Ghossan duduk di depan layar komputer yang menyala, memancarkan cahaya yang menerangi wajahnya. Ia memainkan tutup pulpen di tangannya, berputar-putar tanpa sadar, tanda sedang berpikir keras.
"Tidak mungkin dia bunuh diri, kan?"
Karina muncul dengan dua cup kopi di tangan, lalu meletakkan salah satu cup di meja Ghossan "Kata forensik, hasilnya akan selesai besok pagi. Gimana? Jadi lembur?" tanyanya
Ghossan menghentikan gerakan tangannya, menatap kopi yang baru saja diletakkan di depannya, lalu mengalihkan pandangannya ke Karina. "Tidak lah. Ngapain? Aku mau tidur."
"Ketebak."
"Rina, besok kita ke desa itu lagi, ya."
"Oke." Jawab Karina.
"Ohya..."
"Tulis laporan ke atasan" kata Karina.
"Sip." Kata Ghossan, melipir pergi.
"Aduh, anak itu kenapa gak mau mengerjakan sendiri?" Kata seorang pria tiba tiba
"Eh, pak Heru. Lembur pak?" Kata Karina, ramah.
"Karin, biar si Ghossan aja yang menulisnya. Kamu pulang gih, ntar kalau ditanya, bilang disuruh saya." Kata pak Heru.
"Terima kasih, pak" Karina pamit berlalu
***
Paginya, Ghossan dan Karina melangkah keluar dari kantor. Sebuah mobil Jazz merah yang mengkilap terparkir rapi.
Ghossan membuka pintu pengemudi dan duduk di belakang kemudi. Di sebelahnya karina membuka handphone dan membaca catatan yang tertulis, membaca kasus terbaru mereka. Sesekali melirik ke luar jendela, berfikir tentang suatu kemungkinan.
"Jadi, ke mana kita kali ini?" tanya Bayu sambil menghidupkan mesin mobil, suaranya tenang namun penuh perhatian.
Hana menatap sekilas pada catatan di tangannya sebelum menjawab. "Kita harus mencari keluarga korban. Ada mantan suami dan anaknya yang tinggal di desa sukamaju, 24 KM dari TKP. Mereka bercerai 2 tahun lalu. Bu Halimah pindah ke desa lain setelah bercerai dan membangun warung disana" jelas Karina.
Ghossan mengangguk dan mengarahkan mobil Jazz merah mereka keluar dari tempat parkir. Jalanan kota yang padat mulai berganti dengan pemandangan pinggiran kota yang lebih sepi.
***Karina berdiri di depan sebuah rumah sederhana yang terlihat sepi. Dengan sedikit ragu, Karina melangkah mendekati pintu kayu yang sudah mulai lapuk. "Assalamualaikum!"
Hening. Tidak ada jawaban yang terdengar dari dalam rumah. Karina menoleh ke arah Ghossan, yang berdiri beberapa langkah di belakangnya.
"Ada orangnya?" Tanyanya
Karina menggeleng pelan." Dia mengarahkan pandangannya kembali ke pintu, berharap ada tanda-tanda kehidupan dari dalam.
"Waalaikum salam" jawab seorang pria paruh baya.
Keduanya terlihat lega.
"Dengan bapak Suyitno?" Kata Ghossan.
"Iya, saya sendiri"
"Kami dari kepolisian" Ghossan menunjukkan tanda pengenalnya "ingin meminta waktu bapak. Bapak mantan suami Bu Halimah, kan?"
Pak Suyitno menarik nafas berat, seakan tidak menyukai kalau nama itu disebut
"Kenapa lagi dia, mas?"
"Bu Halimah meninggal, pak" jawab Karina
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un" wajah keberatan pak Suyitno berubah menjadi simpati "le... Kene le, Mak mu west sedo" pak Suyitno memanggil seseorang di dalam rumah.