Bagian 1 {Hidup masing-masing}

117 15 1
                                    

"Dhira, naskah mertua maut sama Cany ya?"

"Oh iya. Kemarin aku titip ke apartemennya."

Bandi lantas mengangguk, lalu keluar dari ruang khusus artis.

Sedangkan Dhira masih saja duduk santai di kursinya sembari menunggu riasan selesai. Sesekali ia membaca gambaran pertanyaan yang akan ditanyakan oleh pembawa acara nanti.

Cany-- asistennya masuk ke ruangan membawa rujak dan memberikannya pada Dhira. "Aneh banget masih pagi udah pengen rujak aja. Jangan-jangan hamil lo!"

Lantas Dhira melirik tajam asistennya. Padahal wanita itu tahu betul kalau Dhira tak mungkin hamil. Ia tak pernah lagi melakukan hubungan badan selama 1 tahun penuh.

"Iya, mual nih!" Balasnya sambil tergelak, saat menyadari MUA masih berdiri di belakangnya.

Wajahnya sudah selesai dirias, MUA yang biasa meriasnya pamit pergi setelah melakukan pekerjaan. Tinggal Cany serta Dhira di dalam ruangan tersebut.

Cany menarik kursi di sebelah Dhira dan menempatinya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jaket dan menyalakannya. Lalu memperlihatkan layar itu pada Dhira. "Suami lo kunjungan ke Malang. Gak curiga?"

"Buat apa?" Balasnya cuek. Ia langsung menyingkirkan ponsel Cany, lalu kembali menguyah rujaknya dengan semangat. "Lagian urusan dia mau ke Malang atau ke mana itu gak ada sangkut pautnya sama aku."

Satu-satunya orang yang tahu bahwa hubungannya dengan sang suami merenggang adalah Cany. Setidaknya itu dari pihak Dhira. Tidak tahu kalau dari pihak suaminya? Ah, kalau dipikir-pikir juga buat apa?

Bibir tipis, hidung kecil nan mancung, alis mata rapi, pipi tirus milik Dhira jadi perhatian Cany sekarang. Wanita itu menggeleng, lalu menghela nafas pelan. "Dulu padahal gue pikir hubungan lo bakal kayak Arumi Bachsin sama suaminya. Padahal sama-sama nikah muda. Tapi kok nasibnya beda ya?"

"Namanya hidup kadang kidding. Ya, aku mana bisa nebak kalau 6 sampai 8 tahun kemudian kayak mana. Kalau bisa nebak, mending jadi artis internasional aja biar bisa gapai Chris Evans."

Rujak dalam cup hanya tersisa setengah. Dhira tak lagi berselera, ia menarik nafas perlahan dan kembali menatap pantulan wajahnya dilayar kaca. Ia perlu memperbaiki ekspresi wajah agar terlihat selalu ceria seperti biasa seolah tak ada apa-apa.

Seorang staf mengetuk pintu dan masuk ruangan. "Mbak Dhira siap-siap ya."

"Oke!"

Cany membantu Dhira bersiap, pun Dhira memastikan kalau penampilannya hari ini layak untuk dipublikasikan. Agar tak ada media memberitakan hal aneh tentang dirinya.

Rambut lurusnya digerai begitu saja serta riasan tipis dan Mid Length shirt dress berwarna moccha kombinasi bunga-bunga kecil yang sangat cantik telah membuat dirinya cukup mempesona. Tak terlalu berlebihan. Berterima kasihlah pada brand yang mengajaknya kerjasama. Sehingga ia tak perlu mengeluarkan uang sampai puluhan juta hanya untuk selembar baju.

"Kita sambut Andhira Bhavika!"

Suara alunan musik menyambut dirinya datang di podium tempat syuting diadakan.

Dhira tersenyum manis dan menyapa dua pembawa acara serta penonton dengan ramah.

"Wah, sudah lama gak ketemu makin cantik ternyata ya!"

"Awet nih susuknya!"

Tawa penonton memenuhi ruangan. Pun Dhira ikut tertawa dengan ucapan tersebut.

"Selamat datang di acara kami."

"Terimakasih."

Rony si pembawa acara lantas melirik pada layar di belakangnya yang menampilkan beberapa foto Dhira. "Nah, Dhira kira-kira masih ingat gak sama foto-foto ini?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MARI BERPISAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang