Malam ini, seorang gadis berusia 21 tahun merasa tak bisa tidur. Untuk menghilangkan kegabutan, ia memutuskan untuk menulis novel di Wattpad agar dirinya cepat mengantuk. Dengan cepat, gadis yang bernama Dian itu masuk dalam kenikmatan menulis.
Setelah sekian lama menulis, mungkin sekitaran setengah jam, akhirnya Dian menguap. Itu artinya ia berhasil mengantuk. Dian segera menghentikan kegiatan menulisnya dan menyimpannya dalam bentuk draft. Agar jika ia sudah lebih ngantuk, tak akan terhapus filenya.
Begitu ia menyimpan HP nya di nakas, dengan cepat Dian masuk dalam dunia mimpi.
Dan kisah pun dimulai...
***
Dian tak ingat bagaimana ceritanya? Tapi tau-tau ia sudah berada diantara orang-orang ramai yang sedang beralu-lalang. Dian mengamati, dimakah dirinya berada? Pasalnya, ia merasa berada di tempat yang asing sekarang.
"Dian! Dari tadi kamu kemana aja, sih?" Tanya seorang laki-laki paruh baya yang tentunya Dian mengenalnya.
"Papa? Emang kita dimana sih?"
Sang papa mengernyitkan dahinya bingung mendengar pertanyaan Dian.
"Lho? Kamu gimana, sih? Kan kita mau ke Jawa. Masa kamu lupa? Kita lagi di stasiun buat naik kereta."
Dian mengernyit bingung juga. Sejak kapan ada rencana mau ke Jawa? Lalu, sejak kapan kita kalau ke Jawa naik kereta? Biasanya juga naik bis. Lagian kan gak ada yang tau caranya naik kereta? Dan ini? Hanya dirinya dan sang ayah doang, gitu? Adik-adik yang lain mana? Masa gak diajak?
"Udah, yuk! Kita tunggu disana. Keretanya datang jam 1 siang."
Spontan Dian mengecek HP. Seketika matanya terbelalak. Ini masih jam 8 pagi? Ini papanya yang terlalu rajin, atau bagaimana? Dian yang bingung hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Namun walaupun begitu, akhirnya ia memutuskan untuk mengikut saja. Mengikuti alurnya tentang apa yang terjadi sebenarnya.
***
"Dian. Sholat dulu, yuk. Udah dhuhur." Ajak sang papa.
"Aku lagi gak Sholat, pa."
"Oh iya. Ya udah, kamu tunggu disini. Tungguin barang-barang kita. Papa mau Sholat dulu."
Dian mengangguk. Menyanggupi apa yang di amanatkan sang papa. Tapi jauh dilubuk hatinya, ia masih bingung. Kenapa cuma berdua? Adik-adik yang lain, gak diajak?
Sebenarnya Dian bosan menunggu kereta dari jam 8 pagi sampe jam 1 siang. Gila aja kali, ya? Seharusnya kan, kalau berangkat jam 1 siang, minimal datang ke Stasiunnya jam 12 siang kek, atau jam 11 siang. Masa jam 8 pagi? Dian masih tak habis pikir.
Krukkk...
Dian menyengir. Menunggu seharian di Stasiun membuat perutnya lapar juga. Ia menggeledah seluruh kantong saku di bajunya. Siapa tau ada uang. Dengan begitu ia bisa jajan guna mengisi perutnya yang sudah meronta-ronta.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Firasat Dian gak salah. Ada selembar uang berwarna biru yang tersimpan di kantong celananya. Lumayan, rejeki anak Sholeh. Bukan Sholeh, deh. Sholehah! Kan Dian perempuan. Ia pun terkikik sendiri akan pemikirannya.
Akhirnya Dian memilih mengisi perut kosongnya dengan batagor yang kebetulan deket darinya duduk. Hanya beberapa langkah saja dan sampai. Karna Dian bukan tipikal orang yang suka makan banyak, alhasil ia hanya membeli 5000 rupiah saja. Walaupun begitu, porsinya cukup memuaskan, kok. Matanya berbinar menatap nikmatnya makanan dunia yang satu ini.
Baru saja hampir memakan satu suapan, mata Dian menatap pada tiga anak kecil yang duduk lesehan di teras Stasiun bersama ibunya. Pakaiannya lusuh membuat hati Dian ikut iba. Apalagi tiga anak itu menatap pada dirinya penuh harap. Membuat hati Dian semakin luluh. Alhasil, Dian kembali lagi pada tukang batagor tadi dan membeli empat porsi dengan harga 5000 rupiah juga setiap porsinya. Begitu selesai dibungkuskan, Dian dengan kaki gamblang menghantarkannya pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream in the Sleeping Night (END)
Short StoryMimpi dalam tidur itu absurd sekali, bukan? seperti itulah yang dialami oleh Dian. Kata orang, mimpi dalam tidur itu adalah bunga tidur. Tapi terkadang sebagai pemimpi, kenapa kita malah seolah merasakannya? Hanya berkisah tentang Dian dan mimpinya...