9 ETERNITY • 34

111 47 2
                                    

"Hazel, memang kadang hidup ini tidak selalu sesuai harapan. Tapi ingat, setiap cobaan ada hikmahnya."

"Hazel mengerti, tapi kenapa harus seperti ini?" jawab Hazel, suaranya bergetar. Biasanya, mamanya selalu mengajarkan untuk bersyukur, namun saat ini, semua itu terasa sangat sulit.

"Diperlakukan tidak baik oleh orang lain itu menyakitkan, Pa. Dunia ini terasa sangat kejam, dan Hazel merasa lelah," keluh Hazel, sambil mengerutkan dahinya. Menahan air mata yang hampir jatuh. Dengan wajah yang penuh kasih, lelaki itu mengelus kepala Hazel dengan lembut, "Sayang, ingatlah bahwa tidak semua orang sama. Ada banyak orang baik di luar sana yang akan menyayangimu."

Hazel tak tahu, dirinya merasakan ketenangan yang mendalam, di mana ia bisa berbicara dan mengeluhkan semuanya di sini, bersama papanya.

Tempat ini sangat nyaman, udara yang segar dan pemandangan yang begitu indah, seolah mengajak Hazel untuk menetap di sini selamanya. Nuansa tempat ini berwarna putih cerah, dikelilingi hamparan rumput hijau dan bunga-bunga yang bermekaran. Seingatnya, Hazel tak pernah melihat tempat seindah ini. Namun, ada perasaan dan kenangan yang menyayat hati kecil Hazel, seolah mengingatkan akan sesuatu yang hilang.

Ia ingin berada di sini bersama papanya, rasa rindu yang menggunung membuat Hazel tak ingin mengalihkan perhatian dari sosok yang dicintainya itu. Di sisi lain, ia juga merindukan mama.

"Hazel hanya bisa merepotkan mama, Pa," ucapnya dengan suara pelan.

"Mama berjuang siang malam, mencari bantuan, hanya agar Hazel bisa hidup," Keluh Hazel lagi.

"Dan meskipun dokter sudah bilang, umur Hazel tidak lama lagi, mama tetap berusaha," lanjut Hazel, suaranya mulai bergetar.

"Orang-orang di sekitar Hazel pun terseret dalam kesedihan. Kadang, Hazel merasa hanya menjadi beban yang memerlukan rasa kasihan dari orang-orang, kan, Pa?" tanya Hazel, perasaannya semakin tak enak setiap kali ia mengingat dunia yang penuh tantangan ini. Gadis itu tampak cantik sekali di tempat ini, wajahnya bersinar dan tampak sehat.

"Tuhan sudah menciptakan segalanya dengan sangat baik. Kamu adalah orang yang dipilih Tuhan, Hazel."

Hazel menundukkan kepala, wajahnya sedikit murung. "Apa benar yang papa katakan? Hazel nggak mau ngerepotin mereka lagi, Pa," jawabnya pelan, suaranya bergetar.

Lelaki paruh baya itu mengusap lembut kepala putrinya. "Mau di sini terus, menemani papa? Boleh kan?" tanyanya.

Hazel menggigit bibirnya dan menggeleng pelan. "Kamu tahu, Nak, mama butuh bantuan kamu di sana," katanya, suaranya mulai bergetar.

"Perjuangin mama ya? Janji sama papa. Buat mama bahagia, dan jangan lupa ucapkan terima kasih sama mama, nak," pintanya lembut.

Hazel mengangguk, meski matanya masih berkaca-kaca. "Papa tahu, kamu anak yang hebat. Banyak yang sangat sayang sama kamu, Hazel," Dewa melanjutkan, berusaha menanamkan keyakinan dalam diri putrinya.

"Ucapkan terima kasih sama orang-orang yang sudah peduli sama kamu terlebih dahulu. Kamu akan diberikan kekuatan jika memang itu jalan Tuhan, nak," tambahnya, menatap dalam-dalam ke mata Hazel.

Hazel merasakan kehangatan dari kata-kata papanya, sedikit demi sedikit menghapus keraguan dalam hatinya. "Papa sayang sama kamu," Ia menekankan katanya, membuat Hazel merasa lebih tenang.

"Dan Hazel sayang sama papa," balasnya, tersenyum meski masih ada rasa sedih di dalam hatinya. "Terima kasih, Pa."

Dewa tersenyum, merasa bangga memiliki putri sekuat Hazel. "Ingat, nak, tidak ada yang lebih berharga daripada cinta yang kita miliki satu sama lain. Kita akan melalui ini bersama."

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang