2. Si Gadis Jurnalis (2)

25 4 2
                                    

Satu tendangan pamungkas telak menjatuhkan Airlangga hingga tak berdaya. Podium peraih medali perak hari itu kosong sebab sang peraih dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan medis yang lebih menunjang.

Sebagian orang masing mempertanyakan kemenangan Panji yang dinilai licik karena menyerang Airlangga ketika Airlangga belum benar-benar siap. Sebagian lagi menyalahkan Airlangga yang masih berdiri di arena padahal sudah tahu bahwa dirinya cedera.

Masalahnya ada pada si jurnalis cilik yang sudah berhari-hari gagal menuliskan artikel tentang pertandingan kemarin untuk menjadikan Airlangga sebagai tokoh utama.

Sepatah kata pun tak dapat ditulis oleh si gadis. Ini semua karena hasil akhir pertandingan yang tak sesuai skenario dalam benaknya.

'Airlangga Loka Nata (14) berhasil menyumbang emas untuk provinsi dalam laga tanding Pencak Silat tingkat nasional di kelas F kategori Remaja Putra.'

Niat hatinya menulis begitu. Kenyataannya, Airlangga juara dua, Airlangga jatuh cedera, Airlangga tak naik podium. Jadi, bagaimana Anasera harus mendeskripsikan atlet yang kalah tanding?

Sial. Ya, walaupun kalah, Airlangga sebenarnya masih berhak naik podium. Namun, benar kata Airlangga tempo hari, juara dua itu juara tapi tak jadi pusat perhatian.

Tidak. Pokoknya Anasera tidak akan mengganti orang lain untuk artikel debutnya ini. Rubrik idola muda masa kini harus menampilkan Airlangga hari Minggu nanti dan di sinilah dia, di bawah pohon tepat di sebrang gerbang SMP Negeri 3 Kota Madya.

Anasera berjongkok sendirian. Ini sudah jam ketiga dia ada di sana menunggu jam pulang sekolah untuk bisa menemukan Airlangga. Tadi dia pergi ke rumah sakit, mendapat kabar bahwa sang atlet telah pulih dan kembali ke sekolah, maka dari itu Anasera memilih menunggu di sana untuk bisa mewawancarai Airlangga sekali lagi.

Dering bel pulang sekolah terdengar sampai luar sekolah. Gerbang hitam tinggi yang tertutup kini dibuka lebar-lebar oleh satpam sekolah disusul berhamburannya para siswa yang ingin buru-buru pulang.

Anasera memasang matanya untuk menangkap sosok yang ia cari. Airlangga Loka Nata, tingginya di atas rata-rata anak seumurannya, dia pakai kacamata, badannya tegap, kulitnya langsat, harusnya cukup mencolok.

Anasera tak punya kenalan di sekolah negeri. Sejujurnya satu-satunya orang yang dia kenal bersekolah di sini hanya Airlangga seorang dan mungkin Airlangga sudah melupakannya mengingat anak-anak sekolah negeri ada banyak dan mungkin banyak orang yang harus dihafal oleh Airlangga.

"Kamu ngapain di sini?"

Sebuah suara mengejutkan Anasera. Ketika menoleh ke belakang, ia mendapati Airlangga berdiri di belakangnya dengan tas ransel yang hanya disampirkan pada sebelah bahu dan jaket baseball melapisi seragam yang agak berantakan.

"Oh-"

Anasera gugup setengah mati.

"Itu-"

Bahkan dia sampai kehabisan kata-kata ketika Airlangga menatapnya dingin.

"Aku mau..."

"Mau..."

Entah kenapa kelu lidahnya tiap mau berkata. Anasera merutuki diri sendiri.

"Aku mau wawancara kamu lagi!"

Dengan susah payah Anasera mengatakannya. Perkataannya itu dibalas helaan napas Airlangga yang kemudian melenggang pergi.

"Harusnya aku gak nanya kamu," ucap Airlangga sambil melenggang pergi.

Anasera mengikuti langkah Airlangga yang cepat menjauhi sekolah. Dia harus mendapatkan jawaban Airlangga.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 04 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

360 Degree Point of View [REMAKE]Where stories live. Discover now