"Sudah mau berangkat kerja?" tanya seorang perempuan paruh baya yang menenteng piring berisi nasi goreng dengan telur di atasnya.
Hana mengangguk pelan dengan bibir yang menggapit ikat rambut. Tangannya sibuk merapikan anak rambut agar mudah untuk diikat.
"Sarapan dulu," suruh perempuan itu.
Dengan rambut yang sudah terikat rapi, Hana duduk di meja makan tersenyum lebar ke arah perempuan yang sudah melahirkannya.
"Wanginya enak, Bu," puji Hana sembari menghirup dalam-dalam aroma nasi goreng yang menggelitik perutnya.
Organ dalam Hana sudah menuntut makan, mereka tidak sabar merasakan enaknya nasi goreng buatan ibu dari Hana.
Ibu Hana meletakkan piring penuh nasi goreng di depan Hana lalu mengecup pelan pipi anaknya sembari berdoa agar anaknya diberikan keselamatan.
Suara alat makan yang beradu memenuhi ruangan, tak ada waktu untuk berbicara, Hana sibuk menikmati nasi goreng dengan resep buatan ibunya.
Kalau saja ibunya mau, Hana sangat terbuka untuk membantu ibunya berjualan nasi goreng paling enak di dunia ini. Sayangnya, ibunya menolak.
Katanya, masakan ibu hanya untuk Hana. Padahal, Hana ingin seluruh dunia tahu kalau ibunya sangat berbakat dalam memasak.
"Sudah, Bu."
Hana bangkit dari meja makan dan membawa piring serta cangkir kotor ke tempat cuci piring lalu mencucinya sebentar.
"Ya ampun, Hana. Kan, sudah ibu bilang jangan cuci piring. Ibu bisa sendiri, kok."
Sandra-ibu Hana-memukul sayang tangan Hana agar gadis itu segera berhenti mencuci piring.
"Cuma cuci piring, kok, Bu."
"Kamu, tuh, sudah kerja buat nyari nafkah. Masa yang beginian harus kamu juga yang ngerjain, ini tugas ibu, Hana."
Kekehan kecil keluar dari mulut Hana. Dia memandang wajah ibunya lalu membilas hasil cucian piring itu dan meletakkannya di rak.
"Ibu sudah merawat Hana sampai sekarang. Yang Hana lakuin cuma hal kecil dibanding apa yang sudah Ibu kasih ke Hana."
Hana mengambil lap lalu mengeringkan tangannya. Dia pergi ke meja makan dan mengelap sisa-sisa makanannya yang terjatuh.
Mungkin di sudut pandang ibunya, ini cukup melelahkan bagi Hana, tapi menurut Hana ini sungguh menyenangkan.
Saat-saat paling Hana cintai dalam hidupnya adalah melihat ibunya bahagia dan tersenyum lebar tanpa beban sedikit pun.
Hana tak bisa membayangkan kalau ibunya harus menerima perlakuan buruk lagi. Maka dari itu, dia harus berusaha keras agar ibunya hidup bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diksi Daksa
RomanceBuku harian Hana yang dipenuhi puisi untuk Daksa hilang entah ke mana. Awalnya dia kira itu terselip di kamar, ternyata Hana salah.