"Please uncle," mohon Klarisa kepetugas keamanan sirkuit. Sudah hampir seharian hingga senja berganti malam, ia masih mencari memory card yang dilempar Darka. Ratusan bangku bahkan ia susuri pada blok itu tapi belum bisa menemukan.
"Oke! Twenty minute!" tegas pria keturunan india bertubuh besar mengingatkan Klarisa.
Buru-buru Klarisa menyusuri kursi-kursi lagi, ia nungging, membungkuk, berdiri, dibantu senter ponsel yang sudah mau lowbat terus mencari benda kecil itu.
Darka sudah pulang sejak pukul satu siang, meninggalkan Klarisa begitu saja. Dompet juga tertinggal di dalam mobil. Klarisa hanya memegang ponselnya saat turun tadi siang.
"Kemana, sih?!" umpatnya kesal. Rambutnya ia cepol berantakan. Kesabarannya tipis, ia ingin hubungi Audrina dengan meminjam ponsel petugas keamanan tadinya, tapi jika tau anaknya tak baik-baik saja, Audrina pasti akan susul dan Klarisa tak enak hati dengan Bellona. Bermodal senter kecil yang ia pinjam, Klarisa terus mencari.
Niatnya mau minta tolong Audrina supaya diterawang, ada di mana memory card miliknya. Klarisa sudah lelah, lapar dan haus. Tak terpikir beli minuman tadi, sama sekali blank.
Di rumah, Darka melanjutkan pekerjaannya dengan mengadakan zoom meeting, ia juga kirim hadiah sebagai permintaan maaf karena tadi membatalkan rapat penting. Bahkan timnya harus mendapat makian dari klien.
"Thank you so much, sir. Good night," pamitnya ke tiga orang yang diajak rapat. Ia tutup layar laptop, lalu merenggangkan otot tubuhnya, bergeliat di atas singgasana mewahnya.
Darka akan pergi ke klub, ia janjian dengan tim dari Jakarta yang baru datang sore hari.
Dengan cepat ia berganti baju bahkan bersenandung pelan. Kunci mobil di tangan, ia segera ke garasi yang berjajar mobil mewah lainnya.
Mobil yang dipakai Klarisa menjadi pilihannya karena terasa nyaman.
Saat membuka pintu mobil, lampu menerangi kabin, ia mendapati dompet Klarisa. "Ceroboh," katanya.
Ia duduk santai, mengemudi dengan cepat sambil memasang musik cukup kencang untuknya.
Klub malam pilihan Darka tak seperti yang pernah ia datangi, kali ini lebih santai tanpa banyak riuh orang berdansa juga bersorak.
"Apa kabar," sapa Darka menyalami satu persatu. Total ada delapan orang yang hadir menemui Darka.
"Baik, Pak." Satu persatu menjawab kata yang sama.
Obrolan berlangsung santai tapi serius, sengaja mereka dipanggil karena Darka harus memastikan hal penting untuk anak perusahaannya di sana.
Menuruni dari Bellona, Darka berkecimpung sebagai marketing and analysis consultant. Waktu yang fleksibel membuatnya nyaman mengerjakan bidang itu.
Tak berlama-lama, pukul sepuluh malam ia selesai menjamu timnya. Semua kembali ke hotel, sedangkan Darka akan ke rumah.
Ia diam, saat melirik dompet Klarisa lagi. Masih mengabaikan, ia lanjut tancap gas menuju rumah.
Asisten rumah tangga menghampirinya dengan panik, melaporkan jika Klarisa belum pulang.
Darka segera menghubungi Klarisa, tapi tak bisa tersambung. Setelah diingat-ingat, ponsel Klarisa hancur ia banting. Suasana rumah menjadi penuh kekhawatiran para pekerja tak terkecuali sopir pribadi Darka.
"Darka, apa kita cari?" usulnya.
"Tidak perlu." Darka berjalan ke lantai atas, tapi arahnya bukan ke kamar dirinya, tapi kamar Klarisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnetize ✔
RomancePlayboy yang tidak mau menuruti kemauan orang tuanya untuk berhenti bermain-main dengan hidupnya terutama wanita. Usianya masih 21 tahun namun karena latar belakang keluarga pebisnis ulung, ia berhasil lulus kuliah lebih cepat dan sudah punya bisni...