Setelah beberapa hari tidak masuk kuliah karena sakit Varen akhirnya memaksakan diri untuk keluar rumah. Ia pergi ke salah satu cafe yang tak jauh dari rumahnya. Vega book cafe. Salah satu tempat yang nyaman dan tenang untuk ngopi sambil membaca buku.
Tak banyak pengunjung ketika Varen masuk ke dalam cafe. Hanya beberapa orang tampak fokus membaca buku dan sebagian sibuk menghadap laptop mengerjakan tugas.
Selesai memesan menu makanan Varen segera mencari tempat duduk favoritnya. Ia memilih tempat duduk dekat jendela. Selain jauh dari pengunjung lain, duduk dekat jendela bisa melihat pemandangan luar.
Tak seperti kebanyakan laki-laki pada umumnya yang lebih suka nongkrong bersama teman-temannya, Varen lebih senang menyendiri. Menghabiskan waktu membaca buku. Jika sedang banyak ide Varen juga menulis. Pemuda itu sudah banyak merilis cerpen di salah satu aplikasi. Pembacanya juga lumayan banyak.
Banyak pembaca yang menyemangati Varen untuk sekali-kali membuat karya novel. Namun, Varen belum minat dan ia juga belum yakin dengan kemampuannya untuk merangkai ribuan kata hingga membentuk satu karya cerita novel.
"Silahkan, Mas. Ini pesanannya." Suara pelayan cafe mengagetkan Varen yang saat itu sedang menatap layar ponselnya sambil tersenyum.
"Iya, Mbak. Terima kasih ya," balas Varen dengan senyum ramah.
Si pelayan lantas segera meninggalkan Varen dan kembali ke tempat kerjanya.
Secangkir kopi dan sepiring pisang crispy di atas meja pendek depan Varen. Saat ini Varen duduk lesehan. Di dalam cafe ada tiga pilihan tempat duduk. Tempat duduk lesehan yang terletak dekat rak buku dan juga meja pemesanan. Lantas sedikit ke dalam tempat duduk seperti biasa, meja dan kursi. Sebelah kanan lagi sofa yang menempel dengan dinding.
Bibir tipis Varen masih membentuk garis senyuman, pipinya yang putih merona merah. Kedua matanya tidak beralih dari layar ponsel. Tak lama kemudian Varen mengarahkan kamera ponselnya ke cangkir kopi dan pisang crispy di depannya.
Cekrek!
Bunyi kamera ponsel milik Varen. Ia kemudian menekan tombol kirim. Dalam sekejap gambar foto itu terkirim ke seseorang. Seseorang yang jauh di sana. Seseorang yang selalu Varen rindukan. Nara.
"Sama siapa di situ?" Satu pesan masuk dari Nara.
"Sendirian," balas Varen cepat.
"Kamu udah sehat? Kata ibu kamu sakit."
"Udah mendingan, tapi masih suka mual."
"Apa istriku sedang hamil hehhee."
Varen tahu Nara hanya menggodanya, maka ia hanya tersenyum tipis saat membaca pesan kekasihnya itu.
"Hal yang mustahil, Mas," balas Varen lagi.
"Iya aku tahu sayang. Kamu pasti hanya salah makan. Jangan capek-capek sayang dan makan dengan baik. Aku tidak tenang kalau kamu sakit."
"Iya, Mas Nara ...." balas Varen lagi. Ia mengetik dengan penuh cinta.
Hal yang paling menyenangkan di dunia ini untuk Varen adalah saat berbicara dengan Nara. Apapun masalah yang menghampirinya asalkan masih ada Nara disampingnya maka semua akan baik-baik saja. Sekalipun saat ini Nara sedang tidak ada dekatnya. Namun, bukankah cinta itu bukan tentang jarak. Cinta itu letaknya di hati, jadi seberapa jauh jarak memisahkan, hati mereka tetap bertaut. Nara tetap menjadi rumah ternyaman ke dua setelah orangtuanya.
Dua sejoli itu akhirnya saling berbalas pesan cukup lama. Setelah obrolan berakhir Varen meletakkan ponselnya dalam tas. Ia kemudian bangkit berdiri untuk memilih buku bacaan. Pilihannya jatuh pada sebuah novel romansa. Sebuah novel berjudul MILA KAMU MILIKKU. Membaca judulnya membuat Varen tertarik. Dari judul tampak sekali aroma cinta yang sedikit posesif dan memaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST HAPPINESS (Mpreg)
General FictionVaren memiliki kehidupan yang sempurna. Dia berasal dari keluarga yang berkecukupan dan juga harmonis. Tidak hanya itu, Varen juga memiliki seorang tunangan yang sempurna dari segi apa pun di matanya. Sampai pada suatu hari, satu kejadian merenggut...