3. Difficult

2 1 0
                                    

Berita di siarkan pada seluruh kota setelah kejadian kemarin, Sabtu sore jam 15.20 di duga orang tersebut percobaan bunuh diri bahkah plat nomor mobilku tersorot lewat wawancara pada TKP. Ku matikan televisinya, aku masih merasa tak sanggup mengingat kembali kejadian yang mengerikan begitu saja, rasanya nyawaku sisa setengah bahkan terasa mual. Ponselku tak berhenti muncul notifikasi sejak malam kemarin, banyak pesan serta postingan-postingan yang sedang hot news di platform sosial media menyebutkan namaku dimana pun, bahkan banyak dugaan-dugaan teori yang mereka buat dalam kejadian kemarin.

Hingga pintu terbuka dengan keras tampak Taehyun begitu marah pada tatapannya yang tajam dan murka, "Kim Haena!" Kudengar pertama adalah teriakannya, aku tau ini akan mempersulit pekerjaannya sekaligus urusan lain, mungkin pertanyaan dalam pihak keluarga.

Dia mengacak-acak frustasi rambutnya, menghela nafas kesal. "Kenapa kau selalu membuat masalah? Tidak bisakah kau tenang sekali saja, kau merusak keadaan" Aku hanya mampu diam tak berkutik dari sofa, menatapnya yang begitu marah padaku. Apa yang bisa aku lakukan? Aku sedang tidak sehat untuk saat ini.

"Bahkan kau tidak hanya merusak keadaan, tapi juga merusak situasiku, ini peringatan untukmu terakhir kalinya. Jika kau tidak bisa jaga sikap, maka kita perlu bercerai, kau mengerti?!" Aku tak menjawab atau pun melakukan persetujuan, Taehyun langsung pergi begitu saja membanting pintu sambil mengumpat keras. Maka aku hanya bisa termenung, merebahkan diri pada sofa memegang dadaku yang rasany sesak. Aku hanya perlu beristirahat, ya seperti biasa hanya butuh istirahat maka setelah itu aku akan menghadapi segalanya. Meneggelamkan wajahku, rasanya lelah.

.
.
.
.
.

Kejadian yang menimpaku membuatku hampir depresi bahkan sulit rasanya mendapatkan panggilan pekerjaan lagi, tapi untungnya Manajerku memaklumi pada keadaanku, hingga musim berganti musim kejadian itu telah menurun di gantikan dengan topik hangat lain sehingga perlahan-lahan semua orang melupakan semua teori mereka. Ketidakberuntungan yang menimpaku membuat hal itu tampak berbeda karena biasanya seorang model tidak memiliki skandal yang rumit, tapi aku malah memilikinya sehingga semua orang berbondong-bondong tertarik untuk membahas isu tersebut.

Maka ku putuskan untuk pergi berlibur bersama Manajerku, lagi pula aku juga sumpek di rumah dengan ketidaknyamanan yang aku rasakan, toh, Manajer Bae menawarkan tiket gratis jadi kenapa harus di tolak. Perjalanan hampir memakan 14 jam setengah lamanya agar sampai di tujuan, New York. Ah.. Ini kota impian semua orang, termasuk aku. Tempat dengan penduduk terbanyak dengan julukan kota tanpa tidur, maka mungkin aku tidak akan tidur dan tetap melakukan aktivitasku agar semua penat yang ku rasakan hilang. Tadinya aku sempat berpikir untuk terbang ke New York kemudian tinggal bertahun-tahun, namun harapan itu musnah ketika pernikahan terjadi, tapi setidaknya imbalanku mendapat kebebasan jadi ku gunakan kesempatan itu, untuk kembali merasakan sebagai gadis single. Tidak salah bukan?

Hotel yang sudah sepaket dengan tiketnya, aku mendapatkan penginapan terpisah dengan Manajer Bae, kalian bertanya mengapa? Entahlah aku juga tidak tau, tak berniat bertanya juga. Mungkin Manajer akan berpacaran selama tiga hari dengan kekasih barunya, katanya sih orang New York tapi aku tak pernah melihat kekasih Manajer secara langsung, jadi aku tak akan ikut campur dan akan menghabiskan malamku selama tiga hari dua malam mulai hari ini.

Tepat berada di elevator aku menekan lantai tujuh tapi pintunya belum tertutup dikarenakan satu orang bergabung di elevator yang sama, bersamaan harum semerbak parfum pria banget. Pintu tertutup lalu mulai bergerak, di dalam kami terdiam satu sama lain bahkan suara mesin elevator pun tak terdengar, namanya juga hotel bintang lima siapa yang akan dengar suara mesin bergerak. Beberapa saat ku pandang sambil bersandar, tubuh pria itu, memakai setelan serban hitam di pandukan jaket dan celana berbahan kulit. Tubuhnya berporsi gagah, bahu lebar, dan tingginya semampai. Lumayan keren. Ah kebiasaan mata jelalatan ini, tau saja mana yang tampan. Kemudian pintu elevator terbuka di lantai tujuh, pria itu lebih dulu keluar kemudian aku juga keluar dari elevator dan mulai menghitung angka yang di tentukan kamarku berada.

Blind Circle - JKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang