuk mengecek" Katanya, memang terkadang Manajer Lee berkunjung hanya untuk sekedar melihat model-modelnya tengah pemotretan atau hal lain yang cukup penting.

Setelah berbincang-bincang sebentar aku pamitan kembali dengan Manajer Lee, menuju mobil yang terparkir di pintu utama untuk menjemput, aku juga sudah merasa lelah setelah pemotretan dari pagi ke sore.

.
.
.
.
.

Entah apa yang membawa kabar buruk terjadi saat diberitahu jika kedua orang tua suamikuㅡTaehyun akan berkunjung untuk makan malam, aku sudah merasa cukup lelah dengan jadwal padat sejak pagi, tapi di sinilah aku duduk hanya berfokus pada makananku, terasa hening dan canggung. Beberapa menit usai makan malam kami dan tetap terdiam sampai makanan penutup pastry datang di sajikan koki rumah, kami tetap saling terdiam tak ada buka suara hingga salah satunya ayah mertuaku memecahkan hening.

"Ayah lihat disini terlalu sepi hanya untuk di tinggali dua orang tuan rumah saja" Celetuknya, aku agak tegak dan ini bukan sekali dua kali mereka membahas hal yang serupa tentang 'Anak'.

Tidak sungguh, ini bukan tentang pernikahan yang kalian pandang dengan sangat indah. Pernikahan ini hanya di atas kertas, atau bisa di bilang perjodohan paksa dan sebelumnya kami juga tidak mengenal satu sama lain. Ini memang konyol, tapi aku bersumpah juga diantar aku dan Taehyun tak pernah ikut campur dalam urusan masing-masing dan tak ada satu pun di antar kami sekedar berbincang layarnya sepasang suami istri, hanya tentang makan bersama saja kemudian sisanya tentu terpisah termasuk kamar tidur.

Balik lagi kesituasiku yang bingung saat ini, namun di sela kami terdiam, Taehyun menjawab kalimat itu, "Kami juga berniat untuk pindah dengan rumah minimalis, setidaknya jarak pun tidak jauh dari kantorku" Aku menghela nafas pelan, encer juga otak suamiku.

"Kenapa harus pindah jika kalian bisa menghadirkannya anak kalian? Ibu dan ayah juga bisa menggendong cucu-cucu nantinya" Celetuk lagi ibu mertuaku, ini situasi yang menyudutkanku dengan iming-iming makan malam.

Aku tak berani menatap Taehyun atau pun kedua mertuaku, ini bisa semakin melontarkan banyak perdebatan nantinya jika aku salah bicara, mungkin sekarang biarkan Taehyun terus berbicara. Lagi pula jika orang tuaku juga berkunjung, aku yang akan buka suara.

Blind Circle - JKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang