~Happy Reading~
Netra hitam dengan binar redup namun indah itu menatap langit biru yang membentang luas diatasnya dengan tatapan rumit.
Rambut senada yang tergerai bebas bergerak tertiup oleh hembusan angin sepoi-sepoi. Raut cemas diwajah rupawan itu tampak tak terlalu sedap dipandang.
Gadis itu menggigit kuku jari nya, melampiaskan rasa gugup yang menghujami dirinya. Netranya melirik takut-takut ke arah ruangan kelas yang kini berahli sejenak menjadi ruang rapat.
"Hei Ra! Lo dapat juara umum lagi!" gadis yang dipanggil ‘Ra’ itu menoleh ke arah siswi berbandana biru itu dengan senyum tipis.
"Kok kelihatan nggak seneng sih bestfriend gue ini?" gadis bername tag ‘Fazzura Maudy’ itu berkata dengan nada dramatis seolah-olah memainkan peran seorang istri yang tersakiti.
Melihat tingkah konyol sahabatnya gadis bernetra hitam itu tertawa kecil. "Gue senang kok, mungkin?" gadis itu tersenyum tipis setelah mengatakan kalimat terakhir dengan suara kecil yang hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.
Kedua mata Azzura menyipit. "Lo barusan bilang apa? Telinga gue salah dengar kah?" Azzura menatap curiga ke arah sahabatnya itu.
Akira - Sahabatnya - justru tertawa kecil kembali, yang Azzura akui sangat manis. "Gue nggak bilang apa-apa, telinga lo kali yang harus dibersihin." Akira meledek nya dengan senyum tengil khasnya.
Hingga perbincangan kedua sahabat itu terpaksa berhenti akibat suara rendah nan datar yang datang dari seorang wanita paruh baya yang tampak memegang buku raport dan buket ditangan nya.
"Akira Athanasia, pulang sekarang." Syfa - wanita yang merupakan ibu kandung Akira - menatap sang anak dengan datar, tanpa ada sedikitpun kehangatan seorang ibu.
Akira mengalihkan tatapannya kala netranya bertatapan dengan sang Ibu. "Iya mah, yaudah Zur gue balik dulu ya?" Akira melambaikan tangannya pada sahabat karibnya itu.
"Bye-bye!" Azzura membalas lambaian dari sahabatnya yang tampak gelisah itu walau heran.
"Nyokap dia kok serem ya?" Azzura bergidik ngeri setelah selesai mengatakan hal tersebut.
***
"Kamu tahu kesalahan kamu?" pertanyaan itu datang dari seorang pria paruh baya yang kini menatap anak perempuan satu-satunya dengan tatapan datar.
Akira melirik takut. Gadis itu mengigit bibir bawahnya mencegah suaranya yang bergetar keluar. "A-aku," gadis itu menjeda ucapannya.
Netranya memandang kedua tangannya yang bertaut dengan gugup. "Nilai bahasa Inggris dan biologi ku dibawah 98." gadis itu menjawab dengan takut.
"Padahal dulu abangmu bisa lebih baik, dan apa-apaan dengan nilai 92 ini?" Agre - yang merupakan ayah Akira - memandang putrinya dengan tatapan malas.
"Kamu seharusnya kurang-kurangi main. Untuk sebulan ini, jadwal les kamu akan Papah tambah." lanjut Agre tak ingin dibantah. Akira mengepalkan tangannya, namun tetap mengangguk pelan.
Gadis itu menjawab dengan suara yang amat pelan. "Iya Pah, Kira akan berusaha ngak ngecewain Papah."
Gadis itu terdiam kala sang Ayah dan Ibu berlalu pergi tanpa menatapnya lagi. Netra hitam itu tampak sedikit memiliki binar harapan. 'Apa kalian nggak mau sekali aja ngucapin selamat ke aku Pah? Mah?' batin gadis itu dalam diamnya.
Akira terkekeh geli akan pemikiran yang sempat hinggap dikepalanya. "Haha, bego lo Akira, seharusnya lo bersyukur Papah sama Mamah masih toleransi dan nggak main tangan. Bukan berharap bakalan dapat ucapan selamat." monolog Akira yang hanya dapat dirinya sendiri dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Teen Fiction"Lo tahu lagu 'Cinta tak Harus Memiliki' kan?" "Tahu, emangnya kenapa?" "Lagu itu nggak sepenuhnya salah. Cinta itu indah dan sakit disaat bersamaan, cinta itu bukan perihal saling memiliki. Tapi juga tentang bagaimana lo mengendalikan keegoisan l...