Cahaya di sudut cafe itu mulai meremang. Hari sudah gelap dan perempuan yang duduk di dekat jendela sejak satu jam lebih 45 menit yang lalu masih betah duduk disana, entah sedang menunggu siapa.
Secangkir espresso double shot di genggam erat, sama sekali belum ia minum sejak dipesan tadi. Uapnya bahkan sudah menghilang. Dia mungkin tidak menyadari bahwa kopi nya pernah hangat sebelum ia diamkan.
Pelayan cafe beberapa kali melirik ke arahnya. Sedikit aneh karena perempuan itu hanya duduk disana, memesan secangkir kopi tanpa meminumnya, dan hanya merenung sambil sesekali menghela nafas. Namun tidak seorangpun yang berani menegur, karena perempuan itu—semua orang tahu dia siapa—. Sesekali pelayan menawarinya untuk memesan yang lain, namun si perempuan hanya menggeleng, tampak tidak berselera untuk melakukan apapun.
Tak lama muncul sosok pria bertubuh jangkung dengan setelan jas yang sedikit kurang rapi. Rambut dan bahu nya basah akibat gerimis hujan. Langkahnya mantap mendekati meja si perempuan yang mulai menyadari kemunculannya.
Dia berhenti disana dengan nafas terengah, membuat perempuan yang sedang duduk itu sedikit mendongak.
“Apa yang kamu lakukan disini?” tanya si pria disertai tekanan.
Mata perempuan itu mulai berkaca-kaca, bibirnya mengatup menahan tangis yang nyaris tak mampu ia tahan.
“KENAPA KAMU DISINI?” pria itu lagi-lagi bertanya, kali ini disertai bentakan. Tersirat kepanikan di wajah tampan nya yang sedikit basah akibat air hujan.
“Kenapa kamu marah?”
Kuat-kuat perempuan itu menahan dirinya. Betapa lama ia menunggu kemunculan pria itu sejak tadi. Satu-satunya orang yang ia percaya bisa menjaganya, dia yang mengerti tanpa dipinta, satu-satunya yang tahu bagaimana cara memahaminya.
Suaminya,
Baek Hyunwoo.
“Kamu menghilang dari acara keluarga yang tidak pernah kamu lewatkan, berjam-jam aku mencari kamu dan kamu,— sedang apa kamu disini?” nada bicara pria itu mulai melemah, ia menyadari sesuatu yang salah terjadi pada istrinya. Hatinya seperti tercabik melihat mata dan hidung perempuan itu memerah, tampak sekali menahan tangis.
Dan satu isakan berhasil lolos. Siapa yang akan menyangka perempuan itu sedang menangis? Hanya dia yang pandai menipu orang lain dengan isakan tangis yang lebih terdengar seperti tawa. Perempuan itu, Hong Haein. Dia pandai sekali menipu orang lain.
Direngkuhnya bahu yang bergetar itu dengan erat, dipeluknya kepala si perempuan penuh kasih sayang. Wajah Baek Hyunwoo menyiratkan penyesalan yang mendalam, sampai satu kalimat kecil penuh makna lolos dari bibirnya.
“Maaf.. maafkan aku..”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason
Fanfiction"Hidupku bersamamu adalah keajaiban." Mencintaimu serupa air laut,- pasang surut akan selalu ada. Namun air laut tidak pernah berubah rasa.