Chapter 2

646 95 14
                                    

Jangan cuma baca, minimal vote!

....

"Siapa namamu? Aku tidak pernah melihatmu berada di rumah bordil itu selama beberapa kali ke sana."

"Anda bisa memanggil saya Rael, Nona. Itu nama panggilan saya di tempat itu."

Navenda langsung menghentikan kegiatannya dalam mengobati lebam di punggung tangannya. Tatapan yang senantiasa menyorot tajam dan dingin itu kini menatap pemuda yang berada di sampingnya. Dia menunduk, tak berani bersitatap dengan Navenda.

"Aku bertanya nama aslimu, bukan nama yang kamu gunakan selama di rumah itu."

Si pemuda mengulum bibir bawahnya dengan canggung. Dia beranikan diri menatap Navenda. Namun, belum ada dua detik dia kembali memundukkan wajahnya sembari meremat kuat ujung jas hitam kantor milik Navenda yang masih membalut tubuhnya.

"M-Maaf, Nona, t-tapi saya tidak punya. Saya sudah memiliki nama Rael sejak Tuan Miller membawa saya ke rumah itu. Maaf jika saya terlalu banyak bicara."

Navenda menghela berat. Disodorkannya perban pada pemuda yang menyebutkan dirinya adalah Rael, mengisyaratkannya supaya pemuda itu membantunya membalut kedua punggung tangannya dengan perban itu.

"Hanan."

Pemuda itu mengangkat kelopak matanya. Kali ini berani memandang wajah rupawan di depannya tanpa terselip rasa canggung sedikitpun. Dia menatap tanya oleh celetukan Navenda barusan.

"Apa kamu suka dengan nama Hanan?"

"Hanan?" beonya. "Itu terdengar indah." Si pemuda tersenyum tulus, melanjutkan kembali memerban tangan Navenda yang sempat tertunda.

"Baiklah, sekarang namamu bukan lagi Rael. Tidak ada nama itu, karena namamu mulai detik ini sampai seterusnya adalah Hanan."

Pemuda itu mengubah ekspresinya menjadi sendu. "N-Nona, maaf, tapi saya rasa saya tidak berhak mendapatkan nama dari Anda. Mau bagaimanapun Anda membawa saya karena ketidaksengajaan. Saya berasal dari rumah yang menjadikan saya tawanan untuk dijadikan pelampiasan nafsu. Bahkan seharusnya saya duduk di bawah. Saya sangat suka oleh nama pemberian Anda, tapi akan sangat berdosa bagi saya apabila sampai melewati batasan saya. Maafkan saya, Nona."

Navenda menarik tangannya, membuat pemuda itu langsung menurunkan pandangan menatap jari-jemarinya yang berada di atas pangkuan. Dia merasakan aura tak mengenakkan dari Navenda. Sepertinya perkataannya barusan memancing amarah perempuan itu.

"Kalau aku menganggapmu budak, sudah sejak awal aku menyuruhmu duduk di bawah, mungkin tak sudi sampai membawamu ke rumahku," tuturnya datar. "Tak perlu sungkan padaku, dan jangan memanggilku terlalu formal. Aku membawamu ke mari atas keinginanku sendiri, bukan semata-mata karena kamu budak atau apalah itu. Hanan, aku memilih nama itu karena menurutku sesuai denganmu. Penuh dengan kasih sayang dan lemah lembut."

"Tapi bagaimana mungkin Anda bisa langsung menyimpulkannya secepat itu? Saya merasa tidak pantas, saya hanya omega yang dijadiin budak seks, saya terlalu kotor untuk menginjakkan diri di tempat Anda."

"Berhenti merendahkan dirimu sendiri. Sudah aku bilang aku tidak melihatmu sebagai budak. Aku ingin kamu menetap di rumahku. Jika kamu ingin bekerja, jadilah asisten pribadiku. Aku yang memutuskan dan menentukan, aku tidak menerima sanggahan."

"Nona—"

"Namaku Navenda, panggil aku seperti itu. Baiklah, kamu pergilah mandi, aku harus menemui Mark. Pakailah bajuku dulu untuk sementara." Navenda beranjak berdiri setelah memberesi peralatan yang digunakan untuk mengobati lukanya ke dalam kotak obat. Kemudian dia berlalu keluar dari dalam kamar, meninggalkan pemuda yang kini resmi bernama Hanan itu diselimuti perasaan tak enak.

Malam itu benar-benar menjadi hari yang paling tidak disangka-sangka oleh Hanan lantaran dapat bertemu langsung dengan Navenda. Siapa yang tidak mengenal sosok alpha perempuan yang merupakan pebisnis sukses di usianya yang baru dua puluh enam tahun itu.

Hanan sering mendengar nama Navenda dari gigolo-gigolo lain yang begitu memuja dan menghormatinya. Namun, perempuan itu menyewa mereka hanya untuk sekadar menemaninya minum, tidak sampai benar-benar berhubungan badan. Sebab, Navenda akan melakukan itu hanya kepada Luna-nya nanti.

Teruntuk sosok yang beruntung menjadi Luna-nya Navenda kelak, dia harus bersyukur bisa memiliki alpha baik seperti Navenda.

....

"... lakukan saja tugasmu seperti yang telah aku katakan. Setelah itu kirimi aku buktinya untuk menuntut balik anak-anak Miller yang mencoba bermain-main denganku." Navenda melepas earphone walkie talkie dari telinganya. Lantas dia membuka pintu kamar. Namun, sebelum lanjut melangkah, Navenda dibuat berhenti kala melihat sosok lain di dalam kamarnya.

Hanan, omega itu duduk di salah satu kursi sofa, dia tampak tak nyaman. Hanya saja bukan itu yang membuat Navenda menghentikan langkahnya. Tapi pakaian yang dikenakan Hanan yang membuat Navenda cukup terkejut.

Navenda tak terpikirkan sama sekali kalau Hanan akan mengambil kaos untuk dipakainya. Hanan bahkan tampak kebesaran dengan kaosnya tersebut. Sepertinya Hanan tidak mengenakan celana. Omega itu juga berusaha menutup pahanya yang tereskpos sembari menunduk malu lantaran diperhatikan oleh Navenda.

"Apa tidak ada celana yang muat?" tanya Navenda mencoba bersikap tenang. Gadis itu menaruh semangkuk bubur yang dibawanya dari bawah untuk Hanan.

"T-Tidak ada, Nona. Kebanyakan celana panjang dan itu juga kebesaran untukku."

Navenda hanya mengangguk-angguk saja. Ia memang lebih suka memakai celana panjang katimbang celana pendek, jadi tidak heran jika isi lemarinya lebih banyak celana panjang berukuran besar (menurut Hanan) mengingat alpha perempuan itu memiliki proprsi tubuh semampai.

"Makanlah, setelah itu aku akan mengantarmu ke kamar sebelah."

"Kamar sebelah?"

"Hm. Ada apa? Kamu ingin tidur di sini bersamaku?"

Hanan sontak menggeleng cepat. Apa-apaan itu, astaga. Hanan lekas menyantap buburnya guna mengalihkan panas di kedua pipinya sampai ke telinga akibat perkataan Navenda yang entah alpha itu sedang menggodanya atau karena Navenda tipikal orang yang berterus-terang.

Navenda terkekeh pelan. Reaksi Hanan cukup menghiburnya. Ia pun memilih pergi mandi, memberikan ruang untuk Hanan menikmati makan malamnya.

Hampir beberapa menit berlalu, Navenda keluar dari dalam kamar mandi lengkap dengan piyama tidurnya mengingat bahunya terluka, membatasi tiap pergerakan Navenda.

"Kau harus bangun pagi besok. Selamat malam, Hanan."

"Baik. Selamat malam juga, Nona. Dan terima kasih banyak untuk malam ini."

Hanan memerhatikan punggung tegap Navenda yang berjalan menuju kamarnya. Saat setelah sosok Navenda menghilang dari pandangannya, Hanan masuk. Pemuda itu mengamati kamar barunya yang bernuansa putih, berbeda dengan kamar Navenda yang tembok dindingnya keseluruhan bercat abu-abu tua.

Omega itu tersenyum tulus mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Navenda telah menyelamatkannya dari belenggu yang membuatnya selalu pasrah menerima nasib. Hanan tidak boleh sampai mengecewakan Navenda. Ia bersumpah akan terus mengabdi pada alpha perempuan itu hingga akhir hayatnya.

One Reason; It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang