Begitu kereta listrik berhenti di stasiun Duri, Agan langsung keluar dari sana.
Dilihatnya sebuah bajaj dengan plat nomor yang dia hafal luar kepala sedang parkir di depan stasiun. Agan melongok ke dalam bajaj untuk menegur si supir.
"Oi, Bang Kasno!"
Kasno, si supir bajaj yang Agan kenal, menoleh pada orang yang menyapanya. Dia mengalihkan pandangan dari beberapa lembar duit yang sedang dihitungnya ke arah Agan yang gelendotan di bajajnya, "eh, Gan!" balasnya menyapa dengan ramah. "Darimana lu?"
"Abis jalan-jalan. Lu lagi narik, Bang?"
"Kagak, udahan, ah. Gua mau pulang abis ini—udah sore."
"Anterin gua dulu mau kagak ke agen? Tolong, dong."
"Lah, naik ayo!"
Agan pun membuka pintu belakang dan duduk di sana. Selama perjalanan dari stasiun menuju komplek Duri Bengkok, Agan dan Kasno sempat mengobrol banyak.
"Gua denger-denger, Abang lu dipenjara, ya, Gan?"
"Ho'oh." jawab Agan, sedikit mengeraskan suaranya karena balapan dengan suara bajajnya Kasno.
"Elaaah, Awi ada-ada aja lagunya. Kan, sekarang malah dipenjara."
"Biar jera, Bang."
"Iya, Gan, bagus itu.."
"Manusia kalo kagak ditegor begini, bakal ngulang kesalahan yang sama. Yah, mudah-mudahan tobat aja gua mah do'anya. Biar kata dia salah begimana juga ya sodara gua." Agan sedikit terkekeh mengatakannya.
Sampai hari ini, dari persidangan putusan vonis yang diberikan hakim untuk kesalahan yang dilakukan Awi, tak sekalipun Agan mengunjungi kakaknya itu. Buat apa? Toh, Awi tidak suka dengannya. Katakan Agan jahat sebagai adik kandung, tapi bukankah ini yang Awi inginkan? Setelah tahu Awi membencinya, hati Agan retak bukan main. Saudara kandung yang selama ini ia sayangi menumpahkan apa yang dirasanya begitu buruk ke Agan.
Benci katanya.
Agan tersenyum miring saat memori manis jaman dahulu ketika Mama masih ada di dunia terputar. Jaman di mana Awi masih mengayomi dirinya sebagai adik satu-satunya yang dia sayang. Namun, semua itu hanya tersisa sebagai ampas saja. Mama pergi, dan sifat penyayang Awi pun juga pergi.
Ya udah.
"Eh, ngomong-ngomong, lu abis jalan-jalan ke mana, Gan? Kok, sendirian?"
"Dari Tambun. Gua sidak agen yang ada di sana."
"Ooh, cabangnya?"
"Iya."
"Keren ya Gan Abah lu. Bisnisnya di mana-mana, tanahnya juga ngampar, kontrakan hampir 50 pintu. Enak beut jadi lu Gan tinggal ongkang-ongkang kaki." Maksud Kasno mungkin memuji, tapi di telinga Agan, itu seperti cuitan mengesalkan. Ongkang-ongkang kaki? Cih, kalo gua begitu gua kagak nongkrong di agen sambil nunggu orderan.
"Apanya sih Bang? Gua mah kalo ongkang-ongkang kaki doang kagak bakal setiap hari angkatin barang di agen." tanggap Agan.
"Bukan, Gan, maksud gua masa depan lu udah oke banget dah. Lu mau bangun rumah buat lu sama istri lu juga tinggal milih mau di tanah yang mana."
"Eh mana ada, gua malah sekarang lagi nabung buat rumah sendiri. Abah gua pan kagak idep yang beginian."
"Masa siiiih si Abah kagak ngewarisin hartanya???"
"Kenalan lu lebih jauh ama Abah gua makanya, Bang."
Kasno terkekeh dan melirik Agan sebentar, "kagak ah, ntar bajaj gua satu-satunya dibeli lagi ama Abah lu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...