Italia
Mansion Francesca"Bicara yang sopan Aurell!" ujar pria itu pada remaja di hadapannya yang tidak mendengarkan kata-kata nya. Dia sudah muak menjaga anak muda itu selama ini, ingin saja dia mengantarnya kembali ke negara asalnya tapi dia harus tetap bersabar sebelum yang di sana memberikan arahan.
Remaja yang kita sebut saja namanya ialah Aurell hanya tertawa sinis saat mendengar itu. "Memangnya aku ada berbicara kasar sekarang? Tidak bukan!" ujarnya kasar. Dia hanya ingin keluar bersama temannya saja tapi di tahan oleh kakaknya membuatkan dia berasa marah
"Balik ke kamar mu kembali, Aurell. Sekarang sudah jam dua pagi dan kau bilang ingin keluar? Apa kau tidak bisa membedakan mana siang, mana malam?" Soal pria itu menahan amarahnya untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap anak muda itu. Dia masih mengingat pesan daripada kakaknya untuk tidak menggunakan kekerasan pada anak itu.
"Kau pikir aku akan mengikuti kemauan mu? Tidak akan!" Aurell berjalan keluar daripada ruangan itu dan ingin menuju ke arah mobilnya sebelum tiba-tiba saja dia di tarik kasar oleh dua orang pria yang tugasnya untuk menjaganya masuk ke dalam kembali.
Aurell yang tiba-tiba saja di tarik tentu saja memberontak walaupun tenaga kedua pria itu lebih besar daripadanya, dia tidak akan mengalah begitu saja. "Turunkan aku, bajingan!! Ervin!! Akan ku laporkan kau karena sudah menggunakan kekerasan terhadap anak bawah umur!!" Teriakan daripada Aurell tidak menghentikan kedua pria itu untuk membawanya ke kamarnya dan menguncinya di dalam
Aurell berteriak kesakitan saat tubuhnya di letakkan di atas kasur secara kasar dan di kunci di dalam kamar. Dia berlari ke arah pintu kamarnya dan berteriak supaya pintunya di buka tapi malangnya, Evrin, kakak keduanya itu hanya mengabaikannya.
"figlio di puttana! (Motherfucker!)" umpat Aurell saat mengetahui bahwasanya dia terkunci di dalam kamarnya yang hanya bisa di buka dari luar saja. Sudah beberapa kalinya Evrin mengunci dirinya di dalam kamar dan Dia tau sekali kalau kakaknya itu tidak akan membuka pintu itu untuk beberapa hari ke depan. Dia berjalan ke arah kasurnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur meratapi nasibnya untuk seminggu ke depan.
Sedang dia sibuk meratapi nasibnya, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi menandakan ada orang yang menelepon nya dan dia tau sekali itu siapa. Aurell mencapai ponselnya dan melihat nama yang tertulis di skrin ponselnya, itu ialah pacarnya, Lucain atau lebih dikenal sebagai Luca. Aurell menggeser ikon hijau itu untuk menjawab panggilan.
"Dove sei? (Di mana?)" Soal Luca sebaik saja Aurell menjawab panggilannya. Di sana, Luca sedang berada di luar club menunggu kekasihnya untuk datang tapi satu jam menunggu, mobil kekasihnya itu pun tidak dia lihat, membuatkan dia harus menelponnya karena khawatir jika terjadi sesuatu dalam perjalanan ke sini.
Aurell menghela napasnya saat mendengar suara Luca yang bertanya di mana dirinya. Mendengar helaan napas kekasihnya membuatkan Luca semakin khawatir. "Perché? C'è un problema? (Kenapa? Ada masalah?)" Soal Luca lagi saat tidak mendapatkan jawaban apapun. "mia sorella mi ha chiuso nella stanza. sembrava che fosse furioso. (Kakakku mengunci ku di dalam kamar. Sepertinya dia marah besar)" Jawab Aurell putus asa.
Luca menghela napas lega saat mendengar jawaban daripada Aurell. Setidaknya, Aurell selamat dan tidak mengalami sebarang kecelakaan pun. "grazie a Dio stai bene. Pensavo avessi avuto un incidente. (Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku pikir kamu kecelakaan)" Ujar Luca. Aurell yang mendengar itupun menjadi serba salah karena sudah membiarkan Luca khawatir akan dirinya.
"mi dispiace, Luca. (Maafkan aku, Luca)" ucap Aurell meminta maaf atas apa yang berlaku. Luca yang mendengar kekasihnya meminta maaf pun panik. "Va tutto bene, caro. tuo fratello lo ha fatto perché ti ama e sta facendo del suo meglio per prendersi cura di te. (tidak apa-apa, sayang. kakakmu melakukan itu karena dia sayang sama kamu dan dia sedang melakukan yang terbaik untuk menjagamu)" ujar Luca supaya kekasihnya itu tidak menyalahkan dirinya sendiri. Memang benar apa yang Luca katakan, Evrin sangat menyayangi dirinya dan semua yang Evrin lakukan adalah untuk kebaikan dirinya sendiri.
Hening menyapa keduanya untuk sesaat sebelum suara tangisan daripada Aurell terdengar di telinga Luca. "Tesoro? stai bene? (Sayang? Kamu tidak apa-apa kan?)" Soal Luca khawatir. Aurell tidak menjawab pertanyaan Luca dan dia hanya terus-terusan menangis dengan Luca yang masih setia menemaninya. Luca hanya mampu mengucapkan kata-kata semangat untuk Aurell sehingga lah dia mendengar dengkuran kecil menandakan kalau kekasihnya itu sudah tertidur lena.
Kerajaan Alguiera
"Selamat malam, Pangeran Marcellio" ucap para prajurit itu saat pangeran gagah itu berjalan melintasi mereka. Pangeran itu hanya mengabaikan mereka dan berjalan menuju ke arah ruang makan di mana semua ahli keluarganya sudah berkumpul hanya menunggu dirinya saja yang terlambat akibat berlatih pedang.
"Kau telat Marcell. Jangan membiasakan dirimu untuk berlatih di malam yang dingin begini" pesan sang Raja saat melihat pangeran bungsunya masuk ke dalam ruang makan dan mengambil tempat duduknya. "Akan aku usahakan, ayahanda tercinta. Terima kasih atas pesannya" ucap Marcellio membuatkan sang ratu tertawa akan jawaban anaknya itu.
Selepas kedatangan pangeran bungsu, baru lah mereka semua memulakan acara makan mereka yang tertangguh 2 menit. Mereka semua menyantap makanan mereka tanpa berbicara apapun. Hanya terdengar suara garpu, pisau dan sudu saja. Sudah menjadi peraturan bagi mereka semua untuk tidak berbicara apapun di ruang makan. Jika ingin mengatakan sesuatu, haruslah di tahan sehingga acara makan selesai.
Marcellio berjalan ke arah kamarnya dan ingin menutup pintu sebelum ada sesuatu yang menahan pintunya daripada tertutup. Matanya menatap ke arah sosok yang menahan pintunya. "Ada perlu apa?" Soalnya pada Hartley, kakak keduanya.
Hartley hanya tersenyum mendengar pertanyaan daripada yang lebih muda. Dia berjalan masuk ke dalam kamar Marcellio yang mendapat tatapan tajam daripada pemilik kamar itu. "Bicara seperlunya saja, Haley. Sudah jam tidurku" ujarnya saat kakaknya itu tidak mengatakan apapun.
"Ku dengar kerajaan Francesca akan membawa pulang pangeran bungsunya yang sudah lama mereka sembunyikan" ujarnya adiknya setelah lama berdiam diri. Mendengar itu, Marcellio menatap kakaknya sinis. "Memangnya itu urusan ku sampai kau menanyakan itu padaku? Biarkan saja kalau mereka ingin membawa pulang pangeran mereka. Memangnya salah?" ujar Marcellio sambil menolak yang lebih tua untuk turun daripada kasurnya. Mengganggu masa tidurnya saja.
Hartley menatap adiknya yang sedang bersiap untuk tidur. "Memangnya kau tidak penasaran dengan pangeran bungsu mereka?" Soal Hartley yang kembali mendapatkan tatapan tajam lagi. "Tidak. Sekarang keluar daripada kamar ku" ujar Marcellio sambil menunjuk ke arah pintu kamarnya.
Hartley yang mendapat kelakuan seperti itu daripada Marcellio pun keluar daripada kamar itu dan membanting pintunya kuat. "Dasar kulkas dingin. Aku kasihan dengan mate nya nanti karena harus melayani Alpha nya yang seperti itu" Hartley mengomel sepanjang perjalanannya ke kamar.
Maaf ya kalo beberapa perkataan Italia itu berantakan. Soalnya aku pake translate doang. Hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Alpha [Harukyu]
Fanfiction"memangnya aku peduli jika kau Alpha?" tatapannya yang tajam itu tidak membuatkan pria di hadapannya ini takut sama sekali "peduli atau tidak, kau omega ku dan itu fakta yang harus kau terima" balas pria itu dengan senyuman mengejeknya