Sungguh.

32 4 4
                                    


Angin berdesir cukup kencang, suasana langit begitu cerah pada sore hari ini setelah semalaman di landa hujan petir. Sore ini Nayanka sedang menemani Cleasya pergi ke toko buku, toko buku yang mereka kunjungi merupakan pusat toko buku terbesar di Yogyakarta, entah mengapa toko buku yang memiliki bangunan kokoh bernuansa jadul ini mulai sepi pengunjung, padahal tempat ini sangat nyaman sekali untuk membaca buku karena nuansa kayu membuat kesan sejuk juga pencahayaan nya yang cukup pas untuk membaca buku.

Disini terdapat space khusus tempat duduk untuk pengunjung membaca buku. Disini juga tidak hanya menjual buku rupanya, disini juga pengunjung di bebaskan untuk membaca buku layaknya perpustakaan.

Nayanka menyilangkan kedua tangannya di atas meja kayu berwarna cokelat, sementara Cleasya terlihat sangat sibuk membolak-balikan halaman buku, entah apa yang wanita itu cari sampai hampir 2 jam mereka duduk di sini.

"Mau aku bantu nggak, sayang?" Tanya Nayanka lalu menyeruput kopi yang sudah tidak lagi hangat, bahkan sudah berembun saking lamanya tidak Nayanka jamah.

"Enggak usah repot-repot, sebentar lagi juga selesai kok." Sahut Cleasya.

Nayanka tidak menimpali lagi, dia masih memperhatikan gerak-gerik kekasihnya itu dengan lamat. Nayanka dapat menyimpulkan bahwa Cleasya adalah seorang wanita yang gemar membaca buku, omong-omong ini tidak menjadi alasan karena Cleasya dari jurusan Sastra Bahasa Indonesia, Cleasya ini memang pribadi yang gemar sekali membaca buku. Temannya Anggita bahkan mengakui.

Nayanka benar-benar di buat jatuh cinta akan beberapa fakta kecil yang di miliki Cleasya.

Orang-orang pasti akan menilai Cleasya adalah seseorang yang garang dan mudah tersinggung pada saat pertama kali bertemu. Padahal, setelah mengenal wanita itu lebih jauh, Cleasya ini mudah tersentuh hatinya, bukan wanita yang gampang menangis juga. Di balik hatinya mudah tersentuh, alih-alih menangis karena memiliki rasa belas kasih yang besar, Cleasya memilih untuk beraksi. Apapun caranya, yang penting Cleasya harus bisa membuat rasa belas kasih nya itu terbalas dengan aksi kecil yang dia lakukan.

Anggita mengakui kepada Nayanka, pada suatu saat dia mendapati Cleasya sedang di marahi Bunda nya karena diam-diam membawa anak kucing yang Cleasya temukan di trotoar jalanan.

Cleasya selalu mengutamakan kepentingan lain, meskipun dia tahu apa resiko yang akan dia dapat setelahnya.  Menurut Nayanka itu adalah salah satu sifat seorang wanita yang sepertinya sudah sangat jarang di era modern ini, dimana sekarang kebanyakan dari wanita-wanita di luar sana selalu egois, bahkan saling mencemoh sesama wanita.

Cleasya juga pintar memasak. Walaupun belum bisa memasak masakan yang terlalu berat, tapi Nayanka kembali mengetahui satu fakta tentang kekasihnya, dimana Cleasya memiliki statement "Selagi bisa masak, jangan beli makanan di luar."

Namun bukan berarti Cleasya tidak pernah membeli makanan di luar seperti warteg dan sebagainya, Cleasya tentu pernah membeli makanan di luar, biasanya itu saat di kampus. Tapi dirumah, Cleasya tidak pernah membiarkan keluarganya makan makanan fast food, atau yang bersifat instan.

Lalu selanjutnya tentang Cleasya bisa bernyanyi, bahkan bisa menari tarian adat, Cleasya juga pintar memainkan alat musik gitar.

Nayanka jatuh cinta berkali-kali kepada wanita sang pecandu seni, dan wanita itu adalah Cleasya Nanggala.

"Sayang." Panggil Nayanka sekali lagi.

"Hm?"

"Kenapa harus Sastra?"

Cleasya menghentikan gerak tangannya di atas keyboard, wanita itu menatap Nayanka lalu tersenyum dan menjawab,
"Sastra itu udah jadi jati diri aku, Yan. Jati diri yang kesekian kalinya aku cari dari banyaknya jati diri lainnya."

Renjana ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang