Prediksi

78 8 0
                                    

Matematika adalah ilmu hitung dan memperhitungkan.

▪︎
▪︎
▪︎
▪︎
▪︎


Setelah Abin menunggu sekitar lebih dari tiga jam lebih, akhirnya pintu kamar Dodo di buka dari dalam. Beberapa dokter dan perawat keluar dari ruangan itu.

Abin yang sangat kacau penampilannya saat itu, dirinya langsung menghampiri sang dokter.

"Bagaimana adik saya Dok?" Tanya Abin dengan penuh harapan akan mendapatkan jawaban yang baik-baik saja.

"Luar biasa, adik Anda bisa bertahan. Mungkin jika pasien lain sudah berakhir." Jawab sang Dokter.

Seketika jantung Abin merasakan kelegaan yang luar biasa.

"Terima kasih banyak Dokter! Terimakasih sudah menyelamatkan nyawa adik saya." Abin mengungkapkan besarnya rasa terima kasihnya pada dokter yang telah menolong adiknya dengan penuh haru.

"Berterima kasihlah pada adik anda karena sudah berjuang untuk tetap bertahan."

"Iya, Dok." Abin sampai menitikkan air mata.

"Sekarang pasien masih tertidur, mungkin sebentar lagi akan siuman. Tolong pastikan ada orang disampingnya saat pasien terjaga. Karena pasti dia akan kebingungan."

"Baik Dok, saya akan menjaganya." Jawab Abin mantap.

Anand dan Vino yang telah tiba tidak kalah bersyukur setelah mendengar kondisi Dodo.

Vino juga minta pindah kamar, agar bisa dirawat sekamar dengan Dodo. Hal itu bukan hal sulit untuk dikabulkan.

Abin tak beranjak dari samping ranjang Dodo. Dirinta terus berjaga, Abin ingin memastikan bahwa saat Dodo membuka mata, dialah orang pertama yang dilihat Dodo.

Abin menatap adiknya itu dalam-dalam, terlihat buliran kecil mengalir dari setiap ujung mata adiknya itu. Entah Dodo sedang mengimpikan apa, diusapnya perlahan air mata itu dengan hati-hati.

"Apa yang kamu simpan sendiri, Do." Bisik Abin.

Abin menatap senja yang sudah mulai menampakkan auranya dari balkon rumah sakit. Vino dan Dodo tertidur diranjangnya, menggemaskan sekali melihat kedua anak kembar tidur berdampingan.

Anandpun tertidur di sofa. Adiknya itu pasti sangat letih karena dua hari disibukkan dengan mengurus kedua adik kembarnya.

Abin menatap satu persatu wajah adik-adiknya, betapa mereka semua amat berarti untuk dirinya.

Abin kembali duduk di samping ranjang Dodo. Perlahan tangannya menyentuh jari jemari Dodo. Tangan mungil itu sudah menjadi tangan yang kuat.

Tiba-tiba Abin merasa ada pergerakan dari tangan Dodo. Tangan Dodo bergerak. Abin menatap wajah Dodo, benar saja, dirinya melihat kelopak mata Dodo terbuka perlahan. Mata elang itu mulai menampakkan sinarnya kembali.

"A...bin..."desah Dodo perlahan.
Seketika Abin terharu karena harapannya terkabul, dipanggil Abin oleh Dodo dan menjadi orang pertama yang dilihatnya.

"Iya, Do. Ini Abin."

"Ini di mana?"Tanya Dodo.

"Dodo di rumah sakit."

Dodo mendesah, terasa rasa kekecewaan dari wajahnya.

"Kenapa harus di sini." Dodo memejamkan matanya sejenak.

"Dodo tidak sadarkan diri saat itu, dan tak ada pilihan untuk menyelamatkan Dodo. Abin berusaha memberikan penjelasan perlahan kepada Dodo.

"Pulang..." Desah Dodo.

MATH PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang